Tinta Media – Menanggapi pernyataan bahwa L68T adalah kodrat, Pakar Fiqih Kontemporer sekaligus Founder Institut Muamalah Indonesia KH M. Shiddiq Al-Jawi, M.Si. berpendapat bahwa itu adalah penyimpangan perilaku, bukan kodrat.
“L68T itu adalah penyimpangan perilaku. Jadi bukan kodrat, seperti disampaikan oleh salah seorang menteri di rezim sekarang,” tuturnya Pada Kajian Fiqih: LGBT, Haram atau Kodrat? di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn, Jumat (2/6/2023).
Menurutnya, jika disebut kodrat itu artinya memberikan legitimasi dan legalisasi terhadap L68T. “Tentu ini tidak dibolehkan seorang muslim kok ngomong L68T itu kodrat,” ujarnya.
Kriminal
USAJ, sebutan akrab Ustadz Shiddiq menyampaikan pandangan syariah Islam terkait L68T sebagai kejahatan (kriminal) dan wajib dihukum dengan sanksi pidana syariah yang tegas. “L68T disebut kriminal, karena hukumnya haram dalam Islam,” tegasnya.
“Kriminal (al-jariimah) dalam Islam didefinisikan sebagai perbuatan melakukan yang haram atau meninggalkan yang wajib. (Abdurrahman Al Maliki,Nizhamul ‘Uqubat, hlm. 15),” lanjutnya.
Mengenai lesbianisme, USAJ menyampaikan bahwa Syariah Islam dengan jelas telah mengharamkan lesbianisme. Dalam kitab-kitab fiqih, lesbianisme disebut dengan istilah as-sihaaqataual- musahaqah, yaitu hubungan seksual wanita dengan wanita. “Tak ada khilafiyah (perbedaan pendapat) di kalangan fuqaha bahwa lesbianisme (assihaq/al-musahaqah) hukumnya haram,” jelasnya.
Disampaikannya dalil keharamannya antara lain sabda Rasulullah SAW: “Lesbianisme adalah [bagaikan] zina di antara wanita” (as-sihaq zina annisaa` bainahunna). (HR Thabrani, dalamal-Mu’jam al-Kabir, 22/63).
Kiai Shiddiq juga memaparkan sanksi pidana untuk lesbianisme adalah hukuman ta’zir, yaitu satu jenis hukuman dalam sistem pidana Islam yang tidak dijelaskan oleh sebuah nash khusus dalam Al-Qur`an atau Al-Hadits.
“Jenis dan kadar hukumannya diserahkan kepada qadhi (hakim syariah) dalam sebuah peradilan syariah (al-qadha`). Ta’zir ini bisa berupa hukuman cambuk, penjara, publikasi (al-tasyhir), dan sebagainya. (Sa’ud al-Utaibi,AlMausu’ah Al-Jina`iyah al-Islamiyah, hal. 452; Abdurrahman Al Maliki, Nizham Al-Uqubat, hal. 9),” paparnya.
Adapun gay (homoseksual), menurut USAJ hukumnya juga haram dalam Islam. Dalam kitab-kitab fiqih perbuatan gay atau homoseksual disebut dengan istilah al-liwaath, yaitu hubungan seksual laki-laki dengan sesama laki-laki-laki. “Tak ada khilafiyah di kalangan fuqaha bahwa al-liwaath hukumnya haram,” tegasnya.
Disampaikannya pendapat Imam Ibnu Qudamah yang mengatakan bahwa telah sepakat (ijma’) seluruh ulama mengenai haramnya homoseksual (ajma’a ahlul ‘ilmi ‘ala tahrim al-liwaath). (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 12/348). “Khilafiyah hanya ada mengenai tatacara hukuman mati untuk pelaku homoseksual. (Abdurrahman Al-Maliki, Nizhamul Uqubat),” terangnya.
Dalil keharaman al-liwaath antara lain sabda Nabi SAW yang artinya: “Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth [perbuatan homoseksual/al-liwaath], Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth, Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth.” (HR Ahmad, no 2817).
Sanksi pidana Islam untuk kaum homoseksual, adalah hukuman mati, tanpa ada khilafiyah (perbedaan pendapat) di antara para fuqoha. Dalilnya adalah sabda Nabi SAW: ِّ”Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaumnya Nabi Luth, maka bunuhlah keduanya.” (HR Al-Khamsah, kecuali an-Nasa`i).
Mengenai biseksual, USAJ menjelaskan bahwa Islam juga tegas mengharamkannya. Biseksual adalah orang yang mempunyai orientasi seksual ganda, yakni seorang laki-laki mau berhubungan seks dengan sesama laki-laki atau dengan perempuan. Atau seorang perempuan yang mau berhubungan seks dengan sesama perempuan atau dengan laki-laki. “Biseksual dalam Syariah Islam dihukumi sesuai faktanya masing-masing,” jelasnya.
Ia menyebut tiga kemungkinan; pertama, biseksual dianggap perbuatan zina jika hubungan seksual dilakukan dengan lain jenis (diharamkan dalam QS Al Isra` : 32). Kedua, jika hubungan seksual dilakukan di antara sesama laki-laki, tergolong homoseksual (diharamkan antara lain dengan hadits HR Al Khamsah, kecuali An-Nasa`i). Ketiga, jika hubungan seksual dilakukan di antara sesama wanita, tergolong lesbianisme (diharamkan antara lain dengan HR Thabrani). “Semuanya merupakan perbuatan maksiat dan haram, tak ada satu pun yang dihalalkan dalam Islam. Tidak ada,” tegasnya.
