Home Fiqih Fiqih Muamalah PENYEWA DISYARATKAN MERENOVASI RUMAH YANG AKAN DISEWANYA

PENYEWA DISYARATKAN MERENOVASI RUMAH YANG AKAN DISEWANYA

78

 

Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi

 

Tanya :

Ustadz, ada teman yang mau menyewa sebuah rumah. Tapi pemilik rumah mensyaratkan agar teman saya merenovasi lebih dulu rumah tersebut, yang tentunya akan memerlukan biaya. Bolehkah persyaratan itu? (Hamba Allah).

 

Jawab :

Sebelum dijawab, perlu diketahui lebih dulu kategorisasi pemeliharaan barang sewaan dalam akad ijārah al-a‘yān (sewa menyewa barang) sbb;

Pertama, pemeliharaan dasar (al-shiyānat al-asāsiyyah, basic maintenance), yaitu pemeliharaan barang sewa yang sifatnya mayor, yaitu pemeliharaan yang menyangkut keberadaan manfaat barang sewa itu sendiri, yang andaikata pemeliharaan dasar ini tidak dilakukan, maka manfaat barang sewa sebagai objek akad (ma’qūd ‘alayhi) tidak ada sehingga tidak dapat diberikan kepada pihak yang menyewa (musta`jir). Misalnya, perbaikan dinding rumah yang roboh, perbaikan atap rumah yang bocor parah, perbaikan kamar mandi yang tidak dapat dipakai, dan sebagainya.

Kedua, pemeliharaan operasional (al-shiyānat al-tasyghīliyyah, operational maintenance), yaitu pemeliharaan barang sewa yang sifatnya minor, yaitu tidak menyangkut keberadaan manfaat barang sewa itu sendiri, karena manfaat barang sewanya ada, melainkan berkaitan dengan kerusakan akibat penggunaan barang sewa secara wajar oleh pihak yang menyewa (al-musta`jir). Misalnya, perbaikan tombol listrik (on/off) yang rusak, perbaikan kunci rumah, perbaikan kran air, perbaikan grêndêl (pegangan/handle) pintu, penggantian lampu penerangan yang mati, dan yang semisalnya. (Ḥusāmuddīn ‘Ifānah, Shiyānat Al-‘Ain Al-Mu`ajjarah, https://ar.islamway.net/fatwa/42915).

Tidak ada khilafiyah di antara ulama, bahwa yang bertanggung jawab untuk pemeliharaan dasar (al-shiyānat al-asāsiyyah) tersebut, adalah pihak pemilik rumah sewa (al-mu`ajir/rabb al-dār), bukan pihak yang menyewa (al-musta`jir). Dalam kitab Al-Mausū’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah dijelaskan :

لَا خِلَافَ بَيْنَ فُقَهَاءِ الْمَذَاهِبِ فِي أَنَّ نَفَقَاتِ الْعَيْنِ الْمُنْتَفَعِ بِهَا تَكُونُ عَلَى صَاحِبِ الْعَيْنِ إِذَا كَانَ الِانْتِفَاعُ بِمُقَابِلٍ, لَا عَلَى مَنْ لَهُ الِانْتِفَاعُ

”Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan fuqaha dari berbagai mazhab, bahwa biaya untuk barang yang dimanfaatkan itu menjadi tanggung jawab pemilik barang (shāhibul ‘ain), jika pemanfaatan barang ini ada imbalannya, bukan menjadi tanggung jawab pihak yang memanfaatkan barang [pihak yang menyewa].” (Al-Mausū’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Juz VI, hlm. 308).

Dengan demikian, jika pemilik rumah mensyaratkan calon penyewa untuk lebih dulu merenovasi rumah yang akan disewa, maka persyaratan ini jelas melanggar syara’, karena renovasi rumah ini termasuk pemeliharaan dasar (al-shiyānat al-asāsiyyah) yang seharusnya menjadi kewajiban pemilik rumah, bukan menjadi kewajiban calon penyewa. Dalam kitab Al-Mausū’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah dijelaskan pula :

