Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Tanya :
Bagaimana pendapat para ulama empat mazhab tentang haramnya ikhtilat dalam walimah nikah?
Jawab :
Sebenarnya haramnya ikhtilat secara umum (tak hanya dalam walimah) dari berbagai mazhab yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, sudah mencukupi. Karena hukum haramnya ikhtilat itu berlaku umum, baik ikhtilat itu di masjid, di jalan, di sekolah, maupun di tempat-tempat lainya. Jadi keumuman hukum haramnya ikhtilat sebenarnya juga sudah mencakup keharaman ikhtilat dalam walimah nikah.
Namun baiklah, kami akan kutipkan berbagai pendapat para ulama yang secara khusus menjelaskan keharaman ikhtilat dalam walimah nikah. Kami akan kutipkan pendapat para ulama dari berbagai mazhab, yaitu dari ulama mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Juga akan kami kutipkan pendapat-pendapat ulama-ulama kontemporer (saat ini) mengenai haramnya ikhtilat dalam walimah.
Ulama Mazhab Hanafi
Imam Al Hamawi (ulama mazhab Hanafi) (wafat 1098 H) menjelaskan haramnya walimah yang mengandung ikhtilat :
وَهُوَ حَرَامٌ فِي زَمَانِنَا، فَضْلًاً عَنْ الْكَرَاهَةِ، لِأُمُورٍ لَا تَخْفَى عَلَيْكَ، مِنْهَا اخْتِلَاطُ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
“Hal itu [walimah yang mengandung kemungkaran] haram hukumnya di zaman kita, lebih dari sekedar makruh, karena berbagai alasan yang tidak tersembunyi bagi Anda, di antaranya adalah terjadinya ikhtilat antara kaum perempuan dan kaum laki-laki.” (Imam Al-Hamawi, Ghamzu ‘Uyuun Al-Basha’ir : Syarah Kitab Al-Asybah wa An-Nazha`ir li-Ibn Nujaim, Juz II, hlm. 144.).
Ulama Mazhab Maliki
Imam Ibnu Abu Zaid Al Qairuwani (ulama mazhab Maliki) (wafat 386 H), menjelaskan hukum wajibnya menghadiri undangan walimah, kecuali jika dalam walimah itu terdapat kemungkaran (pelanggaran syariah) :
وَلْتُجِبْ إذَا دُعِيت إلَى وَلِيمَةِ الْمُعْرِسِ إنْ لَمْ يَكُنْ هُنَاكَ لَهْوٌ مَشْهُورٌ وَلَا مُنْكَرٌ بَيِّنٌ
“Hendaklah Anda menghadiri undangan walimah jika Anda diundang menghadiri walimah al ‘urs, dengan syarat jika dalam walimah itu tidak terdapat lahwun masyhur (perbuatan sia-sia yang masyhur yang haram) dan tidak terdapat kemungkaran yang nyata.” (Imam Nafrawi, Al-Fawakih Ad-Dani, Juz II, hlm. 322).
Imam Nafrawi (wafat 1126 H) selanjutnya memberikan syarah (penjelasan) mengenai kata “wa laa munkar bayyinun” (tidak boleh ada kemungkaran yang nyata dalam walimah) tersebut dengan berkata :
وَلَا مُنْكَرٌ بَيِّنٌ أَيْ : مَشْهُورٌ ظَاهِرٌ ، كَاخْتِلَاطِ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ
“Perkataan “wa laa munkar bayyinun” maksudnya adalah kemungkaran yang sudah masyhur yang nampak dengan jelas, seperti ikhtilath antara laki-laki dan perempuan.” (Imam Nafrawi, Al-Fawakih Ad-Dani, Juz II, hlm. 322).
Ulama Mazhab Syafi’i
Syekh Musthofa Al-Khin dan Syekh Mushthofa Al-Bugha (ulama mazhab Syafi’i) dalam kitabnya Al-Fiqih Al-Manhaji ‘Ala Madzhab Al-Imam Al-Syafi’i berkata mengenai syarat-syarat wajibnya memenuhi undangan walimah, di antaranya adalah :
وَأَنْ لَا يَكُونَ هُنَاكَ مُنْكَرٌ : كَخَمْرٍ، وَاخْتِلَاطٍ بَيْنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ أَوْ صُوَرِ إِنْسَانٍ أَوْ حَيَوَانٍ مُعَلَّقَةٍ عَلَى الْجُدْرَانِ
“Tidak boleh dalam walimah itu ada suatu kemungkaran, seperti dihidangkannya khamr, atau terjadi ikhtilat (campur baur) antara tamu laki-laki dan perempuan, atau ada lukisan bergambar manusia atau hewan yang dipasang di dinding.” (Syekh Musthofa Al-Khin dan Syekh Mushthofa Al-Bugha, Al-Fiqih Al-Manhaji ‘Ala Madzhab Al-Imam Al-Syafi’i, [Damaskus : Darul Qalam, 1996], Juz IV, hlm. 99).
