Home Fiqih Fiqih ibadah HUKUM PEREMPUAN NAIK HAJI BERSAMA SAUDARA IPAR LAKI-LAKINYA

HUKUM PEREMPUAN NAIK HAJI BERSAMA SAUDARA IPAR LAKI-LAKINYA

265

Oleh : KH. M. Shiddiq Al Jawi

Tanya :
Assalamu’alaikum wr wb.
Ustaz saya sudah membaca tulisan tentang wanita haram haji tanpa mahrom. Minta saran tegas aja untuk pribadi saya. Saya diminta kakak memakai porsi haji ibu, karena ibu jatuh sehingga tlidak bisa jalan & secara usia sudah 88 tahun tidak memungkinkan. Jadi mau ganti nama saya. Alasannya, daripada porsi tidak terpakai, sayang daripada nunggu lama, sementara saya blm pernah haji. Jadi kalau saya berangkat dengan kakak kandung perempuan plus ipar laki-laki (suami kakak), berarti tidak boleh ya Taz? (Hamba Allah)

Jawab :

Wa alaikumus salam wr wb

Tidak boleh hukumnya seorang wanita naik haji, kecuali disertai mahramnya atau suaminya.

Inilah pendapat yang rajih (lebih kuat) dalam masalah ini, sebagaimana pendapat yang dipilih oleh Imam Taqiyuddin An-Nabhani :

وَمَنَعَ الْمَرْأَةَ مِنَ السَّفَرِ، وَلَوْ إِلَى الْحَجِّ دُوْنَ مَحْرَمٍ

“Syariah telah melarang wanita dari safar (perjalanan selama sehari semalam atau lebih), walaupun perjalanan naik haji, tanpa disertai mahramnya.” (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Nizham Al-Ijtima’i fi Al-Islam, hlm. 34).

Di antara dalilnya adalah hadits Ibnu Abbas RA, Nabi SAW bersabda:

لا تُسَافِرِ المَرْأَةُ إلَّا مع ذِي مَحْرَمٍ، ولَا يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إلَّا ومعهَا مَحْرَمٌ، فَقالَ رَجُلٌ: يا رَسولَ اللَّهِ إنِّي أُرِيدُ أنْ أخْرُجَ في جَيْشِ كَذَا وكَذَا، وامْرَأَتي تُرِيدُ الحَجَّ، فَقالَ: اخْرُجْ معهَا

“Seorang wanita tidak boleh melakukan safar kecuali bersama mahramnya. Dan lelaki tidak boleh masuk ke rumahnya kecuali ada mahramnya”. Seorang sahabat lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku berniat untuk berangkat (jihad) untuk perang ini dan itu, sedangkan istriku ingin berhaji.” Nabi SAW bersabda: “Temanilah istrimu berhaji.” (HR. Bukhari no. 1862; Muslim no. 1341).

Dalam hadits ini, Nabi SAW membatalkan rencana seorang sahabat yang hendak berjihad demi untuk menemani istrinya yang akan berhaji. Padahal hukum jihad tidak lepas dari dua kemungkinan hukum, wajib atau sunnah. Jika jihad itu wajib, tidak mungkin perkara yang wajib digugurkan demi melakukan sesuatu yang mubah (berhaji menemani istri). Dan jika jihad tersebut sunnah, maka juga tidak mungkin jihad yang merupakan ibadah yang agung dan paling utama digugurkan demi perkara yang mubah (berhaji menemani istri).

Ini menunjukkan wajibnya wanita ditemani mahramnya atau suaminya ketika berhaji.

Yang dimaksud mahram di sini adalah mahram mu’abbad (mahram abadi), seperti ayahnya, saudara laki-lakinya, anak laki-lakinya, dan lain-lain. Mahram abadi adalah laki-laki yang menurut syariah dibolehkan melihat sebagian aurat wanita, misalnya rambutnya atau lehernya.

Adapun mahram mu’aqqat (mahram sementara) bagi wanita, seperti suami dari saudara perempuannya, yakni saudara ipar laki-lakinya, tidak termasuk mahram yang dibolehkan syariah menemani wanita dalam safar termasuk dalam haji.

Jadi kesimpulannya, tidak boleh seorang wanita berangkat haji ditemani suami dari saudara perempuannya, walau pun saudara perempuannya itu juga ikut naik haji.

Wallahu a’lam

Yogyakarta, 19 Juli 2022

M. Shiddiq Al Jawi