Home Afkar HADITS TENTANG PENAKLUKAN KONSTANTINOPEL YANG KEDUA  (MERESPON TANGGAPAN)

HADITS TENTANG PENAKLUKAN KONSTANTINOPEL YANG KEDUA  (MERESPON TANGGAPAN)

18

leh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi

 

Tanya :

Ustadz, Assalamu alaikum, saya barusan melihat podcast seorang ustadz, yang ada kaitannya dengan tulisan penaklukan Konstantinopel Kedua yang pernah Ustadz posting. Menurut Ustadz tersebut, kota yang akan ditaklukan itu bukanlah kota Konstantinopel, melainkan kota Roma, sebagai kota kedua yang akan ditaklukan antara kota Konstantinopel ataukah kota Roma. Dengan alasan, hadits penaklukan Konstantinopel yang Kedua yang pernah Ustadz posting, tidak dengan jelas menyebut nama kota Konstantinopel. Jadi penaklukan dengan kalimat tahlīl oleh Bani Ishaq dalam hadits tersebut, maknanya adalah penaklukan yang dilakukan oleh Bani Ishaq yang melahirkan orang kulit putih, yakni orang Romawi, yang akan menaklukkan kota Roma (bukan kota Konstantinopel) di kelak kemudian hari.  Jadi maksud kalimat tahlīl itu karena orang Eropa hari ini sudah berbondong-bondong masuk Islam. (Baedhowi, Ngawi).

 

Jawab :

Wa ‘alaikumus salam wa rahmatullahi wa barakatuhu.

Memang dalam hadits yang dinamakan ulama sebagai hadits Penaklukan Konstantinopel Kedua, Nabi Muhammad SAW tidak dengan tegas menyebutkan nama kota Konstantinopel. (HR. Muslim, no. 5199). Nabi SAW hanya menyebutkan ciri-ciri kota tersebut, yakni satu sisinya terdapat daratan dan pada sisi yang lain terdapat lautan, dan kota ini akan ditaklukkan oleh pasukan kaum muslimin dari Bani Ishaq hanya dengan kalimat ”Lā ilāha illallāhu wallāhu akbar.”

 

Ini sebagaimana sabda Nabi SAW dalam hadits tersebut, ketika Nabi SAW bertanya kepada para shahabat :

سَمِعْتُمْ بمَدِينَةٍ جَانِبٌ مِنْهَا فِي الْبَرِّ وَجَانِبٌ مِنْهَا فَي الْبَحْرِ؟ قَالُوْا: نَعَمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ الخ…

“Pernahkah kalian mendengar sebuah kota yang pada satu sisinya terdapat daratan dan pada sisi yang lain terdapat lautan?” Mereka menjawab,”Pernah, wahai Rasulullah.” dst. (HR. Muslim, Shahīh Muslim, no. 5199).

Akan tetapi, sesungguhnya dalam hadits lain yang juga shahīh, yakni di dalam kitab Shahīh Muslim (HR. Muslim, no. 2897) nama kota Konstantinopel disebutkan dengan jelas oleh lisan (lidah) Nabi Muhammad SAW sendiri, sebagaimana sabda beliau :

فَيَفْتَحُوْنَ الْقُسْطَنْطِيْنِيَّةَ

“Maka mereka (pasukan kaum muslimin) akan menaklukkan kota Konstantinopel.” (HR. Muslim, no. 2897).

 

Hadits ini selengkapnya adalah sebagai berikut :

