Home Fiqih Fiqih ibadah HUKUM MEMBAYAR DAM HAJI DI MAKKAH

HUKUM MEMBAYAR DAM HAJI DI MAKKAH

14

Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi

 

Tanya:

Bagaimana hukum membayar dam haji di Mekkah? Apa bisa dibayar di negara asal, yaitu di Indonesia? Ini akan lebih bermanfaat. Karena kalau dibayar di Mekkah banyak dibuang-buang daging kambingnya. (Hamba Allah).

 

Jawab:

Untuk menjawab pertanyaan di atas, perlu diketahui macam-macam dam haji dan lokasi pelaksanaan masing-masing dam haji yang ada, baik lokasi penyembelihan maupun lokasi pembagian dagingnya, apakah pelaksanaannya wajib dilaksanakan di al-Haram (Makkah) ataukah boleh dilaksanakan di luar al-Haram (Makkah). Namun sebelum itu, perlu diketahui pengertian dam itu sendiri.

 

Makna Bahasa/Etimologi (Ma’na Lughawi) Dari Kata Dam

Kata “dam” sendiri, dari segi asal usulnya dalam Bahasa Arab, artinya adalah darah. Inilah makna bahasa (ma’na lughawi) dari kata dam.

Dalam fiqih Islam kata dam dalam makna etimologinya ini mempunyai banyak konteks (kaitan makna), antara lain untuk darah haid (damul haydh), darah nifas (damun nifās), atau darah istihadhah (damul istihādhah).

 

Makna Istilah/Terminologi (Ma’na Syariah) Dari Kata Dam

Sementara itu, dalam fiqih haji dan umroh, kata dam adalah istilah syariah yang berarti sanksi yang diberikan kepada orang yang sedang berhaji atau berumroh yang melakukan pelanggaran syariah.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dam adalah denda karena melanggar salah satu ketentuan yang berkenaan dengan ibadah haji atau umrah.  (https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/dam).

Dalam kitab Mu’jam Lughat al-Fuqahā`, dam dalam konteks haji dan umroh ini dijelaskan sebagai berikut :

الدَّمُ فِي جِنَايَاتِ الْحَجِّ: ذَبْحُ شَاةٍ أَوْ جَمَلٍ أّوْ بَقَرَةٍ, وَهُوَ دَمُ جَزَاءٍ.

“Dam dalam pelanggaran haji (dan umrah), adalah menyembelih kambing, atau unta, atau sapi, sebagai kompensasi (atas pelanggaran haji tersebut).” (Muhammad Rawwās Qal’ah Jī, Mu’jam Lughat al-Fuqahā`, hlm. 187).

Istilah dam tersebut juga berkaitan dengan istilah hadyuHadyu sendiri merupakan hewan kurban berupa kambing, atau unta, atau sapi yang disembelih di tanah haram (Al-Haram/Makkah). Demikianlah penjelasan sekilas mengenai pengertian dam.

 

Macam-Macam Dam Haji (Hadyu) Dan Lokasi Penyembelihan Serta Lokasi Pembagian Dagingnya

 

Ada setidaknya 5 (lima) macam hadyu dengan lokasi penyembelihan dan lokasi pembagian dagingnya yang rinciannya adalah sebagai berikut :

 

Pertama, hadyu tamattu’ dan hadyu qirān. Hadyu tamattu’ adalah hadyu untuk orang yang berhaji secara tamattu’, yakni melaksanakan umrah di bulan-bulan haram lalu bertahallul dari umrah, baru kemudian melaksanakan haji. (Muhammad Rawwās Qal’ah Jī, Mu’jam Lughat al-Fuqahā`, hlm. 125).

Sedang hadyu qirān, adalah hadyu untuk orang yang berhaji secara qirān, yakni menggabungkan pelaksanaan haji dan umrah dengan satu ihram pada bulan-bulan haji. (Muhammad Rawwās Qal’ah Jī, Mu’jam Lughat al-Fuqahā`, hlm. 328).

 

Hadyu tamattu’ dan hadyu qirān ini, wajib disembelih di al-Haram (Makkah), dan tidak boleh dilakukan penyembelihan di luar Makkah, misalnya di Arafah atau di Jeddah. Namun sebagian distribusi dagingnya, boleh dipindahkan ke luar al-Haram (Makkah). (Majmū’ Fatāwā Ibnu ‘Utsaimin, 7/203).

