Home Soal Jawab Fiqih HUKUM MENJUAL ATAU MENYEWAKAN RUKO UNTUK DIJADIKAN KANTOR BANK

HUKUM MENJUAL ATAU MENYEWAKAN RUKO UNTUK DIJADIKAN KANTOR BANK

38
Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi | Pakar Fiqih Kontemporer

 

Tanya :

Afwan, Ustadz. Saya mau bertanya hukum menjual atau menyewakan rumah atau ruko untuk dijadikan kantor sebuah bank. Apakah boleh? Jazakallahu khoiron. (Surya, Batu, Kab. Malang).

Jawab :

Tidak boleh atau haram hukumnya menyewakan atau menjual rumah atau ruko untuk dijadikan kantor bank, karena 2 (alasan) utama berikut ini :

Pertama, karena akad penyewaan atau jual beli rumah/ruko tersebut diduga kuat (ghalabatuzh zhann) akan menjadi sarana atau perantaraan (al-wasīlah) bagi bank itu melakukan muamalah ribawi. Padahal Islam telah mengharamkan segala bentuk muamalah ribawi, seperti bunga kredit yang diambil oleh bank dari para debiturnya, atau bunga simpanan/tabungan yang diberikan oleh bank kepada para deposannya/penabungnya. Firman Allah SWT :

وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ

“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS Al-Baqarah : 275).

Maka dari itu, penyewaan atau jual beli tersebut hukumnya haram, karena dalam kasus ini dapat diterapkan kaidah fiqih yang berlaku umum yang berbunyi :

اَلْوَسِيْلَةُ اِلىَ الْحَراَمِ مُحَرَّمَةٌ

Al-wasīlah ilā al-harām muharramah. Artinya, segala sarana atau perantaraan menuju yang haram, hukumnya diharamkan. (Muhammad Shidqī Al-Burnu, Mausū’ah Al-Qawā’id Al-Fiqhiyyah, 8/775).

Kedua, karena akad penyewaan atau jual beli rumah/ruko tersebut merupakan bantuan (al-i’ānah) kepada pihak lain untuk melakukan perbuatan yang haram, yang dalam hal ini adalah muamalah ribawi yang akan dilakukan oleh bank yang menyewa atau membeli rumah atau ruko tersebut. Padahal Islam secara umum telah mengharamkan pemberian bantuan kepada pihak lain yang akan melakukan keharaman, sesuai kaidah fiqih yang berlaku umum yang berbunyi :

اَلْإِعاَنَةُ عَلىَ الْحَراَمِ حَراَمٌ

Al-I’ānah ‘alā al-harām. Artinya, segala bentuk bantuan kepada pihak lain untuk melakukan keharaman, maka bantuan itu haram hukumnya. (Al-Mausū’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 5/197).

Kaidah fiqih tersebut merupakan hasil istinbāth dari ayat Al-Qur`an yang melarang ta’āwun (tolong menolong) dalam dosa dan permusuhan, sebagaimana firman Allah SWT :

وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِۖ

“Dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS Al-Ma`idah : 2).

Kesimpulannya, berdasarkan 2 (dua) alasan utama di atas, jelaslah bahwa tidak boleh atau haram hukumnya, seseorang menjual atau menyewakan rumahnya untuk dijadikan kantor bank, karena akad jual beli atau sewa menyewa itu walaupun hukum asalnya mubāh (boleh secara syariah), namun hukumnya menjadi haram jika menjadi jalan atau sarana kepada yang haram atau menjadi bantuan kepada pihak lain untuk melakukan suatu keharaman. Wallāhu a’lam.

 

Yogyakarta, 4 Agustus 2024
Muhammad Shiddiq Al-Jawi