Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi | Pakar Fiqih Kontemporer
Tanya :
Ustadz, mohon dijelaskan hukum bunuh diri dalam Islam. Apakah orang yang bunuh diri ini akan kekal di neraka dan tidak bisa masuk surga? (Rasman, Samarinda).
Jawab :
Dalam kitab Al-Mausū’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah dijelaskan bahwa :
الِانْتِحَارُ حَرَامٌ بِالِاتِّفَاقِ، وَيُعْتَبَرُ مِنْ أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ بَعْدَ الشِّرْكِ بِاللَّهِ
“Bunuh diri (Arab : al-intihār, qatlu al-nafsi) hukumnya haram menurut kesepakatan ulama (tidak ada perbedaan pendapat (khilāfiyah) di kalangan ulama), dan termasuk dosa besar (al-kabā`ir) setelah dosa syirik.” (Al-Mausū’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 6/283-284; Imam Al-Dzahabī, Al-Kabā`ir, hlm.12).
Dalil haramnya bunuh diri adalah Al-Qur`an dan As-Sunnah. Dalil Al-Qur`an, adalah firman Allah SWT :
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
”Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. Al-Nisā`: 29).
Juga firman Allah SWT :
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالْحَقِّۗ
”Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.” (QS. Al-Isrā` : 33).
Dalil As-Sunnah, antara lain hadits Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda :
مَن تَرَدَّى مِن جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ، فَهو في نَارِ جَهَنَّمَ يَتَرَدَّى فيه خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا، وَمَن تَحَسَّى سُمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ، فَسُمُّهُ في يَدِهِ يَتَحَسَّاهُ في نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا، وَمَن قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ، فَحَدِيدَتُهُ في يَدِهِ يَجَأُ بِهَا في بَطْنِهِ في نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا
”Barangsiapa yang bunuh diri dengan (menusuk dirinya dengan) besi, maka besi itu akan ada di tangannya, dan dia akan menghujamkan ke perutnya dalam neraka Jahannam, dia kekal dan abadi (khālidan mukhalladan) di dalamnya selama-lamanya (abadan). Barangsiapa yang minum racun, hingga meninggal dunia, maka racun tersebut akan berada di tangannya, dan ia akan meminumnya di neraka Jahannam, dia kekal serta abadi di dalamnya selama-lamanya. Barangsiapa menjatuhkan dirinya dari gunung, hingga membunuh jiwanya, maka dia akan jatuh ke neraka Jahannam, dia kekal serta abadi di dalamnya selama-lamanya.” (HR. Al-Bukhari, no. 5778; Muslim, no. 109).
Berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur`an dan As-Sunnah ini, jelaslah bahwa bunuh diri haram hukumnya dalam Islam dan merupakan salah satu besar (al-kabā`ir) setelah dosa syirik.
Apakah orang yang bunuh diri itu kekal di neraka dan tidak bisa masuk surga? Sebagian ulama berpendapat, tidak bisa masuk surga, karena orang yang bunuh diri akan kekal di neraka Jahannam. Dalilnya, makna zhāhir dari hadits Abu Hurairah RA di atas, bahwa orang yang bunuh diri itu akan kekal dan abadi (khālidan mukhalladan) di dalam neraka Jahannam selama-lamanya (abadan). (Al-Mausū’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 6/284).
Namun pendapat yang rājih (lebih kuat dalilnya), orang yang bunuh diri itu masih ada harapan masuk surga, selama dia tidak menyekutukan Allah (syirik) dan tidak menghalalkan (istihlāl) perbuatan bunuh diri yang telah diharamkan oleh Allah.
Jadi para ulama telah menafsirkan hadits Abu Hurairah RA tersebut tidak menurut makna zhāhir-nya, berdasarkan dalil-dalil syar’i berikut ini;
Pertama, firman Allah SWT :
اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُۚ
”Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia akan mengampuni segala dosa yang selain dari (dosa syirik) itu, bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Nisā` : 48,116).
Kedua, hadits shahih dari Jabir RA sebagai berikut :
عَنْ جَابِرٍ أَنَّ الطُّفَيْلَ بْنَ عَمْرٍو الدَّوْسِيَّ ، أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، هَلْ لَكَ فِي حِصْنٍ حَصِينٍ وَمَنْعَةٍ ؟ – قَالَ : حِصْنٌ كَانَ لِدَوْسٍ فِي الْجَاهِلِيَّةِ – فَأَبَى ذَلِكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلَّذِي ذَخَرَ اللَّهُ لِلْأَنْصَارِ ، فَلَمَّا هَاجَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمَدِينَةِ ، هَاجَرَ إِلَيْهِ الطُّفَيْلُ بْنُ عَمْرٍو وَهَاجَرَ مَعَهُ رَجُلٌ مِنْ قَوْمِهِ ، فَاجْتَوَوُا الْمَدِينَةَ ، فَمَرِضَ ، فَجَزِعَ ، فَأَخَذَ مَشَاقِصَ لَهُ ، فَقَطَعَ بِهَا بَرَاجِمَهُ ، فَشَخَبَتْ يَدَاهُ حَتَّى مَاتَ ، فَرَآهُ الطُّفَيْلُ بْنُ عَمْرٍو فِي مَنَامِهِ ، فَرَآهُ وَهَيْئَتُهُ حَسَنَةٌ ، وَرَآهُ مُغَطِّيًا يَدَيْهِ ، فَقَالَ لَهُ : مَا صَنَعَ بِكَ رَبُّكَ ؟ فَقَالَ : غَفَرَ لِي بِهِجْرَتِي إِلَى نَبِيِّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ : مَا لِي أَرَاكَ مُغَطِّيًا يَدَيْكَ ؟ قَالَ : قِيلَ لِي : لَنْ نُصْلِحَ مِنْكَ مَا أَفْسَدْتَ ، فَقَصَّهَا الطُّفَيْلُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اللَّهُمَّ وَلِيَدَيْهِ فَاغْفِرْ. رواه مسلم.