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ  : لَا تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَنْزِلَ الرُّوْمُ بِالْأَعْمَاقِ أَوْ بِدَابِقٍ ، فَيَخْرُجُ إِلَيْهِمْ جَيْشٌ مِنَ الْمَدِينَةِ مِنْ خِيَارِ أَهْلِ الْأَرْضِ يَوْمَئِذٍ ، فَإِذَا تَصَافُّوْا، قَالَتِ الرُّوْمُ: خَلُُّّوْا بَيْنَنَا وَبَيْنَ الَّذِينَ سَبَوْا مِنَّا نُقَاتِلُهُمْ ، فَيَقُوْلُ الْمُسْلِمُوْنَ: لَا وَاللَّهِ لَا نُخَلِّيْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ إخْوَانِنَا، فَيُقَاتِلُوْنَهُمْ ، فَيُهْزَمُ ثُلُثٌ لَا يَتُوْبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ أَبَدًا، وَيُقْتَلُ ثُلُثٌ هُمْ أَفْضَلُ الشُّهَدَاءِ عِنْدَ اللَّهِ، وَيَفْتِحُ الثُّلُثُ، لَا يُفْتَنُوْنَ أَبَدًا ، فَيَفْتَحُوْنَ الْقُسْطَنْطِينِيَّةَ، فَبَيْنَمَا هُمْ يَقْتَسِمُوْنَ الْغَنَائِمَ قَدْ عَلَّقُوْا سُيُوْفَهُمْ بِالزَّيْتُوْنِ ، إِذْ صَاحَ فِيْهِمُ الشَّيْطَانُ: إِنَّ الْمَسِيْحَ قَدْ خَلَفَكُمْ فِيْ أَهْلِيْكُمْ، فَيَخْرُجُوْنَ وَذَلِكَ بَاطِلٌ ، فَإِذَا جَاؤُوا الشَّامَ خَرَجَ، فَبَيْنَمَا هُمْ يُعِدُّوْنَ لِلْقِتَالِ، يُسَوُّوْنَ الصُّفُوفَ ، إِذْ أُقِيْمَتِ الصَّلَاةُ، فَيَنْزِلُ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ، فَأَمَّهُمْ ، فَإِذَا رَآهُ عَدُوُّ اللَّهِ ذَابَ كَمَا يَذُوْبُ الْمِلْحُ فِي الْمَاءِ ، فَلَوْ تَرَكَهُ لَانْذَابَ حَتَّى يَهْلِكَ، وَلَكِنْ يَقْتُلُهُ اللَّهُ بِيَدِهِ ، فَيَرِيْهِمْ دَمَهُ فِيْ حَرْبَتِهِ. أخرجه مسلم برقم 2897

Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda,”Tidak akan terjadi Hari Kiamat hingga kaum Romawi muncul di A`māq atau di Dābiq (di wilayah Suriah sekarang), lalu mereka akan dihadapi oleh satu pasukan dari kota Madinah, yang merupakan sebaik-baik penduduk bumi pada waktu itu. Ketika mereka sudah saling berhadapan, kaum Romawi berkata,’Biarkanlah kami memerangi golongan yang telah menawan kami.’ Lalu kaum muslimin berkata,’Tidak! Demi Allah! Kami tidak akan membiarkan kalian memerangi saudara-saudara kami. Maka mereka pun (kaum Romawi) memerangi mereka (kaum muslimin). Lalu sepertiga (dari pasukan kaum muslimin) dikalahkan dan Allah tidak akan mengampuni mereka selama-lamanya, sepertiga yang lain terbunuh dan mereka itulah sebaik-baik syuhada di sisi Allah, dan sepertiga yang lain mendapatkan kemenangan dan mereka tidak akan ditimpa fitnah (cobaan) selama-lamanya. Kemudian mereka akan menaklukkan Kostantinopel. Kemudian ketika mereka sedang membagi-bagikan harta rampasan perang, ketika mereka telah menggantungkan pedang-pedang mereka pada pohon zaitun, berteriaklah syaitan kepada mereka,”Sesungguhnya Al-Masīh (Dajjāl) telah menggantikan kalian di tengah keluarga kalian.” Mereka pun keluar, dan ternyata itu hanyalah dusta. Ketika mereka tiba di Syam, dia (Dajjāl) muncul. Kemudian ketika mereka sedang bersiap-siap untuk melakukan peperangan dan sedang merapikan barisan-barisan, ketika sholat sudah diiqamatkan, turunlah Nabi `Ῑsā putra Maryam –‘alayhis salam— lalu beliau pun mengimami mereka. Lalu ketika musuh Allah (Dajjāl) melihat Nabi `Ῑsā AS, Dajjāl menjadi larut sebagaimana garam larut di dalam air. Seandainya Nabi `Ῑsā AS membiarkan Dajjāl, niscaya Dajjāl akan menjadi larut hingga dia binasa. Namun Allah (berkehendak) membunuh Dajjāl melalui tangan Nabi `Ῑsā AS, lalu Nabi `Ῑsā AS memperlihatkan kepada mereka (kaum muslimin) darah Dajjāl pada tombaknya.” (HR. Muslim, Shahīh Muslim, no. 2897).

