
Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Tanya :
Bolehkah kita mengangkat seseorang dengan akad ijarah sebagai Brand Ambassador (BA) produk kita dengan memberikan syarat dia tidak boleh menjadi Brand Ambassador produk yang semisal dari pihak lain. Misal di sini sebagai BA dari suatu perusahaan developer, yang memberikan syarat dalam akad ijarahnya tidak boleh menjadi BA bagi perusahaan developer yang lain. (Firli, Yogyakarta)
Jawab :
Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, lebih dulu perlu diketahui bahwa pekerja (ajīr) dalam Fiqih Ijarah (hukum Islam seputar kerja/jasa) dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
Pertama, pekerja khusus (ajīr khāsh), yaitu pekerja yang selama jam kerja, hanya melayani satu pemberi kerja (musta`jīr) saja, tidak boleh melayani pemberi kerja (musta`jīr) yang lain. Misalnya, seorang guru yang digaji oleh pemerintah atau swasta di sekolah tertentu, adalah pekerja khusus (ajīr khāsh), sehingga selama jam kerja dia tidak boleh mengajar di sekolah yang lain.
Kedua, pekerja publik (ajīr ‘ām/ajīr musytarak), yaitu pekerja yang selama jam kerjanya melayani banyak pemberi kerja (musta`jīr), tidak hanya melayani satu pemberi kerja saja. Contohnya tukang servis sepatu, tukang servis tas, tukang cukur, tukang arloji, penjahit, dokter yang membuka praktik umum, dan yang semisalnya. Jadi selama jam kerjanya, misalnya dari jam 08:00 sampai dengan 15:00 seorang penjahit (al-khayyāth) dibolehkan melayani banyak orang sebagai pemberi kerja (musta`jīr) untuk menjahitkan baju mereka. (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakshiyyah al-Islāmiyyah, 2/323-324, Bab Anwa’ a-Ujarā`I, Wahbah al-Zuhayli, Al-Fiqh al-Islāmi wa Adillatuhu, 4/766-767).
Inilah macam-macam pekerja (ajīr) dalam Fiqih Islam. Masing-masingnya mempunyai ketentuan hukum syara’ tersendiri, misalnya masalah kapan seorang pekerja (ajīr) berhak mendapat gaji (harus beres dulu pekerjaanya ataukah tidak), atau sejauh mana pekerja bertanggung jawab terhadap kerusakan barang milik pelanggan, termasuk juga, apakah seorang pemberi kerja (musta`jīr) berhak melarang pekerja (ajīr) untuk bekerja kepada pemberi kerja (musta`jīr) lain selama masa kerja (muddatul ‘amal) dari pekerja (ajīr) itu.
Syekh Wahbah al-Zuhayli menjelaskan apakah pemberi kerja (musta`jīr) berhak melarang pekerja (ajīr) untuk bekerja kepada pemberi kerja (musta`jīr) lain, dengan berkata :
الْأَجِيرُ الْمُشْتَرَكُ: هُوَ الَّذِي يَعْمَلُ الْعَامَّةُ النَّاسُ كَالصَبَّاغِ وَالْحَدَّادِ وَالْكَوََاءِ وَنَحْوِهِمْ. وَحُكْمُهُ أَنَّهُ يَجُوزُ لَهُ الْعَمَلُ لِكَافَّةِ النَّاسِ، وَلَيْسَ لِمَنْ اسْتَأْجَرَهُ أَنْ يَمْنَعَهُ عَنْ الْعَمَلِ لِغَيْرِهِ. وهبة الزحيلي، الفقه الإسلامي وأدلته – ج 4 ص 766-767
“Pekerja publik (ajīr musytarak), adalah orang yang bekerja untuk umumnya masyarakat, seperti tukang celup (pewarna tekstil), tukang besi, tukang seterika, dan semisalnya. Hukum syara’ untuk pekerja publik (ajīr musytarak) adalah dia boleh bekerja untuk seluruh masyarakat (tidak khusus untuk satu pemberi kerja), dan siapa saja yang mempekerjakan dia, tidak berhak melarang dia untuk bekerja kepada orang lain.” (Wahbah al-Zuhayli, Al-Fiqh al-Islāmi wa Adillatuhu, 4/766-767).
Berdasarkan penjelasan Syekh Wahbah al-Zuhayli di atas, jelaslah bahwa tidak boleh hukumnya seorang pemberi kerja (musta`jīr) melarang seorang pekerja publik (ajīr musytarak) untuk bekerja pada pemberi kerja (musta`jīr) yang lain. Perhatikan penjelasan Syekh Wahbah al-Zuhayli :
وَلَيْسَ لِمَنْ اسْتَأْجَرَهُ أَنْ يَمْنَعَهُ عَنْ الْعَمَلِ لِغَيْرِهِ
“…dan siapa saja yang mempekerjakan dia (pekerja publik), tidak berhak melarang dia untuk bekerja kepada orang lain.” Inilah hukum untuk pekerja publik (ajīr musytarak).
Dari sini dapat diambil pengertian sebaliknya (mafhūm mukhālafah), berarti kalau pekerja itu statusnya adalah pekerja khusus (ajīr khāsh), bukan pekerja publik (ajīr musytarak), boleh hukumnya pihak pemberi kerja (musta`jīr) melarang pekerja khusus (ajīr khāsh) yang dia pekerjakan itu, untuk bekerja pada pemberi kerja (musta`jīr) yang lain. Inilah hukum untuk pekerja khusus (ajīr khāsh), yang memang berbeda dengan hukum untuk pekerja publik (ajīr musytarak).
Maka dari itu, kita menemukan jawaban untuk pertanyaan yang diajukan di atas, yakni apakah perusahaan developer yang sudah mempekerjakan seorang BA (brand ambassador), berhak mensyaratkan BA-nya tersebut tidak boleh bekerja di perusahaan developer sejenis? Jawabannya, berhak, karena BA tersebut adalah pekerja khusus (ajīr khāsh), yang ketentuan syariahnya adalah tidak boleh dia bekerja pada pemberi kerja (musta`jīr) yang lain selama masa kerja (muddatul ‘amal) yang ditetapkan untuk pekerja khusus (ajīr khāsh) itu. Wallāhu a’lam.
Bandung, 17 Mei 2025
Muhammad Shiddiq Al-Jawi