
Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Tanya :
Ustadz, ada yang mengatakan Khilafah itu produk politik buatan manusia, seperti halnya demokrasi. Dengan kata lain, menurut dia Khilafah itu bukan ajaran Islam. Jadi tidak perlu diperjuangkan atau ditegakkan. Bagaimana kita merespon pernyataan tersebut? (Hamba Allah, Bogor).
Jawab :
Pernyataan bahwa Khilafah produk politik buatan manusia, dalam arti bukan ajaran Islam, adalah kebohongan yang tidak sesuai dengan fakta. Hal ini karena Khilafah benar-benar terbukti sebagai ajaran Islam, karena memenuhi 3 (tiga) syarat wajib agar suatu konsep layak disebut ajaran Islam, khususnya Syariah Islam, yaitu;
Pertama, ada nash (teks) syariah yang menyebutkannya, baik nash Al-Qur`an maupun nash As-Sunnah. Misalnya, wajibnya sholat, adalah ajaran Islam, karena terbukti ada nash syariah yang memerintahkan umat Islam untuk menegakkan sholat. Antara lain surat Al-Baqarah ayat ke-43 :
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
”Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS. Al-Baqarah : 43).
Kedua, ada status hukum-nya, yaitu terkategori ke dalam salah satu hukum dari hukum-hukum yang lima (al-ahkām al-khamsah), atau ada hukum taklīfi-nya, apakah wajib/fardhu, sunnah, mubah, makruh, atau haram. Misalnya, dalam kitab-kitab fiqih, para ulama telah menjelaskan wajibnya sholat, misalnya kitab Al-Mausū’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah yang menjelaskan bahwa :
لِلصَّلَاةِ مَكَانَةٌ عَظِيمَةٌ فِي الْإِسْلَامِ. فَهِيَ آكِدُ الْفُرُوضِ بَعْدَ الشَّهَادَتَيْنِ وَأَفْضَلُهَا، وَأَحَدُ أَرْكَانِ الْإِسْلَامِ الْخَمْسَةِ
”Sholat mempunyai poisisi yang agung dalam Islam. Sholat merupakan kefardhuan yang paling kuat dan paling afdhol setelah dua kalimat syahadat, dan merupakan salah satu rukun-rukun Islam yang lima.” (Al-Mausū’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 27/51).
Ketiga, ada pengamalan-nya, yaitu terbukti dalam sejarah umat Islam bahwa suatu konsep pernah dipraktikkan oleh umat Islam, khususnya oleh Rasulullah SAW dan generasi shahabat Nabi SAW, khususnya generasi Khulafa`ur Rasyidin. Dalilnya sabda Rasulullah SAW :
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ، عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
”Maka hendaklah kalian berpegang dengan sunnahku, dan sunnah Khulafa`ur Rasyidin yang mendapat petunjuk (sesudah aku), dan gigitlah oleh kalian sunnah-sunnah itu dengan gigi gerahammu.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Maka dari itu, syarat ketiga ini sifatnya relatif untuk generasi pasca Khulafa`ur Rasyidin, karena boleh jadi ajaran Islam yang hakiki tidak diamalkan lagi oleh umat Islam, baik karena ditinggalkan sama sekali oleh umat Islam, maupun masih dipraktikkan tetapi menyimpang dari ketentuan syariah yang sebenarnya.
Jika kita terapkan tiga syarat ajaran Islam di atas untuk Khilafah, akan terbukti bahwa Khilafah itu benar-benar ajaran Islam, karena :
Pertama, terdapat banyak teks (nash) yang menyebutkan kosakata Khilafah, atau Khalifah, atau sinonimnya, yaitu Imamah atau Imam. Kata Khalifah misalnya terdapat dalam ayat QS. Al-Baqarah : 30, yang berbunyi :
إِنِّى جَاعِلٌ فِى ٱلْأَرْضِ خَلِيفَةً
“innī jā’ilun fil ardhi khalīfah”, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Ayat ini menurut Imam Al-Qurthubi, merupakan dalil wajibnya mengangkat seorang Khalifah. Imam Al-Qurthubi berkata :
هَذِهِ الْآيَةُ أَصْلٌ فِي نَصْبِ إِمَامٍ وَخَلِيفَةٍ يُسْمَعُ لَهُ وَيُطَاعُ، لِتَجْتَمِعَ بِهِ الْكَلِمَةُ، وَتَنْفُذَ بِهِ أَحْكَامُ الْخَلِيفَةِ
“Ayat ini adalah dasar dalam pengangkatan Imam atau Khalifah, yang wajib untuk didengarkan dan ditaati (perintahnya), agar kalimat kaum muslimin menjadi satu, dan agar dapat ditegakkan hukum-hukum Islam yang diperintahkan oleh Khalifah.” (Imam Al-Qurthubi, Al-Jāmi’ li Ahkāmil Qur`ān, 1/264).
Nash-nash semacam ini banyak, yakni yang menyebutkan kosakata khalifah, imam, dan segala derivatnya. Misalnya yang dicantumkan oleh Imam Al-Bukhari dalam kitab Shahīh-nya, dalam Bab Kitābul Ahkām, juga oleh Imam Muslim, dalam kitab Shahih-nya, dalam Bab Kitābul Imārah.
Kedua, banyak penjelasan ulama mengenai status hukum menegakkan Khilafah (Imamah). Imam ‘Abdul Wahhāb Al-Sya`rānī (w. 973 H/1565 M), seorang ulama bermazhab Syafi’i, berkata :
اتَّفَقَ الْأَئِمَّةُ عَلَى أَنَّ الْإِمَامَةَ فَرْضٌ
”Para imam (yang empat) telah sepakat bahwa Imamah (Khilafah) itu fardhu hukumnya.” (‘Abdul Wahhāb Al-Sya`rānī, Al-Mīzān Al-Kubrā, 1/173).
Ketiga, secara amal, terbukti bahwa Khilafah telah diamalkan dalam sejarah umat Islam kurang lebih selama 1300 tahun, sejak Khalifah Abu Bakar Shiddiq (632 M) sebagai Khalifah pertama, hingga Khalifah terakhir dalam Khilāfah Utsmāniyyah (Ottoman) di Turki, yaitu Sultan Abdul Majid II (1924 M).
Kesimpulannya, Khilafah adalah benar-benar ajaran Islam, karena terbukti ada nash–nya, ada hukum taklifi-nya, dan ada ‘amal-nya. Tidak boleh mengatakan secara dusta bahwa Khilafah adalah produk politik buatan manusia seperti halnya demokrasi, yang memang sama sekali bukan ajaran Islam, karena tidak memenuhi ketiga syarat ajaran Islam di atas. Wallāhu a’lam.
Yogyakarta, 17 Februari 2025
Muhammad Shiddiq Al-Jawi