Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Tanya :
Ustadz, kapan batas terakhir membayar zakat fitrah? Apakah batasnya adalah sebelum sholat Iedul Fitri? Katanya Imam Syafi’i membolehkan membayar zakat fitrah sesudah sholat Iedul Fitri, apakah benar? (Abu Haris, Bantul)
Jawab :
Ada khilāfiyah (perbedaan pendapat) di kalangan ulama dalam masalah batas waktu terakhir dalam pembayaran zakat fitrah, menjadi 2 (dua) pendapat sebagai berikut :
Pertama, pendapat jumhur (mayoritas) ulama, yaitu ulama dari mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali, bahwa batas waktu terakhir dalam pembayaran zakat fitrah, adalah tenggelamnya matahari pada hari raya Iedul Fitri, yakni tanggal 1 Syawal. Jadi, menurut pendapat jumhur ulama ini, setelah sholat Iedul Fitri masih boleh dan masih sah membayar zakat fitrah, karena batas akhirnya bukan waktu dimulainya sholat Iedul Fitri, melainkan masuknya waktu maghrib pada tanggal 1 Syawal itu.
Dalilnya adalah hadits Nabi SAW berikut ini :
عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه، قال : كُنَّا نُخْرِجُ في عَهْدِ رَسولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَومَ الفِطْرِ صَاعًا مِن طَعَامٍ. رواه البخاري (1510) واللفظ له، ومسلم (985).
Dari Abu Sa’id Al-Khudri RA, dia berkata,”Dahulu kami mengeluarkan zakat fitrah pada masa Rasulullah SAW pada hari raya (yauma al-fithr) sebanyak satu shā’ dari bahan makanan.” (HR Bukhari, no. 1510, redaksi hadits ini adalah menurut Imam Bukhari; Muslim, no. 985).
Wajhud dalālah, atau segi pengambilan dalil, dari hadits ini, bahwa dari sabda Rasulullah SAW yang berbunyi “pada hari raya” (yauma al-fithr), jelaslah bahwa mengeluarkan zakat fitrah itu sah pada sepanjang hari raya Iedul Fitri, karena kata yaum (hari) itu berlaku untuk siang hari sampai sore hari (waktu maghrib). (https://dorar.net/feqhia/2586/المبحث-الرابع-آخر-وقت-زكاة-الفطر).
Dalil lainnya, hadits Nabi SAW berikut ini :
عن ابنِ عبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عنهما قال: فرَض رسولُ الله صلَّى الله عليه وسلَّم زكاةَ الفِطرِ؛ طُهرةً للصَّائِمِ مِنَ اللَّغو والرَّفَث، وطُعمةً للمساكينِ؛ مَن أدَّاها قبل الصَّلاةِ فهي زكاة مقبولة، ومَن أدَّاها بعد الصَّلاةِ فهي صدقةٌ مِنَ الصَّدَقاتِ. رواه أبو داود (1609)، وابن ماجه (1827)، والدارقطني (2/138)، والحاكم (1/568)
Dari Ibnu ‘Abbas RA, dia berkata,”Rasulullah SAW telah memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fitrah, sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia (al-laghwu) dan perbuatan atau perkataan yang cabul (al-rafats), serta sebagai pemberian makanan bagi orang-orang miskin. Maka barangsiapa yang membayar zakat fitrah itu sebelum sholat Iedul Fitri, maka itu adalah zakat yang diterima, tetapi barangsiapa yang membayar zakat fitrah itu sesudah sholat Iedul Fitri, maka itu adalah satu sedekah di antara sedekah-sedekah.” (HR Abu Dawud, no. 1609; Ibnu Majah, no. 1827; Al-Daraquthni, 2/138; Al-Hakim, 1/568).
Wajhud dalālah, atau segi pengambilan dalil, dari hadits ini, bahwa pengulangan kalimat (مَن أدَّاها), man addā-hā (barangsiapa yang telah membayar zakat fitrah) sebanyak dua kali, menunjukkan, bahwa zakat fitrah memang telah terbayarkan, baik sesudah maupun sebelum sholat Iedul Fitri, hanya saja pahala zakat fitrahnya berkurang ketika dibayarkan sesudah sholat Iedul Fitri menjadi seperti sedekah biasa. (https://dorar.net/feqhia/2586/المبحث-الرابع-آخر-وقت-زكاة-الفطر).
Kedua, pendapat sebagian ulama, yaitu ulama mazhab Al-Zhahiri, Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, Imam Ash-Shan’ani, Imam Syaukani, Syekh bin Baz, dan Syekh Ibnu ‘Utsaimin, mereka menyatakan bahwa batas terakhir waktu berzakat fitrah, adalah sholat Iedul Fitri. Maka barangsiapa yang menunda pembayaran zakat fitrah sesudah Iedul Fitri, tanpa udzur syar’i, berarti dia telah melakukan keharaman dan yang dibayarkan itu tidak terhitung zakat fitrah, melainkan dianggap sedekah biasa.
