Home Siyasah MEMAKSA PASKIBRAKA PUTRI 2024 LEPAS HIJAB : BPIP MENIRU CARA KOMUNIS?

MEMAKSA PASKIBRAKA PUTRI 2024 LEPAS HIJAB : BPIP MENIRU CARA KOMUNIS?

167
Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi | Pakar Fiqih Kontemporer

 

BPIP Di Balik Pencopotan Hijab

Sejak Hari Rabu kemarin (14 Agustus 2024) viral berita bahwa BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) telah memaksa Paskibraka putri 2024 (ada 18 orang) untuk melepas hijab (jilbab).

Hal itu terbongkar setelah awalnya, ada yang aneh dengan foto Paskibraka 2024 di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, yaitu semua Paskibraka yang perempuan tidak ada satu pun yang mengenakan jilbab atau hijab.

Irwan Indra, seorang Pembina Paskibraka Nasional 2021, menuding bahwa kewajiban copot jilbab bagi Paskibraka perempuan merupakan ulah BPIP. Saat ini, sambung Irwan Indra, penanggung jawab Paskibraka 2024 adalah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), bukan Kemenpora (Kementerian Pemuda dan Olah Raga) seperti tahun-tahun sebelumnya, yang tidak ada pemaksaan lepas hijab. (republika.co.id, 14/08/2024).

Setelah dikonfirmasi, BPIP membenarkan pencopotan jilbab Paskibraka putri saat pengukuhan Paskibraka (oleh Presiden Jokowi) dan saat pengibaran bendera 17 Agusrus 2024 nanti di IKN. Kepala BPIP Prof. Yudian Wahyudi di Kaltim (14/8/2024) beralasan bahwa pencopotan jilbab itu dilakukan demi persatuan. Yudian menyampaikan, saat proklamasi, Indonesia terdiri dari berbagai kebhinekaan. Dalam rangka menjaga kembali persatuan, sambung Yudian, dibuatlah Paskibraka dalam bentuk seragam, untuk menjaga kebhinekaan itu dalam rangka kesatuan.

https://news.republika.co.id/berita/si7etv484/aturan-pencopotan-jilbab-paskibraka-kepala-bpip-untuk-jaga-

Kepala BPIP Prof. Yudian Wahyudi juga mengklaim pencopotan jilbab itu dilakukan sukarela atas dasar surat pernyataan kesediaan melepas jilbab yang bermeterai Rp 10.000. Kepala BPIP menjelaskan dasar hukumnya adalah Peraturan BPIP Nomor 3 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2022 tentang program Paskibraka yang mengatur mengenai tata cara pakaian dan sikap tampang Paskibraka.

https://news.republika.co.id/berita/si7etv484/aturan-pencopotan-jilbab-paskibraka-kepala-bpip-untuk-jaga-

 

Lima Poin Kritik Untuk BPIP Menurut Perspektif Islam

Aturan BPIP yang mewajibkan pencopotan hijab itu sungguh batil, tidak dapat diterima dalam pandangan Islam, karena setidaknya 5 (lima) alasan berikut :

Pertama, merupakan kebohongan sejarah jika Kepala BPIP Yudian Wahyudi mengklaim bahwa saat proklamasi, Indonesia terdiri dari berbagai kebhinekaan, sehingga jilbab harus dilarang demi persatuan.

Padahal pada saat Proklamasi 17 Agustus tahun 1945 di Jakarta oleh Bung Karno, sudah ada perempuan berhijab (kerudung) yang hadir sebagai peserta upacara Prokalamasi itu. Lihat fotonya di link ini! Foto Bersejarah Proklamasi Kemerdekaan Karya Mendur Bersaudara yang Jarang Diketahui (saibumi.com)
Foto Bersejarah Proklamasi Kemerdekaan Karya Mendur Bersaudara yang Jarang Diketahui

Jadi omongan Kepala BPIP yang mengkait-kaitkan pencopotan jilbab dengan alasan kebhinekaan sejak Proklamasi, adalah suatu kebohongan publik, karena tidak sesuai dengan fakta sejarah yang ada.

