Home Aqidah JIKA TIDAK ADA JAMAAH HAJI YANG BERWUKUF DI ARAFAH KARENA PERANG ATAU...

JIKA TIDAK ADA JAMAAH HAJI YANG BERWUKUF DI ARAFAH KARENA PERANG ATAU SEBAB-SEBAB LAIN, APAKAH PUASA ARAFAH TIDAK DILAKUKAN?

95

Oleh : KH SHiddiq Al Jawi

Tanya :

Ustadzy, ada pertanyaan: dalam sejarah, ada masa-masa ketika ibadah haji dibatalkan, artinya Wukuf di Arafah ditiadakan. Apakah kalau terjadi seperti itu, puasa Arafah juga tidak dilakukan? Pada tahun 930 M, suku Qaramitah menyerang jamaah haji pada hari kedelapan ibadah haji dan menewaskan sekitar 30.000 orang. Akibat serangan berdarah ini, ibadah haji tidak dilakukan selama 10 tahun. (Hamba Allah).

Jawab :

Jika tidak terdapat jamaah haji yang berwukuf di Arafah karena satu sebab dari sebab-sebab yang ada, seperti perang, atau sejenisnya, maka puasa di hari Arafah tidak ditiadakan, karena tiga hal yang berkaitan dengan puasa di hari Arafah, seperti yang telah kami sebutkan sebelumnya, yaitu waktu, tempat, dan aktivitas, tidak semuanya gugur, melainkan hanya dua di antaranya yang gugur, yaitu aktivitas dan tempat.

Artinya, yang gugur hanyalah aktivitas berwukuf oleh jamaah haji, dan tempat wukufnya itu sendiri yaitu, di Arafah, yang tidak memungkinkan ada wukuf oleh jamaah haji di sana. Namun demikian, masih ada satu hal terkait puasa Arafah di antara tiga hal terkait puasa Arafah itu, yaitu waktu, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah. Maka tetap laksanakanlah puasa Arafah di tanggal 9 Dzulhijjah itu, walaupun di Arafah tidak ada jamaah haji yang sedang berwukuf.

Dasarnya adalah kaidah fiqih yang menyatakan:

ماَ لاَ يُدْرَكُ كُلُّهُ لاَ يُتْرَكُ كُلُّهُ

Artinya : “Apa yang tidak dapat dicapai secara keseluruhan, tidak ditinggalkan secara keseluruhannya”. (Imam Al-Tahanawi, I’lā`u As-Sunan, Juz XVIII, hlm. 298)

Kaidah fiqih lain menyebutkan :

اَلْمَيْسُوْرُ لاَ يَسْقُطُ بِالْمَعْسُوْرِ

Artinya : “Sesuatu yang mudah dilakukan, tidak gugur (harus tetap dilaksanakan) karena tidak dapat melakukan yang sulit/berat.” (Abu Abdirrahman Abdul Majid Jum’ah Al-Jaza`iri, Al-Qawā’id Al-Fiqhiyyah Al-Mustakhrajah min I’lām Al-Muwaqqi’īn, hlm. 486).

Kedua kaidah fiqih tersebut bermakna, apabila seseorang merasa sulit atau berat melakukan sesuatu secara keseluruhan, maka menurut hukum Islam dia tetap harus melakukan sebagian darinya, selama ia bermampuan melakukan yang sebagiannya itu.

Jadi jika ketika kita akan berpuasa Arafah, yang seharusnya kita berpatokan dengan adanya aktivitas wukuf oleh jamaah haji di Arafah, namun karena wukuf tidak ada di sana, tetaplah laksanakah puasa Arafah karena kita masih punya patokan lainnya untuk puasa Arafah, yaitu patokan waktu, yakni tanggal 9 Dzulhijjah.

Kesimpulannya, jika tidak ada jamaah haji yang berwukuf di Arafah karena perang atau sebab-sebab lain, puasa Arafah tidak gugur dan tetap dapat dilakukan. Jadi tetap laksanakanlah puasa Arafah di tanggal 9 Dzulhijjah itu, walaupun di Arafah tidak ada jamaah haji yang sedang berwukuf. Wallahu a’lam.

Yogyakarta, 11 Juni 2024
Muhammad Shiddiq Al-Jawi