Home Soal Jawab Fiqih HUKUM HADIAH DARI BANK KEPADA NASABAHNYA

HUKUM HADIAH DARI BANK KEPADA NASABAHNYA

58
Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi | Pakar Fiqih Kontemporer

 

Tanya :

Izin bertanya Ustadz, bagaimana hukumnya dengan hadiah yang didapatkan dari undian bank, misalnya mendapatkan jam, mobil dan lain-lain, apakah ini tetap haram? (Irna Sari, Papua).

 

Jawab :

Hadiah dari bank kepada para nasabahnya, baik hadiah langsung maupun hadiah yang diundi, baik dari bank konvensional (ribawi) maupun dari bank syariah, hukumnya haram menurut syariah, sehingga tidak boleh diterima oleh nasabahnya, karena hadiah tersebut termasuk riba. Padahal riba telah diharamkan oleh Allah SWT :

وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ

”Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah : 275).

Mengenai haramnya hadiah dari bank konvensional, dikarenakan status tabungan (Ingg: saving, Arab : wadī’ah /titipan) dari para nasabah di bank, adalah pinjaman (qardh). (Syekh ‘Abdul ‘Aziz Al-Matrak, Al-Ribā wa Al-Mu’āmalat Al-Mashrifiyyah fī Nazhar Al-Syarī’ah Al-Islāmiyyah, hlm. 347).

Maka dari itu, hadiah dari bank konvensional kepada para nasabahnya, tidak diragukan lagi adalah riba yang telah diharamkan dalam Islam, sesuai sabda Rasulullah SAW :

إِذَا أَقْرَضَ فَلاَ يَأْخُذْ هَدِيَةً

”Jika seseorang memberi pinjaman (qardh) maka janganlah dia mengambil suatu hadiah.” (Arab : idzā aqradha falā ya`khudz hadiyyatan). (HR. Al-Bukhari, dalam Al-Tārīkh Al-Kabīr, 4/2/231; Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubrā, V/530).

 Dalil lainnya, sabda Rasulullah SAW :

‏إِذَا أَقْرَضَ أَحَدُكُمْ قَرْضًا فَأَهْدَى لَهُ أَوْ حَمَلَهُ عَلَى الدَّابَّةِ فَلَا يَرْكَبْهَا وَلَا يَقْبَلْهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ جَرَى بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ قَبْلَ ذَلِكَ 

”Jika salah seorang dari kamu memberi pinjaman (qardh) (kepada orang lain), lalu yang meminjam itu memberi dia hadiah, atau menaikkannya di atas tunggangannya, maka janganlah dia (pemberi pinjaman) menaiki tunggangan itu, dan jangan pula menerima hadiahnya, kecuali hal itu sudah biasa terjadi sebelumnya antara yang memberi pinjaman dan yang meminjam.” (HR. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, no. 2432).

Adapun haramnya hadiah dari bank syariah kepada para nasabahnya, baik nasabah dengan rekening mudhārabah (bagi hasil) maupun dengan rekening wadīah (titipan murni), dikarenakan adanya penjaminan (dhomān) yang diberikan bank syariah kepada para nasabahnya, berdasarkan program penjaminan simpanan yang diikuti oleh bank di LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Ini berarti jika bank syariah menjadi bank gagal, dana nasabah tidak akan hilang (hangus), melainkan akan dikembalikan oleh bank syariah kepada nasabah.

Adanya penjaminan ini, telah mengubah status modal mudharabah yang disetor nasabah, menjadi pinjaman (qardh). Konsekuensinya, jika mudharabah itu mendapatkan laba dan bank syariah membagikan keuntungannya, yang terjadi sesungguhnya bukanlah bagi hasil (profit sharing), melainkan bagi riba (riba sharing). Dan jika bank syariah memberikan hadiah kepada para nasabahnya, hadiah itu haram hukumnya karena hadiah itu muncul karena qardh (pinjaman) dari nasabah kepada bank syariah.

Adapun akad wadī’ah di bank, hakikatnya adalah juga akad qardh (pinjaman), karena wadī’ah di bank syariah tidaklah memenuhi kriteria wadī’ah dalam Syariah Islam. Mengapa? Karena bank syariah telah menggunakan dana titipan itu (seharusnya dana wadī’ah tidak boleh digunakan), dan karena bank syariah telah memberikan penjaminan (dhomān), sehingga dana titipan (wadī’ah) otomatis statusnya berubah menjadi dana pinjaman (qardh) dari nasabah kepada bank syariah. (‘Abdullāh Husayn Al-Maujān, Ahkām Al-Wadī’ah fī Al-Syarī’ah Al-Islāmiyyah, hlm. 41-42).

Dengan demikian, hadiah yang diberikan oleh bank syariah kepada nasabahnya juga dihukumi sebagai riba, karena dana wadi’ah itu hakikatnya telah berubah menjadi pinjaman (qardh), sehingga hadiah yang muncul dari akad qardh, adalah riba yang haram diambil oleh nasabah. Sabda Rasulullah SAW :

إِذَا أَقْرَضَ فَلاَ يَأْخُذْ هَدِيَةً

”Jika seseorang memberi pinjaman (qardh) maka janganlah dia mengambil suatu hadiah.” (Arab : idzā aqradha falā ya`khudz hadiyyatan). (HR. Al-Bukhari dan Al-Baihaqi). Wallāhu a’lam.

 

Yogyakarta, 30 Desember 2024
Muhammad Shiddiq Al-Jawi