Syekh Al Habib Abdullah bin Husain Ba’alawi (ulama mazhab Syafi’i) dalam kitabnya Is’ādur Rafīq Syarah Sullam At-Taufīq menjelaskan haramnya laki-laki dan perempuan ikhtilat dalam berbagai macam pertemuan (majmuu’at), termasuk di dalamnya ikhtilat dalam walimah nikah :
خَاتِمَةٌ : مِنْ أَقْبَحِ الْمُحَرَّمَاتِ وَأَشَدِّ الْمَحْظُورَاتِ اخْتِلَاطُ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ فِي الْمَجْمُوعَاتِ لِمَا يَتَرَتَّبُ عَلَى ذَلِكَ مِنْ الْمَفَاسِدِ وَالْفِتَنِ وَالْقَبِيحَةِ
“Penutup : termasuk keharaman yang paling buruk dan paling besar, adalah terjadinya ikhtilat antara kaum laki-laki dan perempuan dalam pertemuan-pertemuan, karena hal itu akan menimbulkan berbagai kerusakan, cobaan (Arab : fitnah), dan keburukan.” (Al-Habib Abdullah bin Husain Ba’ālawi, Is’ādur Rafīq Syarah Sullam At-Taufīq, Juz II, hlm. 68)
Ulama Mazhab Hanbali
Syekh bin Baz menjelaskan dalam situs www.binbaz.or.sa dalam fatwa beliau berjudul Hukmu Ikhtilāth A-Rijāl wa An-Nisā` fi Al-A’rās sebagai berikut :
أَمَّا اخْتِلَاطُ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ فِي مُنَاسَبَةِ الزَّوَاجِ هَذَا مُنْكَرٌ لَا يَجُوزُ، وَهَكَذَا رَقَصَ الزَّوْجُ مَعَ النِّسَاءِ، هَذَا مُنْكَرٌ لَا يَجُوزُ، بَلْ يَجِبُ مَنْعُ ذَلِكَ، وَلَا يَحِلُّ، بَلْ هُوَ مِنْ أَسْبَابِ الْفِتْنَةِ، فَهُوَ مُنْكَرٌ ظَاهِرٌ لَا يَجُوزُ، وَاَللَّهُ الْمُسْتَعَانُ، نَعَمْ
“Adapun ikhtilat kaum perempuan dengan kaum laki-laki dalam acara pernikahan (walimah), ini adalah suatu kemungkaran, tidak boleh. Demikian juga tarian mempelai laki-laki dengan para wanita, ini [juga] kemungkaran, tidak boleh, bahkan wajib hukumnya melarang hal itu, yang demikian itu tidak halal, bahkan merupakan salah satu sebab terjadinya kemaksiatan (fitnah) karena merupakan kemungkaran yang nyata, hukumnya tidak boleh. Wallahul musta’aan. Na’am. (Syekh bin Baz, Hukmu Ikhtilāth A-Rijāl wa An-Nisā` fi Al-A’rās, www.binbaz.or.sa).