Kecuali jika orang yang berhaji tidak mendapatkan hadyu, maka dia berpuasa 3 hari di Makkah dan 7 hari di negerinya. Dalilnya firman Allah SWT :

فَاِذَآ اَمِنۡتُمۡ فَمَنۡ تَمَتَّعَ بِالۡعُمۡرَةِ اِلَى الۡحَجِّ فَمَا اسۡتَيۡسَرَ مِنَ الۡهَدۡىِ‌ۚ فَمَنۡ لَّمۡ يَجِدۡ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ فِى الۡحَجِّ وَسَبۡعَةٍ اِذَا رَجَعۡتُمۡؕ تِلۡكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ

“Apabila kamu dalam keadaan aman, maka barangsiapa mengerjakan umrah sebelum haji (berhaji tamattu’), dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Tetapi jika dia tidak mendapatkannya, maka dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (musim) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali. Itu seluruhnya sepuluh (hari).” (QS. Al-Baqarah [2] : 196).

 

Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas dengan berkata :

أَيْ: إِذَا تَمَكَّنْتُمْ مِنْ أَدَاءِ الْمَنَاسِكِ، فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُتَمَتِّعًا بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ، وَهُوَ يَشْمَلُ مَنْ أَحْرَمَ بِهِمَا (أَيْ الْقِرَانِ(… فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ أي: فَلْيَذْبَحْ مَا قُدِرَ عَلَيْهِ مِنْ الْهَدْيِ، وَأَقَلُّهُ شَاةٌ

“Arti ayat itu, jika kamu telah melaksanakan manasik haji secara aman, maka barangsiapa di antara kamu yang melaksanakan haji secara tamattu’, yaitu berumrah dulu kemudian berhaji, dan termasuk juga yang melaksanakan haji secara qirān…maka wajib atasnya menyembelih hadyu yang mudah didapat, yakni maksudnya menyembelih hewan yang dia mampui berupa hadyu, minimal menyembelih satu ekor kambing.” (Tafsīr Ibnu Katsīr, Juz I, hlm. 537).

 

Dalil wajibnya hadyu tamattu’ dan hadyu qiran ini disembelih di al-Haram (Makkah), dan tidak boleh dilakukan di luar Makkah, adalah sabda Rasulullah SAW :

نَحَرْتُ هَاهُنَا، وَمِنًى كُلُّهَا مَنْحَرٌ، فَانْحَرُوا في رِحَالِكُمْ

“Aku menyembelih di sini (Makkah). Dan Mina seluruhnya adalah tempat penyembelihan. Maka sembelihlah di tempat-tempat kalian.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Al-Darimi).

 

Dalil wajibnya membagikan daging hadyu ini kepada penduduk Makkah, namun boleh sebagiannya dibagikan di luar Makkah, adalah hadits Jabir bin Abdillah RA sbb :

عن جَابِر بْن عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قال: ” كُنَّا لاَ نَأْكُلُ مِنْ لُحُومِ بُدْنِنَا فَوْقَ ثَلاَثِ مِنًى، فَرَخَّصَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: كُلُوا وَتَزَوَّدُوا، فَأَكَلْنَا وَتَزَوَّدْنَا ” رواه البخاري (1719)، ومسلم (1972)

Dari Jabir bin ‘Abdillah RA, dia berkata,’Dulu kami tidak memakan daging-daging hadyu (unta) di Mina, lalu Nabi SAW memberikan rukhshash (keringanan) kepada kami dengan bersabda,’Makanlah dan berbekallah!” Lalu kami makan (di Makkah) dan berbekal (dimakan di luar Makkah).” (HR. Al-Bukhari 1719; dan Muslim, no. 1972).

 

Kedua, hadyu yang disembelih karena orang yang berhaji meninggalkan salah satu dari kewajiban-kewajiban haji, misalnya meninggalkan ihram dari miqat, tidak mabit di Muzdalifah atau Mina, tidak melontar jumrah, dan tidak melakukan thawaf wada.