لَا يَجُوزُ اشْتِرَاطُ صِيَانَةِ الْعَيْنِ عَلَى الْمُسْتَأْجِرِ؛ لِأَنَّهُ يُؤَدِّي إِلَى جَهَالَةِ الْأُجْرَةِ، فَتَفْسُدُ الْإِجَارَةُ بِهَذَا الِاشْتِرَاطِ بِاتِّفَاقِ الْمَذَاهِبِ

”Tidak boleh ada persyaratan melakukan pemeliharaan barang sewa, yang dibebankan kepada pihak yang menyewa (al-musta`jir), karena pembebanan kepada pihak yang menyewa ini akan mengakibatkan ketidakjelasan besarnya ongkos sewa (jahālat al-ujrah). Maka akad ijārah-nya menjadi fāsid dengan adanya persyaratan ini, demikian menurut kesepakatan berbagai mazhab.” (Al-Mausū’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Juz I, hlm. 286).

Padahal dalam hukum ijārah (akad jasa/sewa), besarnya ujrah (imbalan jasa pekerja atau imbalan manfaat barang sewa), wajib diketahui dengan jelas (al-ma’lūm) dan tidak diperbolehkan adanya ketidakjelasan ongkos jasa/sewa (jahālat al-ujrah). (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Nizhām Al-Iqtishādi fī Al-Islām, hlm. 89). Sabda Rasulullah SAW :

مَنِ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَلْيُسَمِّ لَهُ إِجَارَتُهُ

“Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah kepadanya upahnya.” (HR Abdur Razzaq. Al-Mushannaf, 8/235; An-Nasa`i, no. 3857; Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubrā, 12/123. Hadits ini dhaif dilihat dari segi sanadnya, karena sanadnya terputus (inqithā’), yaitu ada keterputusan antara Ibrahim An-Nakha`i dan Abu Sa’id Al-Khudri. Namun dari segi makna, hadits ini maknanya shahih. Hadits ini telah diterima dan diamalkan oleh umumnya fuqoha, di antaranya para ulama dari mazhab yang empat, seperti Imam Ibnu Qudamah, dalam Al-Mughni, 8/14, sehingga statusnya adalah hadits hasan. (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhshiyyah Al-Islāmiyyah, 1/337; 3/89; Mahmūd Al-Thaḥḥān, Taysīr Mushthalah Al-Hadīts, hlm. 57; Imam Al-Khaththābiy, Ma’ālim As-Sunan [Syarah Sunan Abu Dawud], 1/11).

Ini semua terkait pemeliharaan dasar (al-shiyānat al-asāsiyyah). Adapun pemeliharaan operasional (al-shiyānat al-tasyghīliyyah) yang sifatnya minor, misalnya perbaikan kran air yang rusak, perbaikan kunci rumah, perbaikan pegangan pintu, penggantian lampu penerangan yang mati, dsb, boleh hukumnya dibebankan kepada pihak yang menyewa rumah (al-musta`jir). (Ḥusāmuddīn ‘Ifānah, Shiyānat Al-‘Ain Al-Mu`ajjarah, https://ar.islamway.net).

Imam Ibnu Qudamah berkata :

وَمَا كَانَ لِاسْتِيفَاءِ الْمَنَافِعِ كَالْحَبْلِ وَالدَّلْوِ، الْبَكْرَةِ فَعَلَى الْمُكْتَرِي

“…dan apa saja yang diperlukan untuk pemenuhan manfaat [yang sifatnya minor/sedikit], seperti [perbaikan] tali, timba, dan katrol, maka boleh dibebankan kepada pihak yang menyewa (al-muktary/al-musta`jir).” (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, Juz VI, hlm. 31).

Kesimpulannya, persyaratan dari pemilik rumah agar calon penyewa merenovasi lebih dulu rumah yang akan disewa, merupakan persyaratan yang tidak sah menurut syara’. Rasulullah SAW telah bersabda :

كُلُّ شَرْطٍ لَيْسَ فِي كِتَابِ اللَّهِ فَهُوَ بَاطِلٌ

”Setiap syarat yang tidak sesuai dengan Kitabullah, maka dia adalah batil.”  (kullu syarthin laysa fī kitābillahi fahuwa bāthil). (HR Bukhari, no. 2375; Ibnu Majah, no. 2521).Wallāhu a’lam.

 

Yogyakarta, 6 Juni 2023

Muhammad Shiddiq Al-Jawi