Home Fiqih Fiqih Siyasah MEMBANTAH PENJELASAN JUBIR KEMENKES MENGENAI PRO KONTRA PENYEDIAAN ALAT KONTRASEPSI UNTUK SISWA...

MEMBANTAH PENJELASAN JUBIR KEMENKES MENGENAI PRO KONTRA PENYEDIAAN ALAT KONTRASEPSI UNTUK SISWA DAN REMAJA

155
Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi | Pakar Fiqih Kontemporer

 

Pengantar

Kritik-kritik keras dari masyarakat, termasuk dari DPR RI, akhirnya gencar menyoal PP (Peraturan Pemerintah) 28/2024 yang disinyalir akan melegalisasi penyediaan alat kontrasepsi untuk siswa dan remaja.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril, memberikan penjelasan,”Jadi, penyediaan alat kontrasepsi itu hanya diberikan kepada remaja yang sudah menikah untuk dapat menunda kehamilan hingga umur yang aman untuk hamil.” Demikian keterangan resmi Jubir Kementerian Kesehatan, pada hari Selasa 6 Agustus 2024, seperti yang diberitakan oleh tempo.co.

Selanjutnya Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril menjelaskan bahwa akan dikeluarkan Permenkes (Peraturan Menteri Kesehatan) yang menjelaskan secara lebih detail PP 28/2024 tersebut agar PP ini tidak disalahtafsirkan oleh masyarakat.(https://nasional.tempo.co/read/1900425/kemenkes-alat-kontrasepsi-hanya-untuk-remaja-yang-sudah-menikah).

 

Komentar (Bantahan)

Kami bertanya kepada Jubir Kemenkes, pasal manakah dari PP 28/2024 yang mengatakan bahwa penyediaan alat kontrasepsi untuk anak usia sekolah dan remaja hanya untuk yang sudah menikah? Pasal berapakah itu, Pak Jubir? Tidak ada pasal itu di PP 28/2024. Kalau ada, tolong tunjukkan pasal berapa ayat berapa wahai Pak Jubir Kementerian Kesehatan!

Kami sudah membaca Bagian Keempat dari PP 28/2024 tersebut khususnya mengenai Kesehatan Reproduksi dari pasal 96 s/d pasal 130, namun tidak ada satu pun pasal yang kami temukan yang mengatakan pemberian alat kontrasepsi hanya untuk siswa atau remaja yang sudah menikah.

Oleh karena itu, solusinya bukanlah mengeluarkan Permenkes yang merinci PP 28/2024, melainkan membatalkan PP 28/2024! Mengapa? Sebab Permenkes itu tidak mempunyai dasar hukum untuk mengatakan pemberian alat kontrasepsi hanya untuk siswa dan remaja yang sudah menikah, karena pasal yang maknanya seperti ini tidak ada dalam PP 28/2024.

Jadi, ketika Jubir Kemenkes menyatakan “alat kontrasepsi hanya untuk yang sudah menikah” sebenarnya itu hanya opini subjektif yang ada dalam pikiran beliau saja, tapi secara faktual tidak ada pasal dengan redaksi atau teks yang seperti itu dalam PP 28/2024. Oleh karena itu, sekali lagi, solusinya bukanlah mengeluarkan Permenkes yang merinci lebih jauh PP 28/2024, khususnya Bagian Keempat mengenai penyediaan alat kontrasepsi, melainkan membatalkan sama sekali PP 28/2024 tersebut !

Mengapa demikian? Karena jika hanya mengeluarkan Permenkes, maka boleh jadi Permenkes itu akan dibatalkan oleh Permenkes baru oleh Menteri Kesehatan berikutnya yang liberal/sekuler, yang akan “mengembalikan makna asli” dari PP 28/2024 yang liberal dan sekuler, yang memang membolehkan pemberian alat kontrasepsi kepada siswa dan remaja secara umum, baik yang belum menikah maupun yang sudah menikah.

Dalam pasal 103 ayat (4) PP 28/2024 tersebut tertuang dengan jelas, bahwa pelayanan kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (yaitu pelayanan kesehatan bagi anak usia sekolah dan remaja) paling sedikit meliputi : (a) deteksi dini penyakit atau skrining, (b) pengobatan, (c) rehabilitasi, (d) konseling, dan (e) penyediaan alat kontrasepsi.