USAJ juga memaparkan tentang trangender juga tegas diharamkan dalam Islam. Transgender merupakan fenomena perbuatan menyerupai lain jenis, baik dalam berbicara, berbusana, maupun dalam berbuat, termasuk dalam orientasi seksual atau aktivitas seksualnya. “Islam dengan tegas mengharamkan perbuatan menyerupai lain jenis sesuai hadits bahwa Nabi SAW mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan mengutuk wanita yang menyerupai laki-laki (HR Ahmad, 1/227 & 339),” paparnya.
Ia mengutip dari Ibnu Abbas RA telah berkata: “Rasulullah SAW mengutuk laki-laki yang berperilaku menyerupai wanita dan mengutuk wanita yang berperilaku menyerupai laki-laki.”
Sabda Rasulullah SAW, ”Keluarkanlah mereka dari rumah-rumah kalian.” Maka Rasulullah SAW pernah mengusir si Fulan, demikian juga Umar pernah mengusir si Fulan. (HR Ahmad, no 1982).
Dijelaskannya bahwa sanksi pidana syariah untuk pelaku transgender tergantung faktanya masing-masing. Pertama, Sanksi untuk transgender jika sekedar berbicara atau berbusana menyerupai lawan jenis, adalah diusir dari pemukiman atau perkampungan penduduk. Kedua, Jika melakukan hubungan seksual sesama laki-laki, dijatuhkan hukuman homoseksual (hukuman mati). Ketiga, Jika melakukan hubungan seksual sesama wanita, dijatuhkan hukuman untuk lesbianisme. Keempat, Jika melakukan hubungan seksual dengan lain jenis, dijatuhkan hukuman zina; berupa rajam jika sudah menikah (muhshan) dan dicambuk seratus kali jika belum menikah (ghairu muhshan). (Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat, Bab “AlHuduud”).
Sedangkan mengenai khuntsa (hermaphrodite) USAJ menyebutnya individu yang mempunyai alat kelamin ganda, yaitu mempunyai penis dan vagina sekaligus. “Khuntsa juga dapat berupa individu yang sama sekali tidak mempunyai penis atau vagina tetapi hanya mempunyai sebuah lubang untuk kencing. (Rawwas Qal’ah Jie,Mu’jam Lughah Al-Fuqoha`, hlm. 155),” jelasnya.
Menurutnya, Khuntsa diakui keberadaannya dalam fiqih Islam dan sudah dibahas hukumnya oleh para fuqoha’ sejak dulu secara rinci. “Misalnya, bagaimana ketegasan jenis kelaminnya, batas auratnya, batal atau tidak wudhu jika bersentuhan kulit dengannya, posisinya dalam sholat jamaah apakah di shaf laki-laki atau perempuan, bolehkah dia menjadi imam sholat, hukum nikahnya, kesaksiannya dalam peradilan, bagian warisnya, dan sebagainya. (Al-Mausu’ah Al-FiqhiyyahAl-Kuwaitiyyah, Juz 20, hlm. 22-33),” terangnya.
Ia juga menjelaskan tentang mukhonnats Istilah khuntsa beda dengan mukhannats (effeminate). Mukhonnats ini adalah laki-laki yang alat kelaminnya sempurna sebagai laki-laki (penis) tapi dia berperilaku seperti perempuan, baik dalam cara bicara, cara berjalan, cara berbusana, dan perilaku lainnya yang bersifat lembut (feminin). (Rawwas Qal’ah Jie,Mu’jam Lughah Al-Fuqoha`, hlm. 155;Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Juz 20 hlm. 21-22). Dalam Bahasa Indonesia, mereka ini sering disebut waria (wanita pria), atau bencong, atau istilah sejenis. “Intinya mukhonnats adalah laki-laki sejati, tetapi berperilaku atau berkata-kata seperti halnya wanita,” tuturnya.
Disebutkannya ada 2 golongan Mukhonnats yaitu: pertama, yang memang asli demikian sejak diciptakan Allah. “Misalnya seorang laki-laki tapi suaranya memang cempreng seperti perempuan sejak dari sononya. Orang seperti ini tidak berdosa,” jelasnya.
“Kedua, yang tidak asli dari sononya tapi sengaja menyerupai perempuan, misalnya dalam hal cara berbusana, berbicara atau cara berjalannya,” lanjutnya.
Menurutnya mukhonnats golongan kedua inilah yang dikutuk oleh Nabi Muhammad SAW dalam berbagai hadits shahih. (Al-Mausu’ah AlFiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 20/21-22).
Dari Ibnu Abbas RA, yang telah berkata: “Rasulullah SAW mengutuk laki-laki yang berperilaku menyerupai wanita dan mengutuk wanita yang berperilaku menyerupai laki-laki.” (HR. Ahmad, no. 1982).
Di akhir acara USAJ menyimpulkan bahwa L68T merupakan perbuatan yang terkutuk yang diharamkan dengan tegas dalam Islam. Pandangan Islam inilah yang selanjutnya wajib dijadikan sebagai norma (standar nilai) untuk menetapkan berbagai langkah strategis guna menghadang dan melawan L68T, misalnya bagaimana pencegahan L68T dan bagaimana penindakan terhadap pelaku L68T oleh aparat penegak hukum. “L68T merupakan gerakan global yang destruktif dan sangat berbahaya bagi umat Islam khususnya dan umat manusia pada umumnya,” pungkasnya.[] Raras
Sumber :
https://www.tintamedia.web.id/2023/06/kh-m-shiddiq-al-jawi-l68t-bukan-kodrat.html