Buktinya, pada saat Proklamasi tahun 1945, sudah ada gambar (foto) perempuan berhijab (kerudung), sebagai peserta upacara Prokalamasi. Sudah ada pula ada gambar (foto) perempuan pengibar bendera, meskipun gambar ini mungkin bukan foto saat proklamasi Bersama Bung Karno di Jakarta. Lihat fotonya di link ini! Foto Bersejarah Proklamasi Kemerdekaan Karya Mendur Bersaudara yang Jarang Diketahui (saibumi.com)

Jadi, omongan Kepala BPIP yang mengkaitkan pencopotan jilbab dengan Proklamasi itu adalah suatu kebohongan, jika yang dia maksudkan adalah sejak Proklamasi tidak ada perempuan yang berhijab yang mengikuti upacara proklamasi 1945, atau tidak ada perempuan yang berhijab yang menjadi petugas pengibar bendera.

Padahal Islam telah jelas mengharamkan kebohongan, berdasarkan dalil dari Al-Qur`an dan As Sunnah. Berbohong atau berdusta dalam Bahasa Arab disebut al-kadzib.

Definisi berbohong (al-kadzib) adalah :

اَلْكَذِبُ هُوَ إِخْبَارٌ بِخِلاَفِ الْوَاقِعِ

“Berbohong adalah (mengucapkan) perkataan yang tidak sesuai dengan kenyataan.” (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhsiyyah Al-Islamiyyah, 2/201; Syekh ‘Abdul Karim bin Abdillah Al-Khadhir, Muqaddimah Syarah Shahih Muslim, hlm. 91)

Berbohong hukumnya haram dalam Islam secara mutlak dan secara umum, sesuai dalil keharaman berbohong dari Al-Qur`an, firman Allah SWT :

اِنَّمَا يَفْتَرِى الْكَذِبَ الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِۚ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْكٰذِبُوْن

“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah pembohong.” (QS An-Nahl : 105). Dalil lain dari Al-Qur`an,  firman Allah SWT :

ثُمَّ نَبۡتَهِلۡ فَنَجۡعَل لَّعۡنَتَ اللّٰهِ عَلَى الۡكٰذِبِيۡنَ

“Kemudian marilah kita ber-mubahalah agar laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.“ (QS ‘Ali Imran : 61).

Dalil haramnya berbohong dari Al-Hadits, antara lain sabda Rasulullah SAW :

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ، فَاِنَّهُ مَعَ البِرِّ وَهُمَا فِى الْجَنَّةِ، وَاِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَاِنَّهُ مَعَ الْفُجُوْرِ وَهُمَا فِى النَّارِ

“Wajib atasmu berlaku jujur, karena jujur itu bersama kebaikan, dan keduanya akan berada di surga. Dan jauhkanlah dirimu dari dusta, karena dusta itu bersama kedurhakaan (tidak taat), dan keduanya di neraka.” (HR Ibnu Hibban).

Kedua, peraturan yang mengharuskan pencopotan hijab (jilbab) itu bertentangan dengan ajaran Islam. Islam telah mengharamkan muslim baik laki-laki maupun perempuan untuk membuka aurat (kasyful ‘aurat), antara lain berdasar hadits sbb :

عَنْ جَباَّرِ ابْنِ صَخْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قاَلَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: إِناَّ نُهِيْناَ أَنْ تُرَى عَوْراَتُناَ .أخرجه الحاكم (3 / 222 – 223) والبيهقي في شعب الإيمان (2 / 465 / 1) وصححه الشيخ الألباني في سلسلة الأحاديث الصحيحة برقم 2763

Dari Jabbar bin Shakhr RA, dia berkata, “Aku telah mendengar Nabi SAW bersabda,’Sesungguhnya kita telah dilarang untuk menampakkan aurat-aurat kita.”

