Home Fiqih Fiqih Muamalah GAJI PEGAWAI BANK DIBELIKAN SAWAH BAGAIMANA HUKUM HASIL PANENNYA

GAJI PEGAWAI BANK DIBELIKAN SAWAH BAGAIMANA HUKUM HASIL PANENNYA

2

Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi

 

Tanya :

Mulai tahun 85 nanti tahun 2007 baru saya tarik dan saya belikan sawah ada 5 hektar di kampung selama saya kerja  banyak yang sampaikan bahwa gaji pegawai BRI itu riba, menurut orang karena gajinya tergantung keuntungan, gaji pegawai Bank dan insentif, uang cuci dan lain-lain tergantung dari keuntungan BUNGA YANG DITERIMA DARI NASABAH (BUNGA) asalnya (RIBA) YANG SAYA PERTANYAKAN gaji yang mulai 85/2007 itu  apa termasuk riba? Dan saya belikan sawah yang satu kali panen sekitar 80 juta, kalau betul itu uang riba saya belikan sawah penyelesaiannya bagaimana? (Hamba Allah).

 

Jawab :

Mohon maaf pertanyaan di atas sulit kami pahami maksudnya. Yang dapat kami pahami dari redaksi pertanyaan di atas, ada dua dua pertanyaan pokok dari penanya, sebagai berikut :

Pertama, benarkah gaji seorang pegawai bank itu riba?

Kedua, bagaimanakah jika gaji tersebut dibelikan sawah?

 

Hukum Gaji Pegawai Bank

Gaji pegawai bank hukumnya ada rincian sebagai berikut;

Pertama, gaji pegawai itu hukumnya haram, jika pekerjaannya di bank berkaitan dengan riba, baik terkait langsung maupun tidak langsung.

 Kedua, gaji pegawai itu hukumnya tidak haram, yakni boleh (halal), jika pekerjaannya di bank tidak berkaitan dengan riba, baik langsung maupun tidak langsung. (Taqiyuddin An Nabhani, An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam, hlm. 92).

 

Dalilnya adalah hadits dari Jabir bin Abdillah RA bahwa :

لَعَنَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ آكِلَ الرِّبَا، وَمُؤْكِلَهُ، وَكَاتِبَهُ، وَشَاهِدَيْهِ، وَقالَ: هُمْ سَوَاءٌ

“Rasulullah SAW telah melaknat pemakan riba (yang memungut riba), pemberi riba (pembayar riba), pencatat riba, dan dua orang saksinya. Rasulullah SAW bersabda,”Mereka itu sama saja (sama-sama berdosa).”(HR Muslim).  (Taqiyuddin An Nabhani, An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam, hlm. 92).

 

Contoh-contoh pekerjaan yang terkait dengan riba secara langsung yang hukumnya haram, misalnya :

(1) bagian Teller, yaitu posisi pekerja di bank yang fungsinya adalah melayani nasabah bank dalam bertransaksi di bank, seperti membuka rekening, menerima tabungan (setoran), membayar tarikan tunai, dan sebagainya;

(2) bagian Analis Kredit, yaitu posisi pekerja di bank yang menganalisis penerima pinjaman, apakah penerima pinjaman itu bankabel (layak dipinjami bank) atau tidak.

(3) bagian Account Officer (AO), yaitu posisi pekerja di bank yang melakukan analisis kelayakan pemberian kredit dan pemantauan terhadap kelancaran pembayaran kredit oleh debitur (nasabah).

 

Contoh-contoh pekerjaan yang terkait dengan riba meski tidak langsung yang hukumnya juga haram, misalnya :

(1) pekerjaan sebagai akuntan bank, dan auditor bank.

(2) pekerjaan bagian marketing yang bertugas memasarkan produk perbankan

(3) pekerjaan bagian back office yang bertugas melakukan pengecekan dan memastikan bahwa transaksi yang dilakukan oleh teller sudah sesuai dan sudah benar;

(4) pekerjaan bagian admin kredit yang bertugas membuat surat, menginventarisir data nasabah sampai merapikan data jaminan nasabah.

 

Contoh pekerjaan yang TIDAK TERKAIT dengan riba, hukum gajinya halal, misalnya :

(1) pekerjaan cleaning service di bank.

(2) pekerjaan satpam di bank, yang murni melakukan pengamanan di bank tetapi tidak ikut melayani nasabah.

