
Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Tanya :
Assalamualaikum wr wb. Pak Ustadz mohon amalan doa agar jual tanah cepet laku sudah dari sebelum pandemi dijual belum laku-laku, mohon doanya njih. (Hamba Allah).
Jawab :
Wa ‘alaikumus salam wr wb
Banyak doa yang dapat diamalkan agar barang yang kita jual cepat laku. Antara lain dengan doa yang ma`tsūr (yakni ada nashnya dari Al-Qur`an atau Al-Hadits) sebagai berikut :
الَّلهُمَّ إِنِّي أَسأَلُكَ رِزقًا طَيِّبًا ، وَعِلمًا نَافِعًا ، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
Bunyinya : Alloohumma inni as`aluka ‘rizqon waasi’an wa ‘ilman naafi’an wa ‘amalan mutaqaballa.
Artinya : “Ya Allah saya memohon kepada-Mu rizqi yang luas, ilmu yang bermanfaat, dan amal yang diterima.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Atau doa sebagai berikut yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada putri tercintanya, Fathimah Az-Zahra, radhiyallāhu ‘anhā. Rasulullah SAW telah memberi nasihat indah kepada putrinya Fatimah RA tersebut untuk senantiasa berdoa pada setiap pagi dan petang dengan doa berikut ini :
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ! أَصْلِحْ لِي شَأْنِيَ كُلَّهُ، وَلاَ تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ
Bunyinya : Yaa Hayyu Yaa Qoyyuum bi rohmatika astaghiitsu! Ashlih lii sya`nii kullihi wa laa takilnii ila nafsii thorfata ‘ain.
Artinya: “Wahai (Dzat) yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri! Dengan rahmat-Mu aku memohon pertolongan. Perbaikilah urusanku seluruhnya, dan janganlah Engkau serahkan diriku kepada diriku sendiri walau hanya sekejap mata.” (HR. An-Nasai dan Al-Hakim).
Atau boleh juga kita berdoa dengan doa yang ghairu ma`tsūr (tidak ada nashnya dari Al-Qur`an atau Al-Hadits). Jadi redaksinya secara persis memang tidak berasal dari Al-Qur`an atau Al-Hadits, tetapi redaksinya itu dibuat oleh kita sendiri atau dibuat oleh ulama misalnya. Berdoa dengan doa yang dibuat sendiri hukumnya boleh dalam Islam, selama makna doanya tidak bertentangan dengan Syariah Islam.
Misalkan doa sebagai berikut :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ أَنْ تُيَسِّرَ لِي بَيْعَ (…)
Bunyinya : Alloohumma innii as`aluka an tuyassira lii bai’a (sebutkan barang yang akan Anda jual, misal : al-bait atau rumah).
Artinya,”Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar Engkau memudahkan aku menjual (…).”(sebutkan barang yang akan dijual).
Sebagai tambahan faidah, perlu kami jelaskan bahwa boleh hukumnya kita berdoa dengan redaksi yang kita buat sendiri, dengan syarat redaksi itu tidak mengandung makna yang bertentangan dengan Syariah Islam. Dalilnya adalah hadits sebagai berikut :
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ الزُّرَقِيُّ، قَالَ: كُنَّا يَوْمًا نُصَلِّي وَرَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرَّكْعَةِ قَالَ:« سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ». قَالَ رَجُلٌ وَرَاءَهُ: رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ:« مَنْ الْمُتَكَلِّمُ ؟ ». قَالَ: أَنَا. قَالَ « رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلَاثِينَ مَلِكًا يَبْتَدِرُونَهَا، أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلَ » أخرجه أحمد والبخاري وأبو داود والنسائي ومالك والبيهقي
Dari Rifa’ah bin Rafi’ Az-Zuraqi RA, dia berkata”Dahulu kami pernah sholat di belakang Nabi SAW, maka ketika Nabi SAW mengangkat kepalanya dari ruku’, beliau berdoa,”Sami’allaahu liman hamidahu.” Lalu seorang laki-laki di belakang Nabi SAW berdoa :
رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ
“Wahai Tuhan kami, hanya bagi-Mu-lah segala puji, dengan pujian yang banyak yang baik yang diberkahi.”
Setelah selesai sholat, Nabi SAW bertanya,”Siapa tadi yang berbicara?” Berkata periwayat hadits,”Saya.” Lalu Nabi SAW bersabda,”Aku melihat lebih dari tiga puluh malaikat berebut siapa di antara mereka yang lebih dahulu untuk menuliskan kalimat tersebut.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari, Abu Dawud, Al-Nasa`i, Malik, dan Al-Baihaqi).
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani men-syarah (menjelaskan) hadits tersebut dengan berkata :
وَاسْتَدَلَّ بِهِ عَلَى جَوَازِ إِحْدَاثِ ذِكْرٍ فِي الصَّلَاةِ غَيْرِ مَأْثُورٍ إِذَا كَانَ غَيْرَ مُخَالِفٍ لِلْمَأْثُورِ
“(Ulama) telah berdalil dengan hadits ini untuk membolehkan membuat suatu dzikir di dalam sholat yang tidak ma`tsūr (yakni tidak ada dalam Al-Qur`an atau Al-Hadits), jika dzikir itu tidak menyalahi dzikir yang ma’tsūr (yang ada dalam Al-Qur`an atau Al-Hadits).” (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bārī, 2/799).
Demikianlah penjelasan kami, semoga bermanfaat.
Madiun, 21 Februari, 2025
Muhammad Shiddiq Al-Jawi