 

Dari hadits di atas, dapat dipahami bahwa di masa depan akan terjadi penaklukan kota Konstantinopel, menjelang atau bersamaan dengan munculnya tanda-tanda besar Hari Kiamat (al-‘alāmāt al-kubrā lis sā’ah), di antaranya adalah munculnya Dajjāl, turunnya Nabi `Ῑsā AS yang akan membunuh Dajjāl, dan sebagainya. Dalam hadits ini, penyebutan nama kota Konstantinopel, secara jelas telah diucapkan sendiri oleh Nabi Muhammad SAW dengan sabdanya :

فَيَفْتَحُوْنَ الْقُسْطَنْطِيْنِيَّةَ

“Maka mereka (pasukan kaum muslimin) akan menaklukkan kota Konstantinopel.” (HR. Muslim, no. 2897).

 

Maka dari itu, hadits ini (HR. Muslim 2897) dapat dianggap sebagai penjelasan (bayān) bagi hadits sebelumnya (HR. Muslim 5199) yang bersifat mujmal (masih global maknanya), yang tidak secara jelas menyebut nama kota Konstantinopel, namun hanya menyebut cirinya, yaitu kota yang pada satu sisinya terdapat daratan dan pada sisi yang lain terdapat lautan, dan kota itu akan ditaklukkan dengan kalimat ”Lā ilāha illallāhu wallāhu akbar.”

Jadi hadits pertama yang tidak menyebut nama Konstantinopel itu dalam Ilmu Ushul Fiqih disebut dengan hadits mujmal (global), yakni hadits yang maknanya belum terlalu jelas, yang masih dapat ditafsirkan dengan berbagai penafsiran. Maka dari itu tidak heran, ada sebagian ulama yang menafsirkan bahwa kota yang cirinya satu sisinya terdapat daratan dan pada sisi lainnya terdapat lautan, dan yang ditaklukkan dengan kalimat ,”Lā ilāha illallāhu wallāhu akbar,” adalah kota Roma, atau kota lainnya, yang cirinya bertepatan dengan ciri-ciri yang disebutkan oleh Nabi SAW dalam HR. Muslim 5199 tersebut.

Akan tetapi, ternyata ada hadits kedua (HR. Muslim 2897), di mana Nabi SAW telah menyampaikan dengan jelas bahwa kota yang akan ditaklukkan itu bernama Konstantinopel. Hadits kedua ini dalam Ilmu Ushul Fiqih sebagai bayān (penjelasan), yang berfungsi untuk memperjelas atau menentukan makna yang mujmal (global) dalam hadits sebelumnya (HR. Muslim 5199). Setelah adanya bayān (penjelasan) ini, maka hadits pertama yang awalnya bermakna mujmal (global), akhirnya menjadi mubayyan (telah terjelaskan maknanya) atau  menjadi mufassar (telah tertafsirkan maknanya). (Baca penjelasan terminologi Al-Mujmal, Al-Bayān, dan Al-Mubayyan, dalam kitab Al-Syakhshiyyah Al-Islāmiyyah, Juz III, hlm. 229-230, karya Imam Taqiyuddin An-Nabhani, rahimahullāh).

 

Adanya hadits yang mujmal yang kemudian menjadi mubayyan (atau mufassar) dengan adanya bayān (penjelasan), banyak contohnya. Misalnya hadits mujmal yang memerintahkan kita untuk memperkirakan hilal (bulan sabit) jika hilal tertutup mendung. Dari Ibnu ‘Umar RA, Rasulullah SAW telah bersabda :

إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُوْهُ وَ إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْا لَهُ

“Jika kamu melihat dia (hilal Ramadhan) maka berpuasalah kamu, dan jika kamu telah melihat dia (hilal Syawal), maka berbukalah kamu (beridul Fitri). Lalu jika mendung menutupi kamu maka perkirakanlah dia (hilal).” (HR. Al-Bukhari no. 1900, Muslim no. 1080, Al-Nasā`i, 4/134).

 

Dalam hadits tersebut, terdapat perintah Nabi SAW jika pandangan kita terhadap hilal tertutup oleh mendung, maka yang dilakukan adalah memperkirakan hilal :

فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْا لَهُ

“Lalu jika mendung menutupi kamu maka perkirakanlah dia (hilal).” (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan Al-Nasa`i). Akan tetapi perintah tersebut adalah mujmal, yakni perintah yang belum jelas maksudnya.

