Home Fiqih Fiqih ibadah MUSLIM BEKERJA MEMBANGUN VIHARA, BOLEHKAH?

MUSLIM BEKERJA MEMBANGUN VIHARA, BOLEHKAH?

75

 

 

Tanya :

Apa hukumnya menjadi pekerja bangunan untuk pembangunan tempat ibadah orang kafir, khususnya gereja dan vihara? (Wahyudi, Banjarmasin).

 

Jawab :

Tidak boleh seorang muslim bekerja untuk membangun tempat ibadah orang kafir, seperti gereja atau vihara. Akad ijarāh (kontrak tenaga kerja) yang ada antara dirinya dengan orang kafir itu adalah akad batil (tidak sah). Dalil-dalilnya adalah :

Pertama, firman Allah SWT :

ولا تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS Al-Maidah [5] : 2)

Ayat ini telah melarang perbuatan tolong-menolong (at-ta’āwun) dalam dosa (al-itsm), yaitu maksiat (al-ma’āshiy) atau kekufuran (al-kufr) (Tafsīr Al-Baghawi, 2/9). Maka akad ijarāh untuk membangun tempat ibadah orang kafir tidak dibolehkan, karena termasuk perbuatan tolong-menolong dalam kekufuran. (Lihat Wasim Mahmud Fathullah, Al-Wajīz fī Ahkām Ahli Adz-Dzimmah, hlm. 9).

Kedua, sabda Nabi SAW :

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR Abu Dawud, dishahihkan oleh Ibnu Hibban).(Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salām, 4/175; Imam Ibnu Taimiyah, Iqtidhā` Ash-Shirātal Al-Mustaqīm, hlm. 48; Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ahkām Ahli Adz-Dzimmah, 2/165).

Hadits ini telah mengharamkan muslim untuk menyerupai kaum kafir (tasyabbuh bil kuffār) dalam hal-hal yang menjadi ciri khas kekafiran mereka. (Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salām, 4/175). Membangun tempat ibadah kaum kafir adalah perbuatan khas atau tradisi kaum kafir, maka muslim diharamkan membangun tempat ibadah mereka karena perbuatan itu bagi muslim adalah perbuatan menyerupai kaum kafir (tasyabbuh bil kuffār) yang telah diharamkan.

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya Ahkām Ahli Adz-Dzimmah (1/208-209) meriwayatkan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal –raḥimahullāh ta’ālā— mengenai haramnya seorang muslim bekerja sebagai tukang bangunan untuk membangun tempat ibadah orang Majusi. Ishaq bin Ibrahim berkata,”Aku mendengar Abu Abdillah (Imam Ahmad) ditanya seorang tukang bangunan (rajulun bannā`),”Bolehkah saya membangun Nawus (tempat ibadah Majusi) untuk orang Majusi?” Maka Abu Abdillah menjawab :

لا تَبْنِ لَهُمْ وَلا تُعِنْهُمْ عَلى مَا هُمْ فِيْهِ

“Janganlah kamu membangun untuk mereka dan janganlah kamu menolong mereka dalam perkara yang merupakan bagian agama mereka.” (Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ahkām Ahli Adz-Dzimmah, 1/208).

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah juga meriwayatkan pendapat Imam Ahmad ketika ditanya,”Bolehkan seorang muslim menggali kubur untuk Ahludz Dzimmah dengan mendapat bayaran?” Imam Ahmad menjawab,”Tidak apa-apa.” (Lā ba`sa bihi). (Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ahkām Ahli Adz-Dzimmah, 1/208).

Jadi, menurut Imam Ahmad membangun Nawus (tempat ibadah Majusi) hukumnya tidak boleh, karena Nawus merupakan ciri khas kekafiran orang Majusi (min khashā`ish dīnihim), sama halnya dengan gereja (al-kanīsah). Sementara menggali kubur tidak mengapa, karena liang kubur tidak termasuk dalam ciri khas kekafiran mereka. (Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ahkām Ahli Adz-Dzimmah, 1/209). Terlebih lagi syara’ memang mewajibkan menguburkan jenazah dalam liang kubur walaupun jenazah orang kafir. (Nashiruddin Al-Albani, Ahkāmul Janā`iz, Riyadh : Maktabah Al-Ma’arif, 1992, hlm. 168).

Berdasarkan penjelasan di atas, haram hukumnya seorang muslim bekerja membangun tempat ibadah kaum kafir, seperti vihara atau gereja. Sebab tempat ibadah adalah ciri khas kekafiran. Berbeda halnya kalau muslim itu membangun rumah untuk kaum kafir, hukumnya boleh. Karena rumah bukan termasuk ciri khas kekafiran. Wallāhu a’lam [  ]

 

Yogyakarta, 21 September 2008

Muhammad Shiddiq Al-Jawi (*)

 

= = =

(*) Artikel ini telah diedit ulang oleh Penulis di Yogyakarta, Selasa, 30 Mei 2023.