 

Hukum Pegawai Bank Menggunakan Gajinya Untuk Membeli Sawah

Seorang pegawai bank ketika menggunakan gajinya untuk berbagai keperluan, misalnya untuk memberi nafkah anak istrinya, untuk membeli suatu barang, dsb, hukumnya haram dan berdosa bagi pegawai bank itu.

Tetapi hukumnya tidak haram bagi istri dan anak yang dinafkahinya, dan ketika digunakan untuk membeli sesuatu, tidak haram bagi pihak penjual, selama memenuhi rukun dan syarat jual beli.

 Dalil haramnya pegawai bank menggunakan gajinya untuk berbagai keperluan, adalah sabda Rasulullah SAW :

مَنْ جَمَعَ مَالًا حَرَامًا ثُمَّ تَصَدَّقَ بِهِ لَمْ يَكُنْ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ، وَكَانَ إِصْرُهُ عَلَيْهِ

 “Barangsiapa yang mengumpulkan harta yang haram, kemudian dia bersedekah dengan harta haram itu, maka dia tidak mendapat pahala dan bahkan mendapatkan dosanya.” (HR. Ibnu Khuzaimah).

 Dalil tidak haramnya anak dan istri menerima nafkah dari pegawai bank, dan tidak haramnya penjual yang berjual beli dengan pegawai bank tersebut (selama memenuhi rukun dan syarat jual beli), adalah firman Allah SWT :

وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ۚ

“Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (QS Fathir : 18).

 

Pendapat Ibnu Mas’ud RA sebagai berikut :

صَحَّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ سُئِلَ عَمَّنْ لَهُ جَارٌ يَأْكُلُ الرِّبَا، وَيَدْعُوهُ إلَى طَعَامِهِ ؟ فَقَالَ: أَجِيْبُوْهُ؛ فَإِنَّمَا الْمَهْنَأُ لَكُمْ، وَالَِْزْرُ عَلَيْهِ  . انتهى . جامع العلوم والحكم لابن رجب الحنبلي ص 71 .

Telah shahih riwayat dari Ibnu Masud RA, dia pernah ditanya mengenai orang yang mempunyai tetangga pemakan riba, yang mengundang orang itu untuk makan-makan. Ibnu Mas’ud RA menjawab,”Penuhilah undangan itu, karena sesungguhnya makanan itu boleh kamu makan, sedang dosanya ditanggung oleh orang yang mengundang.” (Ibnu Rajab Al-Hanbali, Jāmi’ Al-‘Ulūm wa Al-Hikam, hlm. 71).

Namun yang afdhol adalah istri dan anak pegawai bank itu, tidak menerima nafkah dari suami/ayah itu yang menjadi pegawai bank, demikian juga yang afdhol bagi penjual itu adalah tidak bermuamalah dengan pegawai bank itu yang membeli barangnya.

 

Rasulullah SAW bersabda :

لَا يَبْلُغُ الْعَبْدَ أَنْ يَكُونَ مِنْ الْمُتَّقِينَ حَتَّى يَدَعَ مَا لَا بَأْسَ بِهِ حَذَرًا مِمَّا فِيهِ بَأْسٌ

”Seorang hamba tidak akan mencapai derajat orang yang bertaqwa, hingga dia meninggalkan apa-apa yang tidak ada dosanya karena khawatir masih ada dosanya.” (HR Tirmidzi)

Jelaslah,  bahwa seorang pegawai bank ketika menggunakan gajinya untuk berbagai keperluan, misalnya untuk memberi nafkah anak istrinya, untuk membeli suatu barang, seperti sawah, tanah, mobul, rumah, dsb, hukumnya haram dan berdosa bagi pegawai bank itu.

Tetapi hukumnya tidak haram bagi istri dan anak yang dinafkahinya, dan ketika digunakan untuk membeli sesuatu, tidak haram bagi pihak penjual, dan hukum jual belinya sah selama memenuhi rukun dan syarat jual beli.

Tetapi jika seseorang berjual beli dengan tidak memenuhi rukun dan syarat jual beli, maka haram hukumnya bagi pihak penjual dan pembeli, dan jual belinya tidak sah, misalnya : jual beli babi, jual beli khamr, jual beli emas secara angsuran, dsb, walaupun uang yang digunakan untuk membeli itu, berasal dari gaji yang halal, bukan dari gaji yang haram.  Wallāhu a’lam.

 

Bandar Lampung, 31 Oktober 2025

 Muhammad Shiddiq A-Jawi