
Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Tanya :
Ustadz, bagaimana caranya menghitung zakat perdagangan secara kredit? Contoh, menjual HP secara kredit selama 10 bulan. Barangnya beragam, seperti kasur busa, TV, kursi, motor, rice cooker, laptop, kamera. (Bu Kikit, Rancaekek, Bandung).
Jawab :
Cara menghitung zakat perdagangan untuk barang yang dijual secara kredit, pada dasarnya sama dengan barang-barang dagangan lainnya, yaitu wajib memenuhi nishab dan haul. Hanya saja, pada saat jatuh tempo (haul), nilai barang dagangan yang ada, wajib ditambah dengan laba dan nilai piutang dari barang-barang dagangan yang dijual secara kredit, khususnya piutang yang sifatnya lancar (mudah ditagih).
Jadi, cara menghitung zakat perdagangan untuk barang yang dijual secara kredit, rincinya sbb:
Pertama, nilai barang dagangan wajib mencapai atau melampaui nishāb.
Kedua, nilai barang dagangan tersebut wajib sudah berlalu haul (satu tahun hijriyah).
Ketiga, nilai barang dagangan pada saat jatuh tempo (haul), wajib ditambah dengan nilai laba (al-ribhu) dan piutang lancar (mudah ditagih) dari barang-barang dagangan yang dijual secara kredit.
Jadi, besarnya zakat perdagangan untuk barang yang dijual secara kredit, rumusnya secara matematis adalah sebagai berikut :
Zakat = 2,5% x (N + L + PL)
N = nilai barang dagangan pada saat jatuh tempo
L = laba selama satu tahun
PL = piutang lancar
Syarat : nishāb dan haul.
Kewajiban ketentuan nishāb dan haul tersebut untuk zakat perdagangan secara umum, dijelaskan oleh Syekh Abdul Qadim Zallum sbb :
وَتَجِبُ الزَّكَاةُ فِيْ عُرَوْضِ التِّجَارَةِ إِذَا بَلَغَتْ قِيْمَتُهَا قِيْمَةَ نِصَابِ الذَّهَبِ أَوَ قِيْمَةَ نِصَابِ الْفِضَّةِ، وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ
“Wajib mengeluarkan zakat barang-barang dagangan jika nilai barang dagangan telah mencapai nilai nishab emas, atau nilai nishab perak, dan telah berlalu haul (sudah mengendap dalam jangka waktu satu tahun hijriyah) pada barang dagangan (yang mencapai nishab itu).” (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwāl fī Dawlat Al-Khilāfah, hlm. 163).
Kewajiban menzakati laba (al-ribhu), dijelaskan oleh Syekh Abdul Qadim Zallum sbb :
إِذَا بَدَأَ التَّاجِرُ تِجَارَتَهُ بِمَالٍ يَتَجَاوَزُ النِّصَابَ وَفِي آخِرِ الْعَامِ نَمَتْ وَرَبِحَتْ وَجَبَ عَلَيْهِ أَنْ يُخْرِجَ زَكَاةَ الْمَالِ (رَأْسِ الْمَالِ) وَالرِّبْحِ
“Jika seorang pedagang memulai perdagangannya dengan modal yang melampaui nishab, dan pada akhir tahun modal itu telah tumbuh dan memperoleh laba, maka wajib atas pedagang itu mengeluarkan zakat untuk modal plus labanya. (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwāl fī Dawlat Al-Khilāfah, hlm. 163, dengan sedikit perubahan redaksional).
Kewajiban menzakati piutang lancar (mudah ditagih), dalilnya hadits dari shahabat Ibnu Umar RA berikut :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ : كُلُّ دَيْنٍ لَكَ تَرْجُوْ أَخْذَهُ فَإِنَّ عَلَيْكَ زَكَاتَهُ كُلَّمَا حَالَ الْحَوْلُ
Dari Ibnu Umar RA, dia berkata,”Setiap piutang yang menjadi hakmu yang kamu berharap dapat mengambilnya, maka wajib atasmu menzakati piutang itu setiap kali tiba jatuh temponya (tiba haulnya).” (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwāl fī Dawlat Al-Khilāfah, hlm. 165).