Di dalam dokumen Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, halaman 19, yang terletak di bagian akhir dari dokumen PP 28/2024 ini, terdapat penjelasan untuk pasal 103 ayat (4) tersebut sebagai berikut :

Ayat (4)
           Cukup jelas.

Jadi sudah cukup jelas, bahwa dalam pasal 103 ayat 4 huruf e tersebut, bahwa penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja itu memang berlaku secara umum, baik untuk yang sudah menikah maupun yang belum menikah. Hal ini karena tidak ada pasal atau ayat yang bersifat limitative (pembatasan) untuk pasal tersebut, yaitu yang memberi batasan (limitasi) bahwa penyediaan alat kontrasepsi yang dimaksud adalah khusus untuk yang sudah menikah saja, bukan yang lain. Pasal yang limitative seperti ini tidak ada dalam PP 28/2024, khususnya pasal 103 ayat 4 huruf e.

Jika penyusun PP  ini memang berniat baik dan mulia, bahwa penyediaan alat kontrasepsi ini khusus untuk siswa dan remaja yang sudah menikah, mestinya batasan (limitasi) ini dicantumkan dalam penjelasan untuk pasal 103 ayat (4) tersebut. Misalnya, ada penjelasan dengan kalimat,”Penyediaan alat kontrasepsi yang dimaksud dalam pasal 103 ayat (4) tersebut, hanya terbatas bagi siswa atau remaja yang sudah menikah.” Apa sulitnya menuliskan kalimat sederhana seperti itu dalam penjelasan pasal 103 ayat (4) itu? Mengapa redaksi yang bersifat limitative ini tidak ada? Mengapa penjelasannya hanya berupa kalimat singkat yang naif : cukup jelas. Cukup jelas yang bagaimana maksudnya? Apakah maksudnya cukup jelas bahwa PP ini memang berniat keji untuk menciptakan generasi muda yang bermoral bejat yang hobinya berzina?

Jadi, jangan dikatakan masyarakat telah salah tafsir, ketika mereka memahami bahwa penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja itu, berlaku secara umum, baik untuk yang sudah menikah maupun yang belum menikah, karena memang tidak ada batasan (limitasi) yang ditetapkan oleh penyusun PP ini bahwa penyediaan alat kontrasepsi yang dimaksud hanya untuk yang sudah menikah.

 

Kesimpulan

Walhasil, kami tetap berkesimpulan, bahwa PP 28/2024 walaupun maksudnya baik, namun maksud baik itu telah sirna dan tidak ada nilainya karena telah terhapuskan oleh kebejatan moral para pembuat PP yang patut diduga bermaksud keji menghancurkan generasi muda dengan melegalisasi sex bebas alias zina.

PP 28/2024 tidak boleh hukumnya menurut syariah Islam dilaksanakan oleh seluruh pihak pemangku kepentingan (stake holder), baik itu dokter, tenaga medis, apoteker, rumah sakit, klinik, dan sebagainya, karena PP 28/2024 adalah sarana haram yang akan menjerumuskan generasi muda pada lembah perzinaan yang hina, yang akan dapat mengantarkan para pelaku zina itu ke neraka Jahannam. Na’ūzhu billāhi min dzālik.

Sebuah kaidah fiqih (al-qawā’id al-fiqhiyyah) menyebutkan bahwa :

اَلْوَسِيْلَةُ إلىَ الْحَراَمِ حَرَامٌ

“Segala macam perantaraan/jalan (al-wasilah) kepada yang haram, hukumnya haram.” (Abu ‘Abdirrahman bin Majid Al-Jaza`iri, Al-Qawā’id Al-Fiqhiyyah Al-Mustakhrajah min I’lām Al-Muwaqqi’īn, hlm. 502).

Jadi, PP 28/2024 tersebut, khususnya pada pasal-pasal yang diduga kuat menyangkut legalisasi zina, haram untuk dilaksanakan. Hal ini karena PP tersebut berarti sudah menjadi sarana/jalan (al-wasīlah) yang patut diduga kuat mengarah pada legalisasi zina di kalangan anak usia sekolah dan remaja. Padahal zina itu sudah tegas dan jelas diharamkan secara qath’i (pasti/tegas) dalam agama Islam, sesuai firman Allah SWT :

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةًۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا

“Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan yang keji dan jalan yang terburuk.” (QS Al-Isrā` : 32). Wallāhu a’lam.

Ya Allah, kami sudah menyampaikan, saksikanlah.

 

Yogyakarta, 8 Agustus 2024
Muhammad Shiddiq Al-Jawi