Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Tanya :
Afwan Ustadz, saya lihat di medsos, seorang mualaf bernama xxx xxx, bagi-bagi hadiah, tapi dengan biaya pendaftaran, tapi katanya tidak diundi, bagaimana Ustadz hukumnya, tentang kebenarannya dan boleh tidaknya? Info tambahan, katanya uang pendaftaran itu tidak untuk pemberi hadiah, tetapi untuk bank sebagai biaya pengaktifan rekening penerima hadiah. Kalau seperti ini bagaimana hukumnya Ustadz? Dan katanya hadiah itu sudah mendapat ijin dari OJK dan kepolisian. Jazakallahu khairan. (Hassan Indarto, Bantul).
Jawab :
Komentar kami terhadap program bagi-bagi hadiah oleh seorang muallaf tersebut, jika benar faktanya demikian, adalah sebagai berikut :
Pertama, jika muallaf itu mengambil uang pendaftaran untuk kegiatan bagi-bagi hadiah darinya, maka itu tidak memenuhi definisi hadiah, karena hadiah definisinya adalah tamliikun fil hayati bilaa ‘iwadhin, yakni pemindahan hak milik pada saat hidupnya pemberi hadiah, tanpa imbalan. Sedangkan muallaf itu telah mendapat imbalan, yaitu berupa uang pendaftaran dari peserta.
Kedua, jika dari uang pendaftaran yang masuk itu lalu digunakan untuk membeli hadiah, lalu pemberian hadiahnya dilakukan secara undian, maka ini adalah judi, dan bukan bagi-bagi hadiah.
Tidak dapat diterima alasan bahwa uang pendaftaran itu tidak untuk pemberi hadiah, tetapi untuk bank sebagai biaya pengaktifan rekening penerima hadiah. Tidak dapat diterima alasan tersebut, karena uang pendaftaran itu tetap masuk ke rekeningnya si muallaf lebih dulu, tidak langsung masuk ke rekeningnya bank. Yang benar atau seharusnya, muallaf itu cukup menetapkan syarat secara khusus untuk penerima hadiah, bahwa penerima hadiah harus punya rekening bank, syarat ini sudah cukup, tidak perlu ada syarat secara umum ada uang pendaftaran dari semua peserta. Jika syarat umum ini diberlakukan, akan berakibat masuknya semua uang pendaftaran lebih dulu ke rekeningnya muallaf, padahal nanti yang menjadi pemenang hanya sebagian dari keseluruhan peserta.
Jadi muncul pertanyaan sini, jika pemenangnya diundi, atau pemenangnya hanya sebagian dari seluruh peserta, mengapa uang pendaftraran diambil dari SEMUA peserta? Bukankah nanti uang pendaftaran dari semua peserta itu, masuk ke rekeningnya muallaf, misal ada 10.000 orang peserta dikalikan sekian rupiah uang pendaftaran, sedangkan jumlah yang menang tentu tidak semuanya (10.000 peserta), dan mungkin hanya beberapa orang (misal 10 orang). Lha, bagaimana itu untuk orang lainnya yang tidak menang (10.000 peserta, dikurangi 10 orang yang menang), uangnya dikemanain oleh muallaf?
Alasan bahwa katanya hadiah itu sudah mendapat ijin dari OJK dan kepolisian, juga tidak dapat diterima, karena OJK dan Kepolisisan bukan lembaga fatwa syariah. Seharusnya, mintalah ijin atau fatwa dari lembaga fatwa syariah, itu yang lebih utama dan lebih penting demi menenteramkan hati umat dan mendapat kepercayaan dari peserta bagi-bagi hadiah. Jadi walaupun mendapat ijin dari OJK dan kepolisian, pemberian hadiah itu menurut kami, tetap haram atau minimal syubhat (yakni meragukan alias abu-abu) menurut hukum Islam. Alasannya setidaknya ada 2 (dua), yaitu : (1) tidak memenuhi definisi hadiah, dan (2) merupakan judi, atau setidak-tidaknya ada syubhat seperti judi.
Saran kami kepada muallaf tersebut, hentikan program bagi-bagi hadiah itu. Jika tetap mau dilaksanakan, hapuskan uang pendaftaran, sekali lagi, hapuskan itu uang pendaftaran. Lalu mintalah fatwa dari lembaga fatwa syariah yang dapat dipercaya, bukan minta fatwa dari OJK atau Kepolisian. Wallāhu a’lam.
Bandung, 26 April 2024
Muhammad Shiddiq Al-Jawi