
Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Respon :
Maaf secara fakta TIDAK begitu Ustadz. Aturan MBG untuk siswa yang TIDAK masuk sekolah, adalah siswa itu TIDAK mendapat jatah, dan jatah ditarik oleh SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) (atau Dapur MBG). Kemudian yang berhak mendistribusikan adalah SPPG, BUKAN pihak sekolah. (Bapak M, Bogor).
Jawab :
Jika aturannya demikian, berarti telah terjadi penarikan jatah oleh SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi), dari siswa yang tidak masuk sekolah. Artinya, awalnya jatah diberikan oleh SPPG kepada semua siswa, lalu khusus untuk siswa yang tidak masuk sekolah, jatah itu ditarik kembali oleh SPPG.
Jadi, bolehkah penarikan jatah oleh SPPG dari jatah siswa yang tidak masuk sekolah seperti itu? Hukumnya tidak boleh atau haram penarikan jatah oleh SPPG dari jatah siswa yang tidak masuk sekolah, karena dalam Islam haram hukumnya menarik kembali pemberian (hibah) yang sudah diberikan. Dalilnya adalah sabda Nabi SAW :
الْعَائِدُ فِي هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَعُودُ فِي قَيْئِهِ
“Orang yang menarik kembali hibahnya, sama dengan anjing yang menjilat kembali muntahannya” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa`i, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Dalam hadits lain, Nabi SAW bersabda :
لَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يُعْطِيَ عَطِيَّةً، أَوْ يَهِبَ هِبَةً، فَيَرْجِعَ فِيهَا، إِلَّا الْوَالِدَ فِيمَا يُعْطِي وَلَدَهُ، وَمَثَلُ الَّذِي يُعْطِي الْعَطِيَّةَ ثُمَّ يَرْجِعُ فِيهَا كَمَثَلِ الْكَلْبِ يَأْكُلُ، فَإِذَا شَبِعَ قَاءَ ثُمَّ عَادَ فِي قَيْئِهِ
“Tidak halal bagi seorang laki-laki untuk memberikan suatu pemberian, atau menghibahkan suatu hibah, lalu dia menarik hibahnya, kecuali seorang ayah pada apa yang dia berikan kepada anaknya, dan perumpamaan orang yang memberikan hibah lalu menarik hibahnya, adalah bagaikan seekor anjing yang makan, lalu ketika anjing itu kenyang, anjing itu muntah dan anjing itu menjilat kembali muntahannya.” (HR. Abu Dawud, no. 3539).
Dua hadits di atas dengan jelas mengharamkan seseorang menarik kembali hibah atau pemberian yang telah dia berikan kepada orang lain. Keharaman perbuatan tersebut ditunjukkan dengan penggunaan frasa “tidak halal” (lā yahillu) di awal hadits riwayat Abu Dawud tersebut.
Keharaman ini diperkuat dengan adanya double (dua) qarīnah (petunjuk, indikasi) yang terdapat di dalam hadits, yaitu perumpamaan (tasybīh) yang sangat buruk untuk orang yang menarik kembali hibahnya. Imam Ibnu Daqiqiel ‘Ied berkata :
وَقَدْ وَقَعَ التَّشْدِيدُ فِي التَّشْبِيهِ مِنْ وَجْهَيْنِ: أَحَدُهُمَا: تَشْبِيهُ الرَّاجِعِ بِالْكَلْبِ. وَالثَّانِي: تَشْبِيهُ الْمَرْجُوعِ فِيهِ بِالْقَيْءِ.
“Sungguh terdapat penegasan yang kuat dalam perumpamaan itu dari dua segi. Pertama, perumpamaan untuk orang yang menarik hibahnya, yang diserupakan anjing. Kedua, perumpamaan untuk sesuatu yang ditarik kembali, yang diserupakan dengan muntahan.” (Ibnu Daqiqiel ‘Ied, Ihkām Al-Ahkām Syarah ‘Umdat Al-Ahkām, Juz II, hlm. 537).
Jelaslah, berdasarkan dalil-dalil di atas, Islam telah mengharamkan menarik kembali hibah yang sudah diberikan, kecuali hibah yang diberikan oleh seorang ayah kepada anaknya.
Atas dasar itu, jika benar aturannya adalah SPPG akan menarik kembali jatah MBG dari siswa yang tidak masuk sekolah, maka sungguh ini adalah aturan yang teramat sangat buruk, yang sangat bertentangan dengan Islam. Sebab, Islam telah mengharamkan menarik kembali pemberian (hibah) yang sudah diberikan. Wallāhu a’lam.
Yogyakarta, 15 September 2025
Muhammad Shiddiq Al-Jawi