Hadyu karena meninggalkan kewajiban haji ini, wajib disembelih di al-Haram (Makkah), dan wajib pula dagingnya dibagikan kepada fuqara Makkah. Dalilnya riwayat Ibnu Abbas RA sbb :

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما، قَالَ: مَنْ نَسِيَ مِنْ نُسُكِهِ شَيْئاً، أَوْ تَرَكَهُ، فَلْيُهْرِقْ دَماً. رواه الإمام مالك في ” الموطأ ” (1583)

Dari Ibnu ‘Abbas RA, dia berkata,”Barangsiapa yang lupa dari manasiknya sesuatu, atau meninggalkannya, maka hendaklah dia membayar dam.” (HR. Imam Malik, Al-Muwaththa’, no. 1583).

Dam haji (hadyu) yang kedua ini, yakni karena meninggalkan salah satu kewajiban haji, wajib penyembelihannya dan pembagian dagingnya dilakukan di al-Haram (Makkah). (Majmū’ Fatāwā Ibnu ‘Utsaimin, 25/83).

 

Ketiga, hadyu yang disembelih karena orang yang berhaji melakukan satu larangan di antara larangan-larangan ihram, seperti mencukur rambut kepala, memakai wewangian, atau memotong kuku, baik karena uzur (misalnya ada penyakit di kepala) atau tanpa uzur, atau bersetubuh dengan istri sebelum tahallul awal. Dalilnya firman Allah SWT :

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِّن رَّأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Tetapi jika kamu terkepung (oleh musuh), maka (sembelihlah) hadyu yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka dia wajib ber-fidyah, yaitu berpuasa, bersedekah atau berkurban.” (QS. Al-Baqarah : 196).

 

Dalil dari As-Sunnah :

عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: ” أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَآهُ وَأَنَّهُ يَسْقُطُ عَلَى وَجْهِهِ، فَقَالَ: أَيُؤْذِيكَ هَوَامُّكَ؟ قَالَ: نَعَمْ. فَأَمَرَهُ أَنْ يَحْلِقَ وَهُوَ بِالحُدَيْبِيَةِ، وَلَمْ يَتَبَيَّنْ لَهُمْ أَنَّهُمْ يَحِلُّونَ بِهَا، وَهُمْ عَلَى طَمَعٍ أَنْ يَدْخُلُوا مَكَّةَ. فَأَنْزَلَ اللَّهُ الفِدْيَةَ، فَأَمَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُطْعِمَ فَرَقًا بَيْنَ سِتَّةٍ، أَوْ يُهْدِيَ شَاةً، أَوْ يَصُومَ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ ” رواه البخاري (1817)، ومسلم (1201).

Dari Ka’ab bin ‘Ujrah RA, dia berkata,”Bahwa Rasulullah SAW telah melihat dirinya (yaitu Ka`ab bin ‘Ujrah RA) ketika kutu-kutu berjatuhan di wajahnya. Maka Rasulullah bertanya (kepadanya), “Apakah kutu-kutumu mengganggumu?” Ka’ab berkata,”Ya.” Maka Rasulullah SAW memerintahkan dia untuk mencukur rambutnya saat dia berada di Al-Hudaibiyah. Saat itu mereka belum diizinkan untuk menyelesaikan ihram mereka, dan masih berharap untuk memasuki Makkah. Maka Allah menurunkan ayat-ayat Al-Fidyah. Rasulullah SAW memerintahkannya untuk memberi makan enam orang miskin dengan satu faraq makanan atau menyembelih seekor domba (sebagai kurban) atau berpuasa selama tiga hari.” (HR. Al-Bukhari no. 1817; Muslim, no.1901).

 

Hadyu karena melakukan satu larangan di antara larangan-larangan ihram ini, boleh hukumnya penyembelihannya dan juga pembagian dagingnya, dilakukan di luar al-Haram (Makkah).

Berkata Syekh Ibnu ‘Utsaimin :

وَمَا جَازَ أَنْ يُذْبَحَ وَيُفَرَّقَ خَارِجَ الْحَرَمِ حَيْثُ وُجِدَ السَّبَبُ، فَإِنَّهُ يَجُوزُ أَنْ يُذْبَحَ وَيُفَرَّقَ فِي الْحَرَمِ، وَلَا عَكْسَ. ” الشرح الممتع ” (7/204)

“Dan apa saja yang boleh disembelih dan dibagikan (dagingnya) di luar Al-Haram (Makkah) ketika ada sebabnya (yaitu melakukan larangan ihram), maka boleh pula untuk disembelih dan dibagingkan dagingnya di dalam Al-Haram (Makkah), namun tidak berlaku sebaliknya.”