Namun kemudian perintah memperkirakan hilal yang belum jelas itu, lalu diperjelas dengan hadits lain, yaitu maksudnya adalah menggenapkan bilangan bulan sebanyak 30 hari, sesuai sabda Nabi SAW :

صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْا ثَلاَثِيْنَ

“Berpuasalah kamu (Ramadhan) karena melihat dia (hilal Ramahan) dan berbukalah kamu (beridul Fitri) karena melihat dia (hilal Syawal). Lalu jika mendung menutupi kamu maka perkirakanlah tigapuluh hari.” (HR. Muslim).

 

Imam Syaukani menjelaskan hadits Ibnu ‘Umar RA di atas dengan berkata :

قَوْلُهُ : فَاقْدُرُوْا لَهُ…مَعْنَاهُ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَفِيَّةِ وَجُمْهُوْرِ السَّلَفِ وَالْخَلَفِ فَاقْدُوُرْا لَهُ تَمَامَ الثَّلاَثِيْنَ يَوْماً، لاَ كَمَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَغَيْرُهُ إِنَّ مَعْنَاهُ قَدَّرُوْهُ تَحْتَ الْحِسَابِ

“Sabda Nabi SAW yang berbunyi (فَاقْدُرُوْا لَهُ) (perkirakanlah dia)… maknanya menurut ulama mazhab Syafi’i dan Hanafi, juga jumhur ulama salaf dan khalaf adalah : فاقدورا له تمام الثلاثين يوما (perkirakanlah dia dengan menggenapkan 30 hari), bukan sebagaimana perkataan Ahmad bin Hanbal dan lainnya bahwa maknanya adalah “perkirakanlah hilal itu dengan hisab.” (Imam Syaukani, Nailul Authār, hlm. 842).

 

Contoh lainnya, misalnya Nabi SAW pernah bersabda bahwa Khilafah itu hanya berlangsung selama 30 tahun saja, sesuai sabda Nabi SAW :

اَلْخِلافَةُ فِي أُمَّتِيْ ثَلَاثُونَ سَنَةً ثُمَّ مُلْكٌ بَعْدَ ذَلِكَ

”Khilafah di tengah-tengah umatku berlangsung 30 tahun, kemudian [menjadi Khilafah seperti] kerajaan setelah itu.” (al-khilāfah fī ummatī tsalātsūna sanatan tsumma mulkun ba’da dzālika). (HR. Al-Tirmidzi, Sunan Al-Tirmidzi, no. 2326; Ahmad, Al-Musnad, Juz V, hlm. 313; Al-Nasa`i, Sunan Al-Nasa`i Al-Kubra, no. 8155).

Hadits ini menunjukkan Khilafah di tengah-tengah umat Islam berlangsung 30 tahun saja. Ini adalah hadits yang masih mujmal (global) maknanya, karena tidak ada penjelasan lebih detail mengenai sifat Khilafah yang 30 tahun itu.

 

Namun ada hadits lain yang menjelaskan sifat Khilafah yang berlangsung 30 tahun itu, yaitu Khilafah yang mengikuti metode kenabian (al-Khilafah ‘ala Minhaj al-Nubuwwah). Dalilnya adalah sabda Nabi SAW :

خِلَافَةُ النُّبوَّةِ ثَلَاثُونَ سَنَةً ثُمَّ يُعْطِي اللَّهُ الْمُلكَ أَوْ مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ

”Khilafah yang mengikuti kenabian berlangsung 30 tahun, kemudian Allah memberikan kekuasaan itu atau kekuasaan-Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki.” (HR. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, no. 4646).

 

Jadi, hadits pertama yang sebelumnya (HR. Al-Tirmidzi, Ahmad, dan Al-Nasa`i), dalam ilmu Ushul Fiqih disebut hadits yang mujmal, yakni hadits yang belum jelas maksudnya. Kata “al-Khilafah” yang 30 tahun itu belum jelas maksudnya Khilafah yang seperti apa sifatnya atau seperti apa deskripsinya. Sedang hadits kedua (HR. Abu Dawud), merupakan hadits yang mubayyan (atau mufassar), yaitu hadits yang sudah jelas maksudnya, bahwa “Khilafah yang 30 tahun itu” bukan Khilafah secara mutlak, melainkan Khilafah Nubuwwah (Khilafah yang mengikuti jalan kenabian).