(HR. Al-Hakim [Al-Mustadrak, 3/222-223], dan Al-Baihaqi [Syu’abul Iman, 1/465/2], dan hadits ini adalah hadits shahih menurut Syekh Nashiruddin Al-Albani dalam kitabnya Silsilah Al-Ahādīts Al-Shahīhah, nomor 2763).

 

Pengertian Aurat

اَلْعَوْرَةُ : ماَ يَحْرُمُ كَشْفُهُ مِنَ الْجِسْمِ سَواَءٌ مِنَ الرَّجُلِ أَوْ الْمَرْأَةِ ، أَوْ هِيَ ماَ يَجِبُ سَتْرُهُ وَعَدَمُ إِظْهاَرِهِ مِنَ الْجِسْمِ

“Aurat adalah anggota tubuh yang haram untuk ditampakkan bagi laki-laki atau wanita, atau anggota tubuh yang wajib ditutupi dan tidak boleh ditampakkan.” (Al-Mausū’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 31/44).

 

Dalil Batas Aurat Wanita Muslimah

Aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangannya. Firman Allah SWT :

وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا

“Dan janganlah mereka (para wanita) menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS An-Nuur : 31). Ibnu Abbas RA berkata,”Yang biasa nampak daripadanya, adalah wajah dan dua telapak tangan.” (Ali Raghib, Ahkāmus Sholah, hlm. 42; Nashiruddin Al Albani, Jilbāb Al-Mar`ah Al-Muslimah, hlm. 225).

Dalam sebuah hadits, batas aurat wanita tersebut ditegaskan adalah sbb :

عَنْ عَائِشَةَ رضى الله عنها أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِى بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم وَقَالَ يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلاَّ هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ

Dari ‘A`isyah RA, bahwa Asma’ binti Abu Bakar masuk menemui Rasulullah SAW dengan berpakaian tipis, maka Rasulullah SAW berpaling darinya seraya bersabda,”Hai Asma’, sesungguhnya seorang wanita jika sudah haid, tidak boleh dilihat darinya kecuali ini dan ini (sambil memberi isyarat kepada wajahnya dan kedua telapak tangannya).” (HR. Abu Dawud, no 4106).

Berdasarkan penjelasan di atas, jelaslah bahwa peraturan BPIP yang mengharuskan pencopotan jilbab (hijab) bagi Paskribaka adalah bertentangan dengan ajaran Islam, karena Islam telah mengharamkan muslim baik laki-laki maupun perempuan untuk membuka aurat (kasyful ‘aurat).

Ketiga, pernyataan bermeterai itu batal demi hukum Islam, karena bertentangan dengan ajaran Islam. Islam telah mengharamkan setiap syarat atau ketentuan yang bertentangan dengan Islam, termasuk keharusan membuka aurat (kasyful ‘aurat), dalam pernyataan bermeterai tersebut, berdasarkan sabda Nabi SAW :

 

كُلُّ شَرْطٍ لَيْسَ فَيْ كِتاَبِ اللهِ فَهُوَ باَطِلٌ وَإنْ كاَنَ مِائَةَ شَرْطٍ

“Setiap syarat yang bertentangan dengan Kitabullah, maka dia adalah batil, meskipun ada seratus syarat.” (HR. Bukhari).

Keempat, peraturan yang mengharuskan pencopotan hijab (jilbab) itu haram dilaksanakan karena mengajak pada maksiat. Padahal Islam telah mengharamkan untuk mentaati setiap perintah yang mengajak kepada maksiat, yaitu meninggalkan yang wajib (tarkul wājib) atau melakukan yang haram (irtikābul haram), dengan dalil antara lain :

قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلىَ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ اَلسَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيْماَ أَحَبَّ وَكَرِهَ، إِلاَّ أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طاَعَةَ. رواه البخاري (7144)، ومسلم (1839)، وأبو داود (2626)، والترمذي (1707)، والنسائي ( 7 \ 160 )، وابن ماجه (2864)

