Home Soal Jawab Fiqih HUKUM MEMBUAT PATUNG PAHLAWAN

HUKUM MEMBUAT PATUNG PAHLAWAN

57
Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi | Pakar Fiqih Mu’amalah & Kontemporer

 

Tanya :

Apa hukumnya membangun patung pahlawan, seperti patung Soekarno sebagai pahlawan nasional? (Slamet S., Surabaya).

 

Jawab :

Haram hukumnya membuat patung pahlawan, berdasarkan 3 (tiga) alasan sbb :

Pertama, karena keumuman dalil-dalil hadits yang mengharamkan patung makhluk bernyawa, berarti mencakup pula di dalamnya patung  pahlawan. Perhatikan sabda Nabi SAW :

مَنْ صَوَّرَ صُوْرَةً عذَّبَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَنْفُخَ فِيْهَا وَلَيْسَ بِنَافِخٍ

“Barangsiapa menggambar suatu gambar maka Allah akan mengazabnya pada Hari Kiamat hingga ia dapat meniupkan ruh ke dalamnya, padahal dia tak akan mampu meniupkannya.” (HR Bukhari, 6370).

Kata   صُوْرَةً (lukisan/patung) dalam hadits tersebut bermakna umum, karena menurut ilmu ushul fiqih, kata tersebut merupakan isim nakirah (kata benda yang tidak tertentu) dalam redaksi kalimat syarat (al-nakiratu fī siyāq al-syarthi), yaitu ada kata man yang berarti “barangsiapa” di awal kalimat. Isim nakirah yang terdapat dalam redaksi kalimat syarat (al-nakiratu fi siyaq al-syarthi), merupakan salah satu kata yang bermakna umum (min shiyagh al-‘umūm). (Badruddin Az-Zarkasyi, Al-Bahr Al-Muhīth fī Ushūl Al-Fiqh, 3/113, Mushthofa Salamah, Al-Ta`sīs fī Ushūl Al-Fiqh ‘Ala Dhau’ Al-Kitāb wa Al-Sunnah, hlm. 332; Muhammad ‘Ali Al-Shabuni, Rawā’i’ Al-Bayān fī Tafsīr Ayāt Al-Ahkām, 2/479).

Dengan demikian, keumuman kata صُوْرَةً (lukisan/patung) tersebut, berarti mencakup patung pahlawan, sebagai salah satu bentuk dari berbagai macam bentuk صُوْرَةً (lukisan/patung) yang bermakna umum.

Kedua, karena membuat patung pahlawan atau orang besar (tokoh), merupakan perbuatan tasyabbuh bil kuffār (menyerupai kaum kafir) yang sudah diharamkan dalam Islam. Nabi SAW telah bersabda :

مَن تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa menyerupai (meniru-niru) suatu kaum, maka dia termasuk ke dalam golongan mereka.” (HR. Abu Dawud).

Dalam sebuah hadits, Nabi SAW menjelaskan bahwa mempatungkan tokoh atau orang besar, merupakan kebiasan kaum kafir pada masa dahulu (sebelum Islam). Dalam hadits dari ‘Aisyah RA diriwayatkan hadits sebagai berikut :

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ أَنَّ أُمَّ حَبِيبَةَ وَأُمَّ سَلَمَةَ ذَكَرَتَا كَنِيسَةً رَأَيْنَهَا بِالْحَبَشَةِ فِيهَا تَصَاوِيرُ فَذَكَرَتَا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيهِمْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ فَأُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Dari ‘Aisyah Ummul Mukminin, bahwa Ummu Habibah dan Ummu Salamah menceritakan kepada Nabi SAW bahwa mereka pernah melihat gereja di Habasyah yang di dalamnya terdapat tashāwīr (banyak lukisan/patung). Maka Nabi SAW bersabda,”Sesungguhnya mereka itu [kaum Nasrani) jika ada orang shalih dari mereka yang meninggal, maka mereka mendirikan tempat ibadah di atas kuburannya dan membuat patungnya di sana. Maka mereka itulah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah pada hari Kiamat nanti.” (HR. Bukhari, no. 409).

Ketiga, karena membuat patung pahlawan atau orang besar (tokoh), merupakan salah satu sarana (wasīlah) untuk mengokohkan ide-ide dari tokoh yang dipatungkan tersebut. Misalnya : patung Lenin di era Uni Soviet dulu, banyak dibangun dengan tujuan untuk mengokohkan ide Marxisme-Leninisme (Komunisme). Demikian juga, patung Mustafa Kamal, banyak dibangun di Turki dengan tujuan untuk mengokohkan Sekularisme, yang merupakan gagasan dasar Mustafa Kamal.

Patung Soekarno juga demikian halnya, jika dibangun akan dapat menjadi satu sarana (wasīlah) untuk memperkokoh ide-ide Soekarno, padahal ide-ide Soekarno adalah ide-ide non-Islami yang tidak bersumber dari Islam, seperti ide Marhaenisme (Marxisme Ala Soekarno) dan Sekularisme. Seperti diketahui, Soekarno sangat mengidolakan Mustafa Kamal dengan gagasan sekularismenya sebagaimana pengakuan Soekarno dalam bukunya Sarinah. (Abdulloh Shodiq, Sekularisme Soekarno dan Mustafa Kemal Dalam Masalah Kenegaraan, hlm. 12).

Padahal secara syariah, hukum untuk sarana itu (wasīlah), mengikuti hukum tujuan, sesuai kaidah fiqih yang berbunyi :

اَلْوَسَائِلُ لَهَا حُكْمُ الْمَقَاصِدِ

Al-Wasā`il lahā hukmu al-maqāshid. (sarana-sarana itu hukumnya mengikuti tujuan-tujuannya). (Sulaiman Al-Bujairimi, Al-Bujairimi ‘Alā Al-Khathīb, 4/150; Hamad Al-Hamd, Syarah Manzhūmah Al-Qawā’id Al-Fiqhiyyah, Juz III, hlm. 11, Al-Mausū’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 42/287).

Maka dari itu, membangun patung tokoh pahlawan dapat diharamkan dari segi ini juga, yaitu haram hukumnya dikarenakan patung dapat menjadi salah satu sarana (wasīlah) yang bertujuan untuk mengokohkan ide-ide non Islami dari pahlawan yang dipatungkan itu.

Kesimpulannya, membangun patung Soekarno hukumnya haram. Wallāhu a’lam.

 

Bandung, 1 September 2023
Muhammad Siddiq Al-Jawi