Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi | Pakar Fiqih Kontemporer
Berita pemaksaan copot hijab oleh BPIP (Badan Pembinaan ideologi Pancasila) bagi Paskibraka (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka) putri 2024 di IKN (Ibu Kota Nusantara) meledak dan viral sejak hari Rabu yang lalu (14/8/2024). Banjir kritik dari masyarakat pun menyerbu BPIP, sehingga akhirnya pada hari Kamis (15/8/2024), Kepala BPIP Prof. Yudian Wahyudi meminta maaf. Pada hari yang sama (Kamis, 15/8/2024) Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono selaku Ketua Panitia Peringatan Kemerdekaan RI 2024, menegaskan kebolehan Paskibraka putri untuk tetap memakai hijab. Akhirnya, saat upacara pengibaran bendera hari Sabtu 17 Agustus 2024 di IKN, Paskibraka putri yang awalnya berhijab, yang sebelumnya dipaksa mencopot hijabnya saat pengukuhan Paskibraka oleh Presiden Jokowi (13/8/2024), terlihat memakai hijab kembali saat upacara bendera berlangsung. Alhamdulillāh.
Namun, apakah masalahnya selesai hanya dengan permintaan maaf dari Kepala BPIP? Apakah masalahnya lalu selesai dengan dibolehkannya Paskibraka putri 2024 memakai hijab saat pengibaran bendera? Tidak bisa, tunggu dulu. Karena kalau ini dianggap selesai, berarti yang selesai hanyalah ujung dari permasalahan yang ada, sementara pangkal permasalahannya, ternyata masih eksis dan berpotensi menimbulkan pro kontra yang lebih hebat lagi di masa depan. Apakah pangkal permasalahannya? Pangkalnya adalah aturan BPIP yang mendasari pencopotan jilbab, yang masih ada dan masih berlaku, karena belum dibatalkan. Jadi peraturan ini tentu masih berpotensi untuk mendasari pencopotan jilbab bagi Paskibraka putri pada tahun-tahun yang akan datang.
Kepala BPIP Prof. Yudian Wahyudi menjelaskan dasar hukum pencopotan jilbab tersebut adalah Peraturan BPIP Nomor 3 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2022, tentang program Paskibraka yang mengatur mengenai tata cara pakaian dan sikap tampang Paskibraka. Peraturan BPIP Nomor 3 Tahun 2022 tersebut kemudian ditegaskan dan dirinci lebih jauh dalam Surat Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024 tentang standar pakaian, atribut, dan sikap, tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka.
(https://news.republika.co.id/berita/si7etv484/aturan-pencopotan-jilbab-paskibraka-kepala-bpip-untuk-jaga-)
Nah, masalahnya, dalam Keputusan Kepala BPIP No 35 Tahun 2024 ini, Kepala BPIP Prof. Yudian Wahyudi menyunat atau memanipulasi aturan sebelumnya yang terdapat dalam Peraturan BPIP Nomor 3 Tahun 2022, yang ujung-ujungnya, menjadi dasar untuk memaksakan pencopotan jilbab bagi Paskibraka putri tahun 2024.
Jadi secara tertib, dasar aturan tentang standar pakaian, atribut, dan sikap, tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka tersebut, terdapat 3 (tiga) aturan sebagai berikut :
Pertama, Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2022.
Kedua, peraturan pertama tersebut dirinci dalam Peraturan BPIP Nomor 3 Tahun 2022.
Ketiga, peraturan kedua tersebut, dirinci dalam Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024.
Hanya saja, jika dicermati, dari Peraturan BPIP Nomor 3 Tahun 2022 yang kemudian dijelaskan lebih rinci dalam Keputusan Kepala BPIP No 35 Tahun 2024 terdapat aturan yang disunat (menurut istilah MUI via KH. Cholil Nafis) atau tegasnya menurut istilah kami, dimanipulasi oleh Kepala BPIP Prof. Yudian Wahyudi.
https://m.antaranews.com/amp/berita/4262547/mui-pelarangan-jilbab-bagi-paskibraka-oleh-bpip-kebijakan-tak-beradab
Penyunatan atau manipulasi aturan yang dilakukan Kepala BPIP Prof. Yudian Wahyudi tersebut dapat digambarkan secara ringkas dalam gambar berikut ini :
Gambar tersebut menunjukkan bahwa dalam Peraturan BPIP nomor 3 tahun 2022, terdapat aturan mengenai kelengkapan seragam Paskibraka (yang terdiri dari 6 poin) sebagai berikut :
- Setangan leher merah putih.
- Sarung tangan warna putih.
- Kaos kaki warna putih.
- Ciput warna hitam (untuk putri yang berhijab).
- Sepatu pantofel warna hitam sebagaimana gambar di bawah; dan
- Tanda Kecakapan/Kendit (dikenakan saat pengukuhan Paskibraka).
Jadi ada 6 (enam) poin aturan untuk kelengkapan seragam Paskibraka dalam Peraturan BPIP nomor 3 tahun 2022 tersebut, yang salah satunya, yaitu poin angka 4), yang berbunyi : 4) Ciput warna hitam (untuk putri yang berhijab).