Sabda Rasulullah SAW,”Wajib atas muslim mendengar dan mentaati (pemimpinnya), pada apa-apa yang dia senangi atau yang dia benci, selama dia tidak diperintahkan melakukan maksiat. Jika dia diperintahkan melakukan maksiat, maka tidak boleh mendengar dan mentaati (pemimpin).” (HR. Al-Bukhari, 1744; Muslim, 1839; Abu Dawud, 2626; Tirmidzi, 1707; An-Nasa`I, 7/160; Ibnu Majah, 2864. Hadits shahih).

Kelima, peraturan yang mengharuskan pencopotan hijab (jilbab) itu haram dilaksanakan karena peraturan itu menyerupai peraturan kaum kafir (tasyabbuh bil kuffār), khususnya kaum komunis.

Islam telah mengharamkan umatnya melakukan tasyabbuh bil kuffar, yaitu menyerupai kaum kafir dalam hal-hal khusus yang terkait dengan kekafiran mereka. Sabda Rasulullah SAW :

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.” (HR Abu Dawud, no. 4031; Ahmad, no 5114).

Dalam kasus ini, yaitu larangan berhijab, sesungguhnya jelas bukan dari ajaran Islam, melainkan ajaran kaum kafir komunis atau atau kaum kafir sekuler yang anti agama. Negara kafir sekuler yang melarang hijab (jilbab) contohnya Perancis, yang terbukti melarang hijab sejak tahun 2004 (berita tahun 2021). https://www.voaindonesia.com/a/jangan-sentuh-hijab-saya-perempuan-muslim-perancis-tentang-rencana-larangan-berhijab-/5892411.html (16 Mei 2021)

Negara kafir komunis, seperti China juga jelas telah melarang hijab (jilbab) (berita tahun 2015). https://internasional.republika.co.id/berita/ni5qni/cina-resmi-berlakukan-kebijakan-pelarangan-jilbab-ada-apa (14 Jan 2015)

Khusus untuk kasus BPIP ini di Indonesia, patut diduga kuat bahwa yang menjadi rujukan BPIP adalah negara kafir komunis, yaitu China, dengan alasan bahwa PDIP sebagai ruling party (partai berkuasa) dan juga Presiden Jokowi, mempunyai hubungan khusus dengan China, dengan dua argument sebagai berikut :

Pertama, pada tahun 2013, terbukti ada 15 kader PDIP telah melakukan studi banding ke negara komunis China. https://www.merdeka.com/politik/15-kader-pdip-studi-banding-dengan-partai-komunis-china.html (14 Oktober 2013).

Kedua, pada tahun 2016, Jokowi telah menerima kunjungan delegasi negara komunis China. https://nasional.kompas.com/read/2016/04/13/16362071/Presiden.Jokowi.Terima.Delegasi.Partai.Komunis.China (13 April 2016).

 

Kesimpulan

Aturan BPIP yang memaksa pencopotan hijab (jilbab) bagi Paskibraka putri tahun 2024, wajib ditolak oleh umat Islam, dan BPIP wajib membatalkannya, karena setidaknya 5 (lima) alasan sebagai berikut :

Pertama, peraturan itu bertentangan dengan fakta historis Proklamasi 1945 yang memberi toleransi kepada perempuan yang berhijab.

Kedua, peraturan itu bertentangan dengan ajaran Islam.

Ketiga, pernyataan bermeterai itu batal demi hukum Islam, karena bertentangan dengan ajaran Islam.

Keempat, peraturan itu haram dilaksanakan karena mengajak pada maksiat.

Kelima, peraturan itu haram dilaksanakan karena menyerupai peraturan kaum kafir (tasyabbuh bil kuffār), khususnya kaum kafir komunis China.

 

Bandung, 15 Agustus 2024
Muhammad Shiddiq Al-Jawi