Ulama Lainnya
Syekh Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqih As-Sunnah berkata :
يُسْتَحْسَنُ شَرْعًا إِعْلَانُ الزَّوَاجِ، لِيَخْرُجَ بِذَلِكَ عَنْ نِكَاحِ السِّرِّ الْمَنْهِيِّ عَنْهُ، وَإِظْهَارًا لِلْفَرَحِ بِمَا أَحَلَّ اللَّهُ مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَالْإِعْلَانُ يَكُونُ بِمَا جَرَتْ بِهِ الْعَادَةُ، وَدَرَجَ عَلَيْهِ عُرْفُ كُلِّ جَمَاعَةٍ، بِشَرْطِ أَلَّا يَصْحَبَهُ مَحْظُورٌ نَهَى الشَّارِعُ عَنْهُ كَشُرْبِ الْخَمْرِ، أَوْ اخْتِلَاطِ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ، وَنَحْوِ ذَلِكَ
“Dianjurkan menurut syara’ untuk mengumumkan pernikahan, agar tidak termasuk ke dalam nikah sirri (rahasia) yang telah dilarang, dan untuk menampakkan kegembiraan dengan segala sesuatu yang baik-baik yang telah dihalalkan oleh Allah. Pengumuman nikah itu dilakukan sesuai menurut adat kebiasaan yang ada, dan sesuai dengan kebiasaan masing-masing masyarakat, dengan syarat tidak disertai dengan hal-hal haram yang telah dilarang oleh syara’, seperti minum khamr (minuman keras), ikhtilat antara kaum laki-laki dan perempuan, dan yang semisalnya.” (Sayyid Sabiq, Fiqih As-Sunnah, Juz II, hlm. 231).
Dalam kitab Mausu’ah Al-Fiqh Al-Islami disebutkan haramnya ikhtilat dalam walimah sebagai berikut :
مَنْ دُعِيَ إِلَى وَلِيمَةِ الْعُرْسِ، وَعَلِمَ أَنَّ فِي الْوَلِيمَةِ مُنْكَرًاً يَقْدِرُ عَلَى تَغْيِيرِهِ، حَضَرَ وَغَيَّرَهُ، وَإِنْ لَمْ يَقْدِرْ فَلَا يَلْزَمُهُ الْحُضُورُ، وَالْمُنْكَرُ كَالْإِسْرَافِ فِي الطَّعَامِ، وَالْغِنَاءِ، وَالتَّصْوِيرِ، وَالتَّبَرُّجِ، وَالِاخْتِلَاطِ ، وَالْخُمُورِ وَنَحْوِ ذَلِكَ مِنْ الْمُحَرَّمَاتِ.وَمَنْ حَضَرَ ثُمَّ عَلِمَ بِالْمُنْكَرِ أَزَالَهُ، فَإِنْ لَمْ يَقْدِرْ عَلَى إِزَالَتِهِ انْصَرَفَ.
“Siapa saja yang diundang menghadiri walimah al ‘urs (walimah nikah), dan dia mengetahui bahwa dalam walimah itu ada kemungkaran yang mampu dia hilangkan, waka dia wajib hadir dan wajib menghilangkan kemungkaran yang terjadi. Jika dia tidak mampu menghilangkan kemungkaran, maka dia tidak wajib menghadiri undangan walimah itu. Kemungkaran itu misalnya berlebhan (israaf) dalam makanan, adanya nyanyian [yang haram], adanya lukisan [makhluk bernyawa], terjadinya tabarruj [berhiasnya perempuan yang menarik perhatian laki-laki], terjadinya ikhtilat, dihidangkannya khamr, dan hal-hal lain yang diharamkan. Dan siapa saja yang hadir dalam walimah itu kemudian mengetahui adanya kemungkaran, maka dia wajib menghilangkan kemungkaran itu. Jika dia tidak mampu menghilangkan kemungkaran, maka dia harus pulang.” (www.al-eman.com, Mausu’ah Al-Fiqh Al-Islami).
Dalam kitab Al-Mausū’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah disebutkan juga haramnya ikhtilat dalam walimah sebagai berikut :
مِنْ شُرُوطِ إِجَابَةِ الدَّعْوَةِ أَنْ لَا يَكُونَ بِمَكَانِ الْوَلِيمَةِ اخْتِلَاطُ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
“Di antara syarat-syarat wajibnya [memenuhi undangan walimah nikah] : bahwa tidak terdapat di tempat walimah itu ikhtilat (campur baur) antara kaum perempuan dan kaum laki-laki.” (Al-Mausū’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Juz ke-45, hlm. 242(.
Kesimpulannya, keharaman ikhtilat dalam walimah dalam nikah merupakan hukum syara’ yang disepakati oleh semua ulama. Baik itu ulama dari mazhab yang empat, yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali, maupun ulama-ulama lainnya di zaman terdahulu maupun di zaman sekarang.
(Kutipan dari buku IKHTILAT DALAM WALIMAH NIKAH karya KH. M. Shiddiq Al-Jawi, Cetakan II, 2023, hlm. 46-50).