(Ibnu ‘Utsaimin, Al-Syarh Al-Mumti’, 7/204).

 

Kami tambahkan, bahwa bagi jamaah haji yang melakukan larangan ihram ini, ada dua pilihan lain selain menyembelih hadyu, yaitu : (1) berpuasa 3 hari; atau (2) bersedekah (memberi makan 6 orang miskin), sesuai firman Allah SWT :

فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ

“…maka dia wajib ber-fidyah, yaitu berpuasa, bersedekah atau berkurban.” (QS. Al-Baqarah : 196).

 

Dan juga sesuai sabda Rasulullah SAW :

…أَنْ يُطْعِمَ فَرَقًا بَيْنَ سِتَّةٍ، أَوْ يُهْدِيَ شَاةً، أَوْ يَصُومَ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ ” رواه البخاري (1817)، ومسلم (1201).

“…Rasulullah SAW memerintahkan dia (Ka’ab bin ‘Ujrah RA) untuk memberi makan enam orang miskin dengan satu faraq makanan, atau menyembelih satu ekor domba (sebagai kurban), atau berpuasa selama tiga hari.” (HR. Al-Bukhari no. 1817; Muslim,  no. 1901).

 

Keempat, hadyu yang disembelih karena orang yang berhaji mengalami ihshār, yaitu orang yang berhaji dihalangi oleh suatu halangan (māni’) sehingga tidak dapat menyempurnakan hajinya. Contoh ihshār, misalnya orang yang berhaji mengalami sakit, atau ada hambatan di jalan, atau dikepung musuh, dsb.  Dalilnya firman Allah SWT :

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Tetapi jika kamu terkepung (oleh musuh), maka (sembelihlah) hadyu yang mudah didapat.” (QS. Al-Baqarah :196).

 

Hadyu karena orang yang berhaji dihalangi oleh suatu halangan (ihshār) ini, boleh hukumnya penyembelihannya dan juga pembagian dagingnya, dilakukan di luar al-Haram (Makkah). Namun boleh juga penyembelihan hadyu dan pembagian dagingnya dilakukan di dalam Makkah. Dalilnya hadits Nabi SAW sbb :

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: ” أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ مُعْتَمِرًا، فَحَالَ كُفَّارُ قُرَيْشٍ بَيْنَهُ وَبَيْنَ البَيْتِ، فَنَحَرَ هَدْيَهُ، وَحَلَقَ رَأْسَهُ بِالحُدَيْبِيَةِ ” رواه البخاري (4252).

Dari Ibnu ‘Umar RA, bahwa Rasulullah SAW keluar hendak ber’umrah, namun kemudian kaum kafir Quraisy menghalangi Rasulullah SAW untuk masuk ke Makkah. Maka Rasulullah SAW lalu menyembelih hadyu-nya, serta mencukur rambutnya di Hudaibiyyah.” (HR. Al-Bukhari, no. 4252).

 

Kelima, hadyu yang dilakukan karena orang yang berhaji berburu (al-shaid) hewan-hewan di Makkah saat ihram. Dalam kondisi ini, wajib penyembelihan hadyu dan pembagian dagingnya dilakukan di Makkah, tidak boleh dilakukan di luar Makkah. Dalilnya firman Allah SWT :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنتُمْ حُرُمٌ وَمَن قَتَلَهُ مِنكُم مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِّنكُمْ هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَلِكَ صِيَامًا لِّيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ وَمَنْ عَادَ فَيَنتَقِمُ اللَّهُ مِنْهُ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انتِقَامٍ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai hadyu yang dibawa sampai ke Ka’bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.” (QS. Al-Maidah : 95).

 

Ima Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas dengan berkata :

قوله تعالى: هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ أي: واصلا إلى الكعبة، والمراد وصوله إلى الحرم، بأن يذبح هناك، ويفرق لحمه على مساكين الحرم. وهذا أمر متفق عليه في هذه الصورة ” انتهى من ” تفسير ابن كثير ” (3/194).

