Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi | Pakar Fiqih Kontemporer
Tanya :
Di kantor saya ada pelatihan kerajinan kulit, yang pelaksanaannya di tempat lain. Nah karena kurang peserta, saya barusan tandatangan untuk menerima uang jalan acara pelatihan kerajinan kulit tersebut, tetapi saya sebenarnya tidak ikut pelatihan. Boleh tidak ya? (Hamba Allah).
Jawab :
Perbuatan tersebut tidak diperbolehkan dalam agama Islam, hukumnya haram. Alasannya, perbuatan itu termasuk kategori al-ghisy yang artinya penipuan (al-khida’, deception) atau kecurangan (fraud).
Definisinya sebagai berikut :
اَلْغِشُّ هُوَ إِظْهَارُ غَيْرِ الْحَقِيْقَةِ
“Al-Ghisy (penipuan/kecurangan) adalah menampakkan (sesuatu) yang berbeda dengan fakta yang sebenanya.” (Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughat Al-Fuqaha`, hlm. 300).
Definisi lain yang sama maknanya menyebutkan :
الغِشُّ: أن يُظهِرَ شَيئًا ويُخفيَ خِلافَه، أو يقولَ قَولًا ويُخفيَ خِلافَه
“Al-Ghisy (penipuan/kecurangan) adalah menampakkan (sesuatu) dan menyembunyikan apa yang berbeda dengan sesuatu itu, atau mengucapkan perkataan dan menyembunyikan apa yang berbeda dengan perkataan itu..” (Imam Al-Harbi, Gharib Al-Hadits, hlm. Juz V, hlm. 658).
Sesungguhnya Islam telah mengharamkan perbuatan al-ghisy ini dalam segala bentuknya, berdasarkan dalil-dalil syar’i berupa hadits-hadits Nabi SAW yang sahih.
Imam Ibnul ‘Arabi berkata :
الْغِشُّ حَرَامٌ بِإِجْمَاعِ الْأُمَّةِ
“Perbuatan curang/menipu itu haram hukumnya berdasarkan kesepakatan umat Islam (tidak ada khilafiyah/perbedaan umat). (Ibnul ‘Arabi, ‘Aridhat Al-Ahwadzi, 6/55).
Imam Al-Ghazali berkata :
وَالْغِشُّ حَرَامٌ فِي الْبُيُوعِ وَالصَّنَائِعِ جَمِيعًا، وَلَا يَنْبَغِي أَنْ يَتَهَاوَنَ الصَّانِعُ بِعَمَلِهِ عَلَى وَجْهٍ لَوْ عَامَلَهُ بِهِ غَيْرُهُ لَمَا ارْتَضَاهُ لِنَفْسِهِ، بَلْ يَنْبَغِي أَنْ يُحْسِنَ الصَّنْعَةَ وَيَحْكُمَهَا، ثمَّ يُبَيِّنَ عيبَها إن كان فيها عَيبٌ، فبذلك يتخَلَّصُ
“Penipuan (al-ghisy) haram hukumnya dalam semua jual beli dan pekerjaan kerajinan. Seorang pengrajin tidak boleh menganggap ringan perbuatannya (menipu) dengan cara kalau orang lain melakukan hal yang sama kepada dirinya, dia sendiri tidak akan rela terhadapnya. Sebaliknya, ia harus menyempurnakan kerajinannya dan membuatnya sempurna, kemudian dia mengungkapkan segala cacatnya, jika ada cacatnya. Dengan demikian, ia dapat terhindar (dari dosa).” (Imam Al-Ghazali, Ihya` ‘Ulumiddin, 2/77).
Adapun dalil-dalil hadits yang mengharamkan penipuan atau kecurangan, antara lain hadits Ibnu Ma’ud RA bahwa Rasulullah SAW bersabda :
مَن غَشَّنا فليس مِنَّا
“Barangsiapa yang menipu kami, maka dia bukanlah dari golongan kami.” (HR. Ibnu Hibban dan Thabrani, hadits shahih)
Dari Abu Hurairah RA bahwa :
أنَّ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم مَرَّ على صُبْرةِ طعامٍ، فأدخَل يَدَه فيها، فنالت أصابِعُه بللًا، فقال: ما هذا يا صاحِبَ الطَّعامِ؟ قال: أصابته السَّماءُ يا رسولَ اللهِ، قال: أفلا جعَلْتَه فوقَ الطَّعامِ؛ كي يراه النَّاسُ، من غَشَّ فليس منِّي
“Bahwa Rasulullah SAW melewati seonggok makanan (di pasar), lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya. Maka jari-jari beliau menyentuh sesuatu yang basah. Maka Rasulullah SAW bertanya,”Apa ini hai penjual makanan?” Penjual makanan menjawab,”Itu (yang basah) terkena hujan wahai Rasulullah.” Rasulullah SAW bersabda,”Mengapa tidak kamu letakkan yanhg basah itu di atas makanan agar orang-orang dapat melihatnya? Barangsiapa yang menipu maka dia bukanlah dari golonganku.” (HR. Muslim).
Berdasarkan penjelasan di atas, jelaslah bahwa perbuatan seseorang menandatangani uang jalan untuk mengikuti kegiatan, seperti pelatihan, tugas dinas, dsb, di luar kota, padahal dia tidak mengikuti kegiatan tersebut, termasuk perbuatan ghisy (penipuan/kecurangan/fraud) yang telah diharamkan oleh Islam. Wallahu a’lam.
Bogor, 20 November 2025
Muhammad Shiddiq Al-Jawi
Referensi:
https://dorar.net/alakhlaq/4541/






















