
Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Tanya :
Assalamu alaikum. Ustadz ada orang yang membeli tanah (sawah) yang akan panen dalam 1-2 bulan ke depan. Dia sudah masuk uang 80%, dan akan dilunasi bulan depan. Nah, kalau begitu apakah hasil panennya menjadi milik pembeli atau tetap milik penjual? (Vetiana, Bandung).
Jawab :
Jika seseorang membeli sawah yang sudah ada tanaman padinya, dan tanaman padinya sudah mengalami pembuahan sehingga bulir-bulir padinya nampak jelas, maka menurut syariah, tanaman dan bulir-bulir padinya itu tidak termasuk ke dalam jual beli. Artinya, tanaman padi dan bulir-bulir padinya itu tetap menjadi haknya pihak penjual (pemilik sawah), bukan menjadi haknya pihak pembeli sawah. Kecuali jika pihak pembeli mensyaratkan lain.
Dengan kata lain, hasil panen padi dari sawah itu tidak including (yakni tidak termasuk) ke dalam jual beli sawah. Kecuali, jika pada saat akad jual beli sawah itu, pihak pembeli mensyaratkan lain, yaitu pembeli meminta agar hasil panennya menjadi hak dia (pembeli). Namun jika pada saat akad jual beli sawah itu tidak ada persyaratan atau ketentuan tersebut, maka hasil panennya tetap menjadi haknya pemilik sawah (penjual).
Imam Nawawi telah menjelaskan masalah ini dalam kitabnya Al-Majmū’ Syarah Al-Muhadzdzab sebagai berikut :
مَا لَا يُحْمَلُ الَّا مَرَّةً كَالْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ وَالْبَاقِلَّا وَالْكِتَانِ فَلَا خِلَافَ أَنَّهُ لَمْ يَدْخُلْ فِي الْأَرْضِ الَّا بِالشَّرْطِ لِمَا ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ وَالطَّلَعِ الْمُؤَبَّرُ الَّذِي جَعَلَهُ مَقِيسًا عَلَيْهِ ثَبَتَ حُكْمُهُ بِالْحَدِيثِ الْمُتَقَدِّمِ
“(Tanaman) yang tidak dapat dibawa (dipanen) kecuali satu kali saja, seperti tanaman gandum, barley, serealia, dan rami, maka tidak ada perselisihan pendapat bahwa (tanaman-tanaman kategori ini) tidak termasuk ke dalam (jual beli) tanah, kecuali dengan syarat yang telah disebutkan oleh penulis kitab (Al-Muhadzdzab). Dan (termasuk kategori ini) serbuk sari (kurma) yang sudah dibuahi, (tidak termasuk jual beli pohonnya), yang dijadikan maqīs ‘alaihi (dasar qiyas), yang hukumnya ditetapkan seperti hadits yang sudah disebut sebelumnya di atas.” (Imam Nawawi, Al-Majmū’ Syarah Al-Muhadzdzab, Juz XI, hlm. 379).
Yang dimaksudkan dengan “hadis yang sudah disebut sebelumnya di atas” adalah hadits Nabi SAW dari Nafi’ RA berikut ini :
عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ بَاعَ نَخْلًا قَدْ أُبِّرَتْ فَثَمَرَتُهَا لِلْبَائِعِ إِلَّا أَنْ يَشْتَرِطَ الْمُبْتَاعُ
Dari Nafi’ dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Barangsiapa menjual pohon kurma yang telah dikawinkan (dibuahi), maka buah kurmanya adalah bagi penjual, kecuali jika pembeli mensyaratkan lain (yakni buahnya untuknya).” (HR. Muslim; no. 2851).
Berdasarkan hadits tersebut, jika seseorang membeli pohon kurma yang buah kurmanya sudah dikawinkan (dibuahi), maka buah dari pohon kurma itu adalah miliknya pihak penjual (pemilik pohon kurma), bukan milik pihak pembeli pohon kurma. Kecuali jika pembeli pohon kurma mensyaratkan pada saat akad jual beli, bahwa buah dari pohon kurma itu menjadi miliknya, maka berarti buah itu menjadi milik pembeli pohon kurma. Hadits inilah yang disebut sebagai maqīs ‘alaihi (dasar qiyas), oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmū’ Syarah Al-Muhadzdzab di atas.
Jadi hukum di atas, yakni jual beli pohon kurma yang sudah ada buah kurmanya ini, kemudian dijadikan dasar qiyas (maqīs ‘alaihi), untuk kasus-kasus yang serupa dengannya, yaitu jual beli tanah yang di atas tanah itu sudah ada tanaman sekali panen, seperti misalnya tanaman gandum, barley, serealia, dan rami, seperti yang disebutkan oleh Imam Nawawi.
Maka berdasarkan penjelasan hukum syara’ oleh Imam Nawawi tersebut, kami berpendapat bahwa orang yang membeli tanah sawah dan di atas tanah sawah itu sudah ada tanaman sekali panen (seperti padi, dsb) yang sudah dibuahi di atas tanah sawah itu, maka hasil panennya berupa padi adalah miliknya penjual (pemilik sawah), bukan milik pembeli sawah, kecuali ada syarat lain yang ditentukan oleh pembeli pada saat akad jual beli, yaitu hasil panennya menjadi milik pembeli. Namun jika pada saat akad jual beli sawah itu tidak ada persyaratan atau ketentuan tersebut, maka hasil panennya tetap menjadi haknya pemilik sawah (penjual). Wallāhu a’lam.
Yogyakarta, 26 Februari 2025
Muhammad Shiddiq Al-Jawi