Dari Jābir RA bahwa Al-Thufayl bin ‘Amr al-Dawsiy RA mendatangi Nabi SAW lalu berkata,”Wahai Rasulullah, apakah Anda mau berlindung di sebuah benteng yang kokoh dan kuat?” Lalu sambungnya,“Benteng itu dulunya milik suku Daus di zaman jahiliyah.” Namun Nabi SAW mengabaikan tawaran itu karena kebaikan yang telah Allah siapkan bagi orang-orang Anshar. Ketika Nabi SAW berhijrah ke Madinah, Al-Thufayl bin ‘Amr al-Dawsiy juga berhijrah, bersama dengan seorang laki-laki dari sukunya (suku Daus). Namun mereka ternyata tidak cocok dengan cuaca/makanan di Madinah. Laki-laki tersebut sakit dan menjadi gelisah. Dia mengambil anak panah bermata lebar miliknya, lalu dengan itu dia memotong sendiri ruas-ruas jarinya. Kedua tangannya mengalirkan banyak darah lalu dia mati. Kemudian Al-Thufail bin ‘Amr bermimpi melihat kawannya itu dalam keadaan yang baik, namun dia menutupi kedua tangannya. Maka Al-Thufail bin ‘Amr bertanya kepadanya,“Apa yang telah dilakukan oleh Rabbmu kepadamu?” Dia menjawab,“Dia telah mengampuniku dengan sebab hijrahku kepada Nabi-Nya.“ Kemudian Al-Thufail bertanya lagi,“Kenapa aku melihat kamu menutupi kedua tanganmu?” Dia menjawab,”Ada yang mengatakan kepadaku, ‘Kami tidak akan pernah memperbaiki bagian (tubuh)-mu yang sudah kamu rusak sendiri.“ Kemudian Al-Thufail menceritakan mimpinya kepada Rasulullah SAW, maka Rasulullah SAW berdoa,“Ya Allah, ampunilah juga kedua tangannya.” (HR. Muslim, Shahih Muslim, no. 116).
Imam Nawawi memberi syarah (penjelasan) hadits di atas sebagai berikut :
… فَفِيْهِ حُجَّةٌ لِقَاعِدةٍ عَظِيْمَةٍ لِأْهلِ السُّنَّةِ: أنَّ مَنْ قَتَل نَفْسَهُ أَوْ ارْتَكَبَ مَعْصِيَةً غَيرَهَا، وَمَاتَ مِنْ غَيْرِ تَوْبَةٍ، فَلَيْسَ بِكَافِرٍ وَلَا يُقْطَعُ لَهُ بِالنَّارِ، بَلْ هُوَ فِيْ حُكْمِ الْمَشِيْئَةِ. وَهَذَا الْحَدِيْثُ شَرْحٌ لِلْأَحادِيْثِ الَّتِيْ قَبلَهُ الْمُوْهِمِ ظَاهِرُهَا تَخْلِيْدُ قَاتِلِ النَّفْسِ وَغَيْرِهِ مِنْ أَصْحَابِ الْكَبَائِرِ فِي النَّارِ. شرح مسلم للنووي ج 2 ص 131.
“Jadi di dalam hadits ini terdapat hujjah untuk sebuah kaidah yang agung bagi golongan Ahlus Sunnah, bahwa barangsiapa yang bunuh diri, atau melakukan suatu kemaksiatan lainnya, lalu di mati tanpa bertaubat, maka dia tidaklah kafir, dan tidaklah dapat dipastikan dia akan masuk neraka, akan tetapi dia masuk ke dalam kategori orang yang nasibnya terserah kehendak Allah. Hadits ini merupakan penjelasan bagi hadits-hadits sebelumnya yang secara zhahirnya dapat menimbulkan persangkaan bahwa orang yang bunuh diri atau yang melakukan dosa-dosa besar lainnya, akan kekal di neraka.” (Imam Nawawi, Syarah Muslim, Juz II, hlm. 131). Wallāhu a’lam.






















