USAJ Media – Menanggapi fenomena kriminalitas yang semakin sadis sebagaimana kasus mutilasi di Sleman yang melibatkan sekelompok Mahasiswa, Pakar Fikih Kontemporer KH M. Siddiq al-Jawi melihat ada dua alasan.
“Ada dua faktor kenapa ini terjadi. Pertama sebab umum karena kita melakukan perbuatan maksiat kelada Allah, tidak menjalankan hukum-hukum syariat Islam. Kedua, sebab khusus yaitu tidak diterapkannya hukum Qishos bagi pelaku pembunuhan dan hukuman mati bagi pelaku L68T,” tuturnya dalam acara Fokus Live Streaming: Kriminalitas Semakin Sadis, Ahad (23/7/2023) di kanal YouTube Channel UIY Official.
Pertama, sebab secara umum di dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa berbagai fasad, atau kerusakan yang terjadi di masyarakat karena umat Islam meninggalkan aturan Allah.
Kyai Shiddiq mengutip ayat al-Qur’an, Surat Ar Rum ayat 41, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Ia menjelaskan bahwa perbuatan tangan manusia kalau menurut Ulama’ disebabkan kemaksiatan atau dosa-dosa mereka, dosa-dosa umat manusia, yang dengan itu Allah bermaksud supaya mereka merasakan akibat dari perbuatan tidak taat itu, mudah mudahan mereka kembali kepada agama Islam, kembali kepada kebenaran.
“Jadi jelas ada hubungan kerusakan yang ada salah satunya adalah dengan meningkatnya kriminalitas yang terjadi. Sungguh mengerikan dan itu tidak hanya mutilasinya tetapi juga ada latar belakang, pelakunya adalah orang-orang LGBT,” sesalnya.
Kyai Shiddiq menegaskan bahwa kerusakan ini disebabkan oleh perbuatan tangan manusia juga yang yang secara umum tidak menjalankan hukum-hukum, syariatNya secara kaffah, menyeluruh termasuk juga dalam persoalan bagaimana pencegahan dan menindak pelaku LGBT maupun kasus pidana pembunuhan.
“Jadi ini sebab umum adalah karena kita telah meninggalkan aturan-aturan Allah, berbuat dosa kepada Allah, sehingga perbuatan dosa kita ini dampaknya adalah kerusakan berupa kriminalitas yang mengerikan,” tandasnya.
Kedua, sebab khusus, terkait dengan perilaku seseorang melakukan perbuatan pidana. “Dalam Islam, itu karena orang yang melakukan tindak pidana tidak merasakan ada hukuman yang tegas sehingga mereka tidak takut,” ungkapnya.
Kalau dalam Islam, lanjutnya, orang yang melakukan pembunuhan hukumannya hukuman mati, qishos yang tidak diterapkan padahal dalam Al-Qur’an ada dalilnya.
“Dalam Surat al-Baqarah ayat 178, diwajibkan atas kamu qishas, hukuman mati untuk orang-orang yang melakukan pembunuhan berkaitan dengan orang-orang yang dibunuh. Tidak ditegakkan hukum Qur’an, tapi yang ditegakkan kitab yang lain KUHP. Pembunuhan harus diterapkan Qishos. Dan kedua LGBT juga terkena hukuman mati,” ujarnya.
Ia mengutip hadist shohih Rasullulah mengatakan, “Barang siapa diantara kalian melihat orang yang melakukan perbuatan kaumnya nabi Luth, perbuatan homo sexual maka bunuhkah keduanya baik berperan seperti laki-laki atau berperan seperti perempuan.
“Kalau dalam Islam hukumannya hukuman mati. Jadi ini ada dua perbuatan pidana yang ini kalau dalan Islam keduanya hukumannya mati. Tapi hukuman tidak diterapkan, sehingga masyarakat kehilangan rasa takut untuk melakukan kejahatan perbuatan pidana,” jelasnya.
Ia menilai persoalannya bukan pada apakah perbuatan homo sexual dilakukan secara sembunyi atau terang-terangan dihadapan publik. “Tetapi persoalan LGBT dalam wacana yang lebih luas bahwa LGBT itu sebuah gerakan global,” pungkasnya.[] Mochamad Efendi