Mediaumat.info – Setelah membaca adanya peluang atau kemungkinan Suriah menjadi khilafah, terutama pasca tumbangnya rezim Assad beberapa hari lalu, Pakar Fikih Kontemporer KH Muhammad Shiddiq al-Jawi menyampaikan ada empat syarat pembaiatan seorang khalifah dalam hal ini pemimpin sebuah kekhilafahan Islam.
“Ada empat syarat bagi suatu negeri al-quthr atau al-balad (suatu negeri) yang akan membaiat khalifah dalam kondisi tiadanya khilafah sama sekali,” ujarnya dalam Kajian Soal Jawab Fiqih Siyasah: Empat Syarat Pembaiatan Kh4l1fah Untuk Kasus Suri4h Dewasa Ini, Kamis (12/12/2024) di kanal YouTube Ngaji Subuh.
Pertama, kekuasaan yang ada di negeri tersebut, haruslah merupakan kekuasaan yang mandiri (sulthān dzāty) atau bersandar kepada kaum Muslim semata, yang berarti tidak bersandar kepada negara atau bahkan orang asing (kafir).
Dalilnya, di dalam kitab Muqaddimat al-Dustūr, Juz I, hlm. 125, yang menyandarkan pada QS an-Nisa’ ayat 141. “Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin,” demikian bunyi ayat dimaksud.
Kedua, keamanan di negeri tersebut haruslah merupakan keamanan Islam. Menukil kitab Muqaddimat al-Dustūr, Juz I, hlm. 126; Manhaj Hizbut Tahrīr, hlm. 4, misalnya, suatu keamanan bisa dianggap sesuai dengan ketentuan dimaksud apabila negeri tersebut menerapkan hukum-hukum Islam, serta keamanannya pun berada di tangan kaum Muslim.
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla sungguh telah menjadikan bagi kalian saudara-saudara dan negeri (dār) yang kalian akan aman di dalamnya.” kata Kiai Shiddiq, mengutip keterangan Ibnu Hisyam, yang termaktub di dalam kitab Al-Shīrah al-Nabawiyyah, 1/468.
Ketiga, negeri tersebut harus segera memulai penerapan Islam di dalam negeri dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.
Di antara dasarnya adalah, dalil-dalil yang mewajibkan umat Islam untuk menerapkan syariah Islam, dan yang mewajibkan umat Islam untuk melaksanakan jihad fi sabilillah (Abdul Qadim Zallum, Nizham al-Hukm fī al-Islam, hlm. 15-16; Taqiyuddin an-Nabhani, Al-Syakhshiyyah al-Islāmiyyah, Juz II, 148-149).
Kewajiban menerapkan syariat Islam sendiri, Kiai Shiddiq menyandarkan pada QS Al-Maidah ayat 48 dengan penegasan ayat ke-44, yang intinya Allah SWT memerintahkan agar manusia tidak menuruti hawa nafsu, serta memutuskan segala sesuatu hanya dengan ketentuan dari-Nya.
Sedangkan dalil yang mewajibkan umat Islam berjihad fi sabilillah, terdapat di QS at-Taubah: 29, yang artinya:
‘Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan Hari Akhir, tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan (oleh) Allah dan Rasul-Nya, dan tidak beragama dengan agama yang hak (Islam), yaitu orang-orang yang telah diberikan kitab (Yahudi dan Nasrani) hingga mereka membayar jizyah sesuai kemampuan (mereka) dan mereka dalam keadaan tunduk (kepada hukum Islam).’
Berkaitan perintah jihad ini, Allah SWT berfirman bahwa Dirinya mengetahui segala sesuatu yang baik tetapi tak tampak di mata manusia.
“Diwajibkan atasmu berperang, padahal perang itu sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui,” demikian bunyi QS al-Baqarah: 216.
Kemudian untuk syarat keempat, sambung Kiai Shiddiq, khalifah yang dibaiat harus memenuhi syarat-syarat baiat in’iqād, sekalipun tidak memenuhi syarat-syarat keutamaan (afdhaliyah), karena yang menjadi standar/patokan (al-‘ibrah) adalah syarat-syarat in’iqād.
Untuk ditambahkan, dalil syarat tersebut dikutip Kiai Shiddiq dari kitab Nizhām al-Ḥukm fī al-Islām, 59-60, karya Syekh ‘Abdul Qadim Zallum; dan kitab Al-Syakhshiyyah al-Islāmiyyah, Juz II, hlm, 26; serta Muqaddimat al-Dustūr, Juz I, hlm. 125-130, karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani.
Di saat yang sama, secara terperinci Kiai Shiddiq mengingatkan bahwa terdapat tujuh syarat baiat pengangkatan (in’iqad) seorang khalifah, yaitu Muslim, laki-laki, berakal (aqil), baligh atau dewasa, adil dalam hal ini bukan orang fasik, merdeka (bukan budak), dan mampu.
Terakhir, sekali lagi Kiai Shiddiq menegaskan sebagaimana disebut sebelumnya, terdapat syarat keutamaan (afdhaliyah) yang sifatnya tidak wajib bagi seorang khalifah. Misalnya, seorang khalifah sebaiknya orang keturunan suku Quraisy atau mujtahid, dsb (‘Abdul Qadīm Zallūm, Nizhāmul Ḥukm fi Al-Islām, hlm. 53-54).[] Zainul Krian
Source.
https://media-umat.info/khilafah-tegak-pasca-rezim-suriah-tumbang-pakar-beberkan-empat-syarat-pembaiatan-khalifah/