Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Tanya :
Ustadz, sebagaimana diberitakan, masjid Istiqlal Jakarta telah menerima banyak hewan kurban dari non muslim, di antaranya dari Gereja Katedral, Jakarta. Beritanya ada di situs detik.com di link sbb :
https://news.detik.com/berita/d-7394813/masjid-istiqlal-terima-sapi-kurban-dari-gereja-katedral
Bagaimanakah hukum menerima sapi dari gereja di saat Iduladha seperti ini? Apakah benar bisa disebut sapi kurban? (Tenira, Jakarta).
Jawab :
Haram hukumnya menurut syara’ takmir masjid menerima hewan kurban dari gereja karena dua alasan sebagai berikut :
Pertama, karena kaum kafir tidak berhak ikut serta dalam kegiatan memakmurkan masjid, yang di antaranya adalah menyembelihkan hewan kurban kepada takmir masjid.
Kedua, kaum kafir tidak memenuhi salah satu syarat mudhahhi (shahibul qurban/pekurban), yaitu shahibul qurban wajib seorang muslim.
Maka dari itu, jika hewan kurban dari kaum kafir itu disembelih hukumnya tidak sah sebagai ibadah kurban, namun sah dan boleh dimakan sebagai sembelihan biasa. Tindakan takmir masjid menerima hewan kurban dari kaum kafir tersebut adalah batil dan bertentangan dengan syara’.
Kami akan menjelaskan hukum syara’ ini dilengkapi dengan dalil-dalilnya di bawah ini.
Pertama, dalil bahwa kaum kafir tidak berhak ikut serta dalam kegiatan memakmurkan masjid, termasuk menyerahkan dan menyembelihkan hewan kurban kepada takmir masjid, adalah firman Allah SWT :
مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِيْنَ اَنْ يَّعْمُرُوْا مَسٰجِدَ اللّٰهِ شٰهِدِيْنَ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِۗ اُولٰۤىِٕكَ حَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْۚ وَ فِى النَّارِ هُمْ خٰلِدُوْنَ
“Tidaklah pantas bagi orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedangkan mereka bersaksi bahwa diri mereka kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia amal mereka dan di dalam nerakalah mereka kekal.” (QS At-Taubah : 17).
Ayat ini menunjukkan, bahwa orang-orang kafir tidak berhak ikut serta memakmurkan masjid, sebagaimana pendapat yang dikutip oleh Imam Al-Thabari dari Syekh Abu Ja’far yang berkata :
إِنَّ الْمَساَجِدَ إِنَّماَ تُعْمَرُ لِعِباَدَةِ اللهِ فِيْهاَ، لاَ لِلْكُفْرِ بِهِ, فَمَنْ كاَنَ بِاللهِ كاَفِرًا، فَلَيْسَ مِنْ شَأْنِهِ أَنْ يَعْمُرَ مَساَجِدَ اللهِ
“Sesungguhnya masjid-masjid dimakmurkan hanya untuk beribadah kepada Allah, bukan untuk berbuat kufur (ingkar) kepada Allah. Maka barangsiapa yang kafir kepada Allah, tidaklah dia berhak untuk memakmurkan masjid-masjid Allah.” (Tafsir Al-Thabari,16/165).
Kedua, dalil bahwa kaum kafir tidak memenuhi salah satu syarat pekurban (mudhahhi/shahibul qurban), yaitu pekurban itu wajib seorang muslim, adalah dalil-dalil syar’i bahwa ibadah atau kebaikan yang dilakukan oleh orang kafir, tidak akan diterima Allah dan akan sia-sia di sisi Allah.
Dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah (Juz V, hlm. 79) disebutkan bahwa salah syarat untuk pekurban (mudhahhi/shahibul qurban) adalah muslim. Jadi kalau ada non muslim (orang kafir) yang menjadi pekurban, hukumnya tidak sah alias batal. Mari kita simak kutipannya sebagai berikut :
…اَلشَّرْطُ الْأَوَّلُ : اَلْإِسْلاَمُ، فَلاَ تَجِبُ عَلىَ الْكاَفِرِ، وَلاَ تُسَنُّ لَهُ، لأِنَّهاَ قُرْبَةٌ، وَالْكاَفِرُ لَيِسَ مِنْ أَهْلِ الْقُرْبَةِ
Artinya : “Syarat pertama” (bagi pekurban), dia harus beragama Islam. Maka tidak wajib berkurban (al-udh-hiyyah) atas orang kafir, dan juga tidak disunnahkan berkurban (al-udh-hiyyah) bagi orang kafir itu, karena berkurban (al-udh-hiyyah) itu adalah qurbah (mendekatkan diri kepada Allah), sedangkan orang kafir itu bukanlah ahlul qurbah (orang yang layak mendekatkan diri kepada Allah)…” (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 5/79)
Orang kafir disebut bukan ahlul qurbah (orang yang layak mendekatkan diri kepada Allah), karena banyak dalil-dalil yang menegaskan ibadah atau kebaikan yang dilakukan oleh orang kafir, tidak akan diterima oleh Allah dan akan sia-sia di sisi Allah. Misalnya, firman Allah SWT :
وَمَنْ يَّكْفُرْ بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗ ۖوَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ
“Siapa yang kufur setelah beriman, maka sungguh sia-sia amalnya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.” (QS Al-Ma`idah : 5).
Contoh lainnya, firman Allah SWT :
وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْاِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُّقْبَلَ مِنْهُۚ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ
“Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.” (QS Ali ‘Imran : 85).
Firman Allah SWT :
وَقَدِمْنَآ اِلٰى مَا عَمِلُوْا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنٰهُ هَبَاۤءً مَّنْثُوْرًا
“Kami perlihatkan segala amal yang mereka (orang kafir) kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (QS Al-Furqan : 23).
Kesimpulan :
Berdasarkan dalil-dalil syar’i yang telah diuraikan di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya suatu takmir masjid menerima hewan kurban dari kaum kafir (Kristen, Yahudi, Hindu, Budha, dsb) berdasarkan dua alasan sebagai berikut :
Pertama, karena kaum kafir tidak berhak ikut serta dalam kegiatan memakmurkan masjid, yang di antaranya adalah menyembelihkan hewan kurban kepada takmir masjid.
Kedua, kaum kafir tidak memenuhi salah satu syarat mudhahhi (shahibul qurban/pekurban), yaitu shahibul qurban wajib seorang muslim. Wallāhu a’lam.
Yogyakarta, 19 Juni 2024
Muhammad Shiddiq Al-Jawi