“Firman Allah SWT yang berbunyi (هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ ), berarti hadyu itu harus sampai ke Ka’bah. Yang dimaksud sampainya hadyu ke Ka’bah, adalah sampainya hadyu ke Al-Haram (Makkah), dalam arti harus disembelih di sana (Makkah), dan dibagi-bagikan dagingnya di antara kaum miskin Al-Haram (Makkah). Ini adalah perkara yang disepakati (oleh ulama) dalam bentuk seperti ini.”

(Tafsīr Ibnu Katsīr, 3/194).

 

Kesimpulan

Ada setidaknya 5 (lima) macam hadyu dengan lokasi penyembelihan dan lokasi pembagian dagingnya yang ringkasnya adalah sebagai berikut :

 

Pertama, hadyu tamattu’ dan hadyu qirān. Hadyu tamattu’ adalah hadyu yang disembelih oleh orang yang berhaji secara tamattu’, yakni melaksanakan umrah di bulan-bulan haram lalu bertahallul dari umrah, baru kemudian melaksanakan haji. Sedangkan hadyu qirān, adalah hadyu yang disembelih oleh orang yang berhaji secara qirān, yakni menggabungkan pelaksanaan haji dan umrah dengan satu ihram pada bulan-bulan haji.

Dalam kondisi ini, hadyu tamattu’ dan hadyu qirān wajib disembelih di al-Haram (Makkah), dan tidak boleh dilakukan di luar Makkah, misalnya di Arafah atau di Jeddah. Namun sebagian distribusi dagingnya, boleh dipindahkan ke luar al-Haram (Makkah). Kecuali jika orang yang berhaji tidak mendapatkan hadyu, maka dia berpuasa 3 (tiga) hari di Makkah, dan 7 (tujuh) hari di negerinya.

 

Kedua, hadyu yang disembelih karena orang yang berhaji meninggalkan salah satu dari kewajiban-kewajiban haji, seperti misalnya meninggalkan ihram dari miqat, tidak mabit di Muzdalifah atau Mina, tidak melontar jumrah, dan tidak thawaf wada. Dalam kondisi ini, wajib disembelih di al-Haram (Makkah), dan wajib pula dagingnya dibagikan kepada fuqarā` di Makkah.

 

Ketiga, hadyu yang disembelih karena orang yang berhaji melakukan satu larangan di antara larangan-larangan ihram, seperti mencukur rambut kepala, atau memakai wewangian, atau memotong kuku, baik karena uzur (misalnya ada penyakit di kepala) atau tanpa uzur, atau bersetubuh dengan istri sebelum tahallul awal. Dalam kondisi ini, boleh hukumnya penyembelihannya dan juga pembagian dagingnya, dilakukan di luar al-Haram (Makkah). Dan boleh pula, jamaah haji yang melakukan larangan ihram ini, memilih 2 (dua) pilihan lain selain menyembelih hadyu, yaitu : (1) berpuasa selama tiga hari; atau (2) bersedekah (memberi makan kepada enam orang miskin).

 

Keempat, hadyu yang disembelih karena orang yang berhaji mengalami ihshār, yaitu orang yang berhaji dihalangi oleh suatu halangan (māni’) sehingga tidak dapat menyempurnakan hajinya. Dalam kondisi ini, boleh hukumnya penyembelihannya dan juga pembagian dagingnya, dilakukan di luar al-Haram (Makkah). Namun boleh juga penyembelihan hadyu dan pembagian dagingnya dilakukan di dalam Makkah.

 

Kelima, hadyu yang dilakukan karena orang yang berhaji berburu (al-shaid) hewan-hewan di Makkah saat ihram. Dalam kondisi ini, wajib penyembelihan hadyu dan pembagian dagingnya dilakukan di Makkah, tidak boleh dilakukan di luar Makkah. Wallāhu a’lam.

 

Yogyakarta, 2 Mei 2025

Muhammad Shiddiq Al-Jawi

 

= = =

Referensi :

https://islamqa.info/ar/answers/223070

https://www.dar-alifta.org/ar/fatwa/details/18781