Dalilnya adalah hadits Ibnu ‘Abbas RA di atas bahwasanya Ibnu Abbas RA berkata :
فرَض رسولُ الله صلَّى الله عليه وسلَّم زكاةَ الفِطرِ؛ طُهرةً للصَّائِمِ مِنَ اللَّغو والرَّفَث، وطُعمةً للمساكينِ؛ مَن أدَّاها قبل الصَّلاةِ فهي زكاة مقبولة، ومَن أدَّاها بعد الصَّلاةِ فهي صدقةٌ مِنَ الصَّدَقاتِ. رواه أبو داود (1609)، وابن ماجه (1827)، والدارقطني (2/138)، والحاكم (1/568)
”Rasulullah SAW telah memerintahkan untuk mengekuarkan zakat fitrah, sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia (al-laghwu) dan perbuatan atau perkataan yang cabul (al-rafats), serta sebagai pemberian makanan bagi orang-orang miskin. Maka barangsiapa yang membayar zakat fitrah itu sebelum sholat Iedul Fitri, maka itu adalah zakat yang diterima, tetapi barangsiapa yang membayar zakat fitrah itu sesudah sholat Iedul Fitri, maka itu adalah satu sedekah di antara sedekah-sedekah.” (HR. Abu Dawud, no. 1609; Ibnu Majah, no. 1827; Al-Daraquthni, 2/138; Al-Hakim, 1/568).
Dalil lainnya, hadits Nabi SAW dari Ibnu Umar RA sebagai berikut :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ
Dari Ibnu ‘Umar RA, bahwa Nabi SAW telah memerintahkan (untuk menunaikan) zakat fitri sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat (‘Iedul Fitri). (HR Bukhari, no. 1413).
Wajhud dalālah dari hadits pertama di atas, bahwa barangsiapa yang membayar zakat fitrah sesudah sholat Iedul Fitri, berarti zakatnya tidak diterima, dan hanya dianggap sebagai sedekah biasa. Dari hadits kedua, jelas sekali bahwa Nabi SAW memerintahkan pembayaran zakat fitrah sebelum sholat Iedul Fitri.
Pendapat yang rājih (lebih kuat) bagi kami, adalah pendapat ulama yang mengatakan bahwa batas waktu akhir zakat fitrah adalah sholat Iedul Fitri, bukan tenggelamnya matahari pada hari raya Iedul Fitri (tanggal 1 Syawal). Hal ini karena dalil hadits Ibnu Abbas RA di atas sudah cukup jelas, bahwa barangsiapa yang membayar zakat fitrah sesudah sholat Iedul Fitri, tidak disebut oleh Nabi SAW sebagai zakat fitrah yang diterima, melainkan hanya disebut sedekah biasa saja. Imam Syaukani memberi syarah (penjelasan) hadits Ibnu Abbas RA tersebut dengan menegaskan :
يدلُّ على أنَّها لا تكونُ بعد الصَّلاةِ زكاةَ فطرٍ، بل صدقةٌ مِن صَدَقاتِ التطوُّعِ. (السيل الجرار ص 266)
“(Hadits Ibnu Abbas RA tersebut) menunjukkan bahwa apa yang dibayarkan sesudah sholat Iedul Fitri bukanlah zakat fitrah, melainkan hanya suatu sedekah dari sedekah-sedekah yang sunnah (tathawwu’).” (Imam Syaukani, Al-Sail Al-Jarrār, hlm. 266).
Imam Syaukani dalam kitabnya Nailul Authār juga mengkritik pendapat jumhur ulama yang mengatakan membayar zakat fitrah sebelum sholat Iedul Ftri, hanya mustaḥab (sunnah), tidak wajib. Imam Syaukani mengatakan :
وَقَدْ ذَهَبَ الْجُمْهُورُ إِلىَ أَنَّ إِخْرَاجَهَا قَبْلَ صَلاَةِ الْعِيْدِ إِنَّمَا هُوِ مُسْتَحَبٌ فَقَطْ، وَجَزَمُوْا بِأَنَّهَا تُجْزِئُ إِلىَ آخِرِ يَوْمِ الْفِطْرِ، وَالْحَدِيْثُ يَرُدُّ عَلَيْهِمْ
“Jumhur ulama berpendapat bahwa mengeluarkan zakat fitrah sebelum sholat Iedul Fitri hanyalah sunnah (tathawwu’), dan mereka memastikan bahwa sah hukumnya membayar zakat fitrah hingga akhir hari raya (tenggelamnya matahari 1 Syawal), padahal hadits yang ada telah menolak pendapat mereka itu.” (Imam Syaukani, Nailul Authār, hlm. 838, Beirut : Dār Ibn Ḥazm, 2000).
Kesimpulannya, memang terdapat khilāfiyah di kalangan ulama dalam hal kapan batas terakhir untuk waktu berzakat fitrah. Sebagian ulama mengatakan, batas waktu terakhirnya adalah tenggelamnya matahari pada hari raya Iedul Fitri (1 Syawal). Sedang sebagian ulama mengatakan, batas waktu terakhirnya adalah sebelum sholat eIedul Fitri.
Pendapat yang rājih (lebih kuat) menurut kami adalah pendapat ulama yang mengatakan bahwa batas waktu akhir zakat fitrah adalah sholat Iedul Fitri, bukan tenggelamnya matahari pada hari raya Iedul Fitri (tanggal 1 Syawal) itu. Wallāhu a’lam.
Yogyakarta, 29 April 2023
Muhammad Shiddiq Al-Jawi