Adapun piutang yang sulit ditagih, tidak wajib dihitung zakatnya, hingga piutang itu benar-benar kembali di tangannya pedagang. Dalilnya adalah hadits dari Ibnu Abbas RA berikut :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ : إِذَا لَمْ تَرْجُ أَخْذَهُ فَلاَ تُزَكِّهِ، حَتىَّ تَأْخُذَهُ.
Dari Ibnu Abbas RA, dia berkata,”Jika kamu tidak bisa berharap mengambil (piutangmu) maka jangan kamu zakati piutangmu itu, hingga kamu dapat mengambil piutang itu.” (Al-Mausū’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 28/216).
Nishab zakat perdagangan adalah menggunakan nishab perak, sebagai aqallu nishābaini, yakni nishab terendah dari dua nishab (nishab emas dan nishab perak) pada umumnya. Misalkan kita ambil contoh, pada tanggal 30/01/2025, harga 1 gram perak = Rp 16.222. (https://harga-emas.org/perak/).
Maka nishab perak nilainya adalah = 595 gram x Rp 16.222 = Rp 9.652.090 (sembilan juta enam ratus lima puluh dua ribu sembilan puluh rupiah).
Haul zakat perdagangan jangka waktunya adalah satu tahun menurut kalender hijriyah, bukan kalender Masehi. Awal haul dihitung sejak hari dan tanggal ketika nilai barang dagangan mencapai nishab untuk pertama kalinya. Satu tahun (menurut kalender hijriyah) kemudian sejak hari dan tanggal nilai barang dagangan mencapai nishab, berarti sudah jatuh tempo untuk membayar zakat, yang besarnya = 2,5% dikalikan nilai barang dagangan pada akhir haul (ditambah laba dan nilai piutang lancar).
Contoh Kasus 1 (Barang Dijual Secara Cash)
Seseorang mulai perdagangan pada 30 Rajab 1446 H, dengan berbagai barang dagangan berupa kasur busa, TV, kursi, motor, rice cooker, laptop, kamera, dll. Semua barang itu lalu dinilai, berdasarkan harga jualnya, nilainya Rp 30 juta (sebagai contoh). Laba yang dihasilkan selama satu tahun, misalkan Rp 60 juta. Nilai barang dagangan saat jatuh tempo (30 Rajab 1447 H) menjadi Rp 40 juta.
Maka zakat perdagangannya adalah =
= 2,5% x (nilai barang dagangan saat jatuh tempo + laba setahun)
= 2,5% x (Rp 40 juta + Rp 60 juta) = 2,5% x Rp 100.000.000 = Rp 2.500.000 (dua setengah juta rupiah).
Contoh Kasus 2 (Barang Dijual Secara Kredit)
Seseorang mulai perdagangan pada 30 Rajab 1446 H, dengan berbagai barang dagangan berupa kasur busa, TV, kursi, motor, rice cooker, laptop, kamera, dll. Semua barang itu lalu dinilai, berdasarkan harga jualnya, nilainya Rp 30 juta (sebagai contoh). Laba yang dihasilkan selama satu tahun, misalkan Rp 50 juta. Nilai barang dagangan saat jatuh tempo (30 Rajab 1447) menjadi Rp 40 juta. Piutang lancarnya = Rp 10 juta.
Maka zakat perdagangannya adalah =
= 2,5% x (nilai barang dagangan saat jatuh tempo + laba setahun + piutang lancar)
= 2,5% x (Rp 40 juta + Rp 50 juta + Rp 10 juta ) = 2,5% x Rp 100.000.000 = Rp 2.500.000 (dua setengah juta rupiah).
Demikianlah penjelasan kami seputar zakat perdagangan untuk barang-barang yang dijual secara kredit. Wallāhu a’lam.
Yogyakarta, 14 Februari 2025
Muhammad Shiddiq Al-Jawi