Kemudian, dari gambar tersebut juga dapat dilihat, bahwa dalam Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024, ternyata Kepala BPIP telah menghilangkan atau menghapuskan poin angka 4) tersebut, yang semula ada di Peraturan BPIP nomor 3 Tahun 2022, yaitu yang berbunyi : 4), berbunyi : Ciput warna hitam (untuk putri yang berhijab).
Di dalam Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024 tersebut, kelengkapan pakaian Paskibraka akhirnya berkurang, menjadi hanya 5 (lima) poin, padahal dalam aturan sebelumnya, yaitu Peraturan BPIP nomor 3 tahun 2022, ada 6 (enam) poin, bukan 5 (lima) poin.
Jadi Kepala BPIP sengaja menghilangkan 1 (satu) poin, sehingga kelengkapan pakaian Paskibraka dalam Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024, akhirnya menjadi 5 (lima) poin saja sebagai berikut :
Kelengkapan pakaian Paskibraka sebagai berikut sebagai berikut :
- Setangan leher merah putih.
- Sarung tangan warna putih.
- Kaos kaki warna putih.
- Sepatu pantofel warna hitam sebagaimana gambar di bawah; dan
- Tanda Kecakapan/Kendit (dikenakan saat pengukuhan Paskibraka).
Maka dari itu, jelaslah siapa biang keroknya. Jadi Kepala BPIP lewat Keputusan Kepala BPIP No 35 Tahun 2024 tersebut, telah sengaja bikin ulah dengan menghilangkan (menyunat) ketentuan dalam Peraturan BPIP Nomor 3 Tahun 2022 yang berbunyi : 4) Ciput warna hitam (untuk putri yang berhijab).
Itulah bukti manipulasi yang dilakukan oleh Kepala BPIP Yudian Wahyudi. Yang bersangkutan telah dengan sengaja menghilangkan aturan tentang ciput bagi putri yang berhijab. Aturan ciput bagi putri yang berhijab ini awalnya ada dalam Peraturan BPIP nomor 3 Tahun 2022, yang artinya berhijab itu boleh.
Akan tetapi aturan ciput tersebut lalu dihilangkan oleh Kepala BPIP Yudian Wahyudi dalam Keputusan Kepala BPIP No 35 tahun 2024. Konsekuensinya, berhijab menjadi tidak boleh. Inilah kejahatan Kepala BPIP yang sengaja melakukan manipulasi aturan untuk memaksakan pencopotan hijab bagi Paskibraka putri tahun 2024.
Terhadap kejahatan Kepala BPIP Prof. Yudian Wahyudi yang sengaja melakukan manipulasi aturan untuk memaksakan pencopotan hijab bagi Paskibraka putri tahun 2024, kami menyampaikan pernyataan, bahwa ulah Kepala BPIP tersebut sungguh sangat tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun :
Pertama, karena manipulasi aturan tersebut, dapat mengakibatkan Paskibraka putri menampakkan aurat (kasyful ‘awrat), sesuatu yang haram bagi Paskibraka putri menurut agama Islam.
Kedua, karena manipulasi aturan itu menunjukkan sikap Kepala BPIP yang sangat membenci dan sangat anti terhadap ajaran Islam, khususnya kewajiban berhijab bagi muslimah pada umumnya, dan Paskibraka putri pada khususnya.
Ketiga, karena manipulasi aturan itu menunjukkan bahwa norma agama, khususnya agama Islam, tidak dijadikan rujukan (konsideran) oleh Kepala BPIP dalam membuat peraturan, suatu sikap sekularistik yang sangat berbahaya bagi kehidupan bernegara dan bermasyarakat, serta tidak dapat dibenarkan sama sekali menurut agama Islam.
Maka dari itu, kami menyampaikan 3 (tiga) tuntutan kepada pihak-pihak yang terkait, sebagai berikut :
Pertama, pembatalan Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 tahun 2024, karena aturan ini telah dimanipulasi oleh Kepala BPIP sedemikian rupa dari aturan induknya (Peraturan BPIP Nomor 3 Tahun 2022) sehingga menjadi dasar pencopotan hijab.
Kedua, pemecatan Kepala BPIP Prof. Yudian Wahyudi, karena yang bersangkutan telah melakukan kejahatan, yakni dengan sengaja memanipulasi aturan yang bertujuan memaksakan pencopotan hijab, sesuatu yang jelas melanggar norma agama Islam.
Ketiga, pembubaran BPIP, karena BPIP telah menjadi lembaga yang un-faedah (tidak berfaedah), yang hanya menimbulkan kegaduhan publik yang kontraproduktif, serta menjadi lembaga yang sangat anti Islam dan sangat intoleran, khususnya kepada umat Islam dan ajaran Islam.
Jika tiga tuntutan kami tersebut tidak dipenuhi, berarti negara Republik Indonesia resmi mengakui dirinya sebagai negara sekuler yang sangat anti terhadap agama Islam.
Wallāhu a’lam.
Yogyakarta, 17 Agustus 2024 Muhammad Shiddiq Al-Jawi