Home Fiqih Fiqih ibadah APAKAH DAERAH YANG TIDAK MENGALAMI GERHANA MATAHARI JUGA DISUNNAHKAN SHOLAT GERHANA MATAHARI?

APAKAH DAERAH YANG TIDAK MENGALAMI GERHANA MATAHARI JUGA DISUNNAHKAN SHOLAT GERHANA MATAHARI?

60

TANYA :
Assalamu’alaikum, wr. WB

Maaf mau tanya terkait dengan sholat gerhana matahari yg terjadi saat ini, apakah kita yang tinggal tempat yang tidak melihat gerhana hanya mendengar bahwa di tempat lain terjadi gerhana matahari juga di sunahkan sholat gerhana? (Nur Hikmah, Bantul)

Assalaamu ‘alaikum, ustd.

Mau bertanya terkait pelaksanaan sholat gerhana. Apakah daerah yg tidak mengalami gerhana, tidak melihat gerhana, juga dituntut utk melaksanakan sholat gerhana? Syukran, ustd. (Aries, Purwokerto).

JAWAB :

Wa alaikumus salam wr. wb.

Muslim yang berada di daerah-daerah yang tidak mengalami gerhana matahari, tidak disunnahkan untuk melakukan sholat gerhana matahari.

Alasannya, karena tidak terdapat “sebab” bagi pelaksanaan sholat gerhana, yaitu terjadinya (teramatinya) gerhana matahari bagi muslim di daerah tersebut. Dengan demikian, hukum syariah yang menjadi akibat hukum (“musabbab”) dari adanya “sebab” itu, yaitu pelaksanaan sholat gerhana, juga tidak ada.

Dalam ilmu ushul fiqih, “sebab” adalah apa-apa yang jika ada maka hukum syara’ yang menjadi akibat hukumnya (“musabbab”) akan ada (terwujud/terlaksana). Sebaliknya jika “sebab” tidak ada, maka “musabbab” juga tidak ada.

Contoh-contoh “sebab”, misalnya :
(1) masuknya waktu adalah sebab pelaksanaan shalat;
(2) tercapainya nishab adalah sebab pelaksanaan zakat mal;
(3) safar adalah sebab bolehnya mengqashar atau menjamak sholat;
(4) akad nikah adalah sebab bolehnya jima’;
(5) akad syar’i adalah sebab sahnya kepemilikan barang, dst. (Imam Ghazali, Al Mustashfa fi ‘Ilmil Ushul, hlm.75; Imam Syathibi, Al Muwafaqat, 1/187).

Dalam hal ini hadits-hadits shahih telah menunjukkan dengan jelas bahwa yang menjadi “sebab” bagi pelaksanaan sholat gerhana, adalah terjadinya gerhana yang dapat diamati atau dilihat di suatu daerah.

Jadi jika gerhana matahari terjadi di suatu negeri muslim yang luas (seperti Indonesia), maka yang disunnahkan sholat gerhana hanyalah daerah yang penduduknya dapat mengamati terjadinya gerhana dari daerah itu. Adapun daerah yang penduduknya tidak dapat melihat terjadinya gerhana, berarti tidak disunnahkan sholat gerhana untuk daerah itu.

Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW :

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat (gerhana) dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044).

Dalam hadis tersebut, terdapat dalil bahwa yang disunnahkan sholat gerhana hanyalah mereka yang melihat gerhana. Perhatikan sabda Rasulullah SAW :

فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

“Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat (gerhana) dan bersedekahlah.”

Dengan demikian, jelaslah bahwa syara’ telah mengkaitkan sholat gerhana dengan suatu “sebab”, yaitu teramatinya (terlihatnya) gerhana itu oleh penduduk muslim di suatu daerah.

Jadi jika di suatu daerah gerhana matahari tidak dapat teramati, atau terhalang oleh mendung atau hujan, misalnya, maka penduduknya tidak disunnahkan sholat gerhana.

Kaidah fiqih yang terkait masalah “sebab” telah menetapkan :

لاَ يَبْقَى الْحُكْمُ بَعْدَ زَوَالِ سَبَبِهِ

Laa yabqaa al hukmu ba’da zawaali sababihi (suatu hukum tidak dapat diamalkan jika tidak ada sebabnya). (Muhammad Shidqi Al Burnu, Mausuu’ah Al Qawaa’id Al Fiqhiyyah, 2/949). Wallahu a’lam.

Yogyakarta, 26 Desember 2019

KH.M. Shiddiq Al Jawi

http://fissilmi-kaffah.com/index/tanyajawab_view/195