Demikianlah, jadi ketika kita mendapati suatu hadits yang mujmal, yakni belum jelas maksudnya, hendaklah kita tidak terburu-buru menafsirkannya, melainkan hendaknya kita dengan sabar mencari hadits lain yang temanya sama, siapa tahu ada hadits lain yang menjadi bayān, atau penjelasan dari hadits yang mujmal itu.

Jadi kaidah penafsiran sesuai Ilmu Ushul Fiqih di atas dapat pula kita berlakukan pada hadits Nabi SAW yang awalnya tidak menyebutkan nama kota yang akan ditaklukkan di akhir zaman. Ini dapat disebut hadits yang mujmal, yang belum jelas pengertiannya. Namun ternyata kemudian ada hadits lain yang menyebutkan nama kotanya, yakni kota Konstantinopel. Maka hadits kedua ini dapat disebut bayan (penjelasan) bagi hadits pertama, dan dapat juga hadits pertama itu disebut mubayyan/mufassar, yaitu hadits yang sudah terjelaskan atau tertafsirkan, karena Nabi SAW sudah menyebutkan nama kota Konstantinopel dengan jelas.

Kesimpulannya, kota Konstantinopel, atau kota Istanbul di Turki sekarang, adalah kota yang dimaksudkan ketika Nabi SAW menyebutkan bahwa kota itu akan ditaklukkan di akhir zaman dengan ciri satu sisinya terdapat daratan dan pada sisi yang lain terdapat lautan, dan akan ditaklukkan oleh pasukan kaum muslimin dari Bani Ishaq hanya dengan kalimat ”Lā ilāha illallāhu wallāhu akbar.” Kota yang dimaksudkan dalam hadits ini, tiada lain adalah kota Kontantinopel (Istanbul) yang ada di Turki saat ini, bukan kota Roma yang ada di Italia, atau kota lain di Italia, dan lainnya. Inilah pendapat kami yang kami anggap arjah (lebih kuat).

 

Pemahaman kami ini diperkuat dengan dalil lain, yaitu hadits dari Anas bin Malik RA sbb :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ: (فَتْحُ الْقُسْطَنْطِينِيَّةِ مَعَ قِيَامِ السَّاعَةِ) رواه الترمذي في ” السنن ” (2239) ، وصححه الألباني  .

Dari Anas bin Malik RA, bahwa dia berkata,”Penaklukan Konstantinopel akan disertai/dibarengi dengan terjadinya Hari Kiamat.” (HR. Al-Tirmidzi, dalam Sunan Al-Tirmidzi, no. 2239; hadits ini dinilai sebagai hadits shahih oleh Syekh Nashiruddin Al-Albani).

 

Kesimpulan kami adalah :

Pertama, kota yang akan ditaklukkan di akhir zaman menjelang Hari Kiamat, yang cirinya adalah satu sisinya terdapat daratan dan pada sisi yang lain terdapat lautan, dan akan ditaklukkan oleh pasukan kaum muslimin dari Bani Ishaq hanya dengan kalimat ”Lā ilāha illallāhu wallāhu akbar,” adalah kota Konstantinopel, atau kota Istanbul yang ada di Turki saat ini. Jadi bukan kota Roma yang ada di Italia, atau kota lainnya di Italia, meski ada sebagian ulama yang berpendapat demikian.

Kedua, bahwa kota Roma (yang ada di Italia saat ini) juga akan ditaklukkan di masa yang akan datang sebagaimana diberitakan oleh hadits Nabi SAW. (HR. Ahmad, 2/176; Al-Dārimi, 1/126). Namun penaklukan kota Roma ini tidak sama atau tidak identik dengan penaklukan kota Konstantinopel. Penaklukan kota Roma adalah satu hal, sedangkan penaklukan kota Konstantinopel adalah hal yang lain. Penaklukan kota Roma di Italia tidak menafikan penaklukan kota Konstantinopel yang kedua, yang akan terjadi di masa depan menjelang munculnya Dajjāl dan turunnya Nabi Isa AS. (Muhammad bin Isma’il Al-Muqaddam, Fiqh Asyrāth Al-Sā’ah, Iskandariyah : Al-Dār Al-‘Ālimiyyah li Al-Nasyr wa Al-Tawzī’, 1429 H/2008 M, Cetakan IX, hlm. 268-270). Wallāhu a’lam.

 

 

Tasikmalaya, 12 Februari 2025

Muhammad Shiddiq Al-Jawi