Terkait makna Ulil Amri yang terdapat dalam surah An-Nisa ayat 59, Ahli Fiqih Islam K.H. Muhammad Shidiq Al-Jawi menegaskan bahwa makna Ulil Amri yang ada dalam Surah An-Nisa ayat 59 adalah Pemimpin (umara) dalam Negara Khilafah.
“Lalu apa sebenarnya yang disebut Ulil Amri, dengan kata lain Ulil Amri itu adalah para pemimpin (umara) dalam negara Khilafah,” ujarnya di acara Kajian Soal Jawab Fiqih dengan tema Wajibkah Mengikuti Penetapan Idul Adha Oleh Pemerintah Sekarang? di kanal YouTube Ngaji Subuh, Ahad (2/7/2023).
Menurut Kiai Shidiq, sapaannya, bahwa Islam mewajibkan mentaati Ulil Amri atau pemegang kekuasaan di tengah umat, sesuai firman Allah SWT
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad) dan ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu”
(Q.S. An-Nisa:59)
Namun ia menolak bila ada yang menafsirkan Ulil Amri itu secara umum dan mutlak, yaitu setiap pemegang kekuasaan (penguasa) dan tidak dilihat lagi apakah Ulil Amri itu khalifah dalam sistem pemerintahan Islam (khilafah) ataukah penguasa dalam sistem pemerintahan sekuler, seperti Presiden dalam sistem republik atau raja dalam sistem kerajaan (Monarki).
“Intinya setiap pemegang kekuasaan adalah Ulil Amri dan kerena Ulil Amri itu ya berarti wajib di taati, seruan-seruan seperti ini sangat terdengar sekali pada masa masa sekarang,” ujarnya
“Jadi makna ini penting untuk kita pahami karena kalau kita menafsirkan Ulil Amri itu adalah pemegang kekuasaan secara umum atau secara mutlak, tidak dilihat itu di sistem pemerintahan apa, itu maknanya jadi rusak dan ketika maknanya menjadi rusak dan salah itu kemudian pemikiran-pemikiran yang berikutnya yang dibangun atas dasar pemahaman keliru mengenai Ulil Amri akhirnya menjadi keliru semua,” tambahnya.
Berbeda Pendapat
Kiai Shidiq kemudian mengutip tulisan dari Muhammad bin Abdullah Al-Mas”ari dalam kitabnya Tha”at Ulil Amri Hududuha wa Quyuduha. Bahwa menurutnya, para ulama dan mufassirin berbeda pendapat menafsirkan apa yang dimaksud Ulil Amri dalam surah An-Nisa ayat 59 tersebut,
Pertama, menurut Kiai Shidiq, Ulil Amri adalah para pemimpin (al-umara) itu pendapat dari Abu Hurairah dan Ibnu Abbas ra. Menurutnya, pendapat tersebut telah dirajihkan oleh Imam Thabari dan merupakan pendapat jumhur (mayoritas) ulama salaf dan khalaf, sebagaimana penjelasan Imam Nawawi.
Kedua, Ulil Amri adalah para ulama, ini pendapat sahabat nabi Muhammad bernama Jabir bin Abdillah RA, juga pendapat para tabiin yaitu Al-Hasan Al-Bashri kemudian Imam An-Nakha’i, dan lain-lain,” ujarnya
Ketiga, Ulil Amri adalah ulama dan pemimpin (ulama dan umara), demikian pendapat Imam Ibnu Katsir, Imam Ibnu Arabi, Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Imam Syaukani dan ulama dari Arab Saudi bernama Syekh Abdurrahman bin As-Sa’di,” tambahnya.
Pendapat yang keempat, menurutnya, Ulil Amri adalah para sahabat Nabi Muhammad SAW, menurutnya, ini pendapat Mujahid (ulama tabi’in).
Pendapat terakhir yang kelima, kata Kiai Shidiq, Ulil Amri adalah ahlul halli wal ‘aqdi, yaitu setiap pemimpin dan tokoh yang diikuti oleh umat Islam, artinya lebih umum dari pada pemimpin dan ulama (al-umara wa al-ulama)
Pendapat yang Lebih Kuat (rajih)
Kiai Shidiq menjelaskan, ada ikhtilaf (perbedaan pendapat) dari ulama dalam memaknai Ulil Amri. Menurutnya, dari lima pendapat tersebut pendapat yang paling rajih (kuat) adalah pendapat dari Muhammad bin Abdullah Al-Mas”ari dalam kitabya Tha”at Ulil Amri Hududuha wa Quyuduha, bahwa pendapat yang rajih (lebih kuat) Ulil Amri itu artinya adalah:
“Imam (Khalifah) dan para wakilnya (al-imam wa nuwabuhu)”
“Jadi kalau kita perhatikan Ulil Amri dalam arti “Imam (Khalifah) dan para wakilnya (al-imam wa nuwabuhu),” sesungguhnya sama maksudnya dengan umara. Inilah pendapat jumhur ulama salaf dan khalaf, sebagaimana penjelasan Imam Nawawi, ketika mereka mengartikan bahwa Ulil Amri yang dimaksudkan dalam ayat An-Nisa: 59, artinya adalah umara,” terangnya
Menurutnya, Ulil Amri kalau diletakan dalam lima pendapat tersebut, sama dengan umara yaitu para pemimpin. Menurutnya, para pemimpin tersebut adalah dalam negara Khilafah atau disebut dengan istilah lain yaitu al hukam jamak dari al hakim yaitu penguasa dalam negara khilafah.
“Jadi al hukam itu satu meliputi penguasa kemudian bawahan-bawahan atau wakil-wakilnya seperti Gubernur (al wali), amil (pemimpin setingkat Bupati/ walikota) kemudian muawidh (pembantu khalifah dalam kekuasaan), qadhi (hakim) dan lain-lain,” ujarnya.
“Artinya ketika kita mengartikan Ulil Amri dengan makna al-Imam Imam (Khalifah) dan para wakilnya, dengan kata lain sama dengan pendapat jumhur ulama salaf dan khalaf yaitu Ulil Amri itu adalah umara para pemimpin tapi bukan sembarang pemimpin secara mutlak, tetapi pemimpin dalam negara khilafah,” tambahnya.
Oleh karen itu, menurutnya, dari segi pendapat yang paling kuat (rajih) adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama yaitu umara (pemimpin).
“Umara itu artinya umum para pemimpin, tapi supaya tidak keliru tidak salah lalu, oleh ulama zaman sekarang Muhammad bin Abdullah Al-Mas”ari, beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan umara (pemimpin) adalah pemimpin yang disebut Imam (khalifah) dan para wakilnya. Yang kemudian dari itu Syaikh Abdul Qadim Zallum, Nizham Al-Hukam fi Al-Islam disebut dengan istilah al-hukam jamak dari al-hakim (pemimpin atau penguasa di dalam negara khilafah,” tutupnya. [] Aslan La Asamu