
Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Tanya :
Ustadz, bolehkah saya bershadaqah tapi atas nama ayah atau ibu saya yang sudah meninggal? (Hamba Allah)
Jawab :
Boleh hukumnya seseorang bershadaqah untuk ayah atau ibunya yang meninggal, dan pahala shadaqah itu akan sampai kepada ayah atau ibunya yang sudah meninggal. Imam Syaukani dalam kitabnya Nailul Authār mengatakan :
… أَنَّ الصَّدَقَةَ مِنْ الْوَلَدِ تَلْحَقُ الْوَالِدَيْنِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا بِدُونِ وَصِيَّةٍ مِنْهُمَا وَيَصِلُ إِلَيْهِمَا ثَوَابُهَا
“Sesungguhnya shadaqah dari anak akan sampai kepada kedua orang tuanya setelah meninggalnya keduanya, walaupun tanpa washiat dari keduanya, dan pahalanya akan sampai kepada keduanya.” (Imam Syaukani, Nailul Authār, 4/105).
Dalilnya adalah hadits-hadits Nabi SAW. Di antaranya:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إنَّ أُمِّي افْتُلَتَتْ نَفْسُهَا، وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ؛ فَهَلْ لَهَا أَجْرٌ إنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا ؟ قَالَ: نَعَمْ. رواه البخاري (1388)، ومسلم (1004)
Dari ‘A`isyah RA, dia berkata,”Sesungguhnya seorang laki-laki telah bertanya kepada Nabi SAW,’Sesungguhnya ibuku telah meninggal secara mendadak, dan saya kira kalau beliau masih bisa berbicara (masih hidup), beliau akan bershadaqah. Apakah beliau akan mendapat pahala jika saya bershadaqah atas nama beliau?’ Nabi SAW menjawab,’Ya.” (HR. Al-Bukhari no. 1388; Muslim no. 1004).
Dalam hadits lain :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إنَّ أَبِي مَاتَ، وَتَرَكَ مَالًا، وَلَمْ يُوصِ؛ فَهَلْ يُكَفِّرُ عَنْهُ إنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهُ ؟ فَقَالَ: نَعَمْ. رواه مسلم (1630)
Dari Abu Hurairah RA,”Sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW,’Sesungguhnya ayahku telah meninggal dunia, dan dia mewariskan harta, namun dia tidak berwasiat. Dapatkah harta itu menghapus dosa-dosanya jika harta tersebut saya shadaqahkan atas namanya?” Nabi SAW menjawab, “Ya.” (HR. Muslim, no. 1630).
Dalam hadits yang lain :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ وَهُوَ غَائِبٌ عَنْهَا، فَأَتَى النَّبِيَّ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا؛ فَهَلْ يَنْفَعُهَا إِنْ تَصَدَّقَتْ عَنْهَا قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَإِنِّي أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِي الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَنْهَا. رواه البخاري (2756)
Dari Abdullah bin ‘Abbas RA, bahwa Sa’ad bin ‘Ubadah telah meninggal ibunya padahal dia (Sa’ad bin ‘Ubadah) sedang tidak berada di tempat (pergi, dsb). Lalu dia mendatangi Nabi SAW dan bertanya,”Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia padahal saya sedang tidak berada di tempat. Apakah bermanfaat untuknya kalau saya bershadaqah untuknya? Nabi SAW menjawab,”Ya.” Dia pun berkata,”Kalau begitu, sesungguhnya saya bersaksi bahwa tanah subur di dekat tembok saya adalah shadaqah atas namanya.” (HR. Al-Bukhari, no. 2756).
Berdasarkan hadits-hadits di atas, jelaslah bahwa boleh hukumnya seseorang bershadaqah atas nama ayahnya atau ibunya yang sudah meninggal. Dan in syā’a Allah pahala shadaqah itu akan sampai kepada ayahnya atau ibunya yang sudah meninggal itu, walaupun shadaqah ini tidak dilakukan oleh keduanya, atau tidak berdasarkan washiat dari keduanya, melainkan dilakukan oleh anak keduanya. Dan ini kata Imam Syaukani merupakan salah satu perkecualian dari ayat Al-Qur`an bahwa pada dasarnya seseorang tidak mendapat pahala, kecuali dari perbuatan yang dia lakukan sendiri. (Imam Syaukani, Nailul Authār, 4/105). Firman Allah SWT :
وَاَنْ لَّيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّا مَا سَعٰىۙ
“Manusia itu hanya memperoleh dari apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Najm : 39).
Wallāhu a’lam.
Yogyakarta, 11 Maret 2025
Muhammad Shiddiq Al-Jawi