Diasuh Oleh: Ust M Shiddiq Al Jawi
Tanya :
Ustadz, Idul Adha kemarin saya menjadi wakil ketua panitia Idul Adha di lingkungan saya. Kemudian saya dan beberapa anggota panitia melakukan survei ke beberapa penyedia hewan kurban. Kami akhirnya membeli 13 ekor sapi dari salah satu penyedia hewan kurban tersebut. Ternyata, penyedia hewan kurban itu memberikan cash back atau tanda terima kasih berupa uang kepada panitia yang melakukan survei. Bolehkah saya menerima uang tersebut? (Doni, Bandung).
Ustadz, ada 1 ekor kambing kurban yang mati karena terjerat tali yang melilit di leher kambing tersebut, atau mungkin karena kambing itu bergerak-gerak terus dan baru diketahui barusan. Dalam kondisi seperti ini, apakah panitia kurban wajib mengganti atau bagaimana? (Eka Hidayat, Surabaya).
Jawab :
Jawaban pertanyaan pertama, haram hukumnya panitia kurban mengambil uang cash back tersebut. Karena akad yang ada adalah akad wakalah antara shahibul kurban sebagai muwakkil (yang mewakilkan) dengan panitia kurban sebagai wakilnya. Dalam akad wakalah, keuntungan apa saja yang lahir dari akad wakalah seperti komisi atau diskon, menjadi hak muwakkil bukan menjadi hak wakil.
Imam Taqiyuddin An Nabhani dalam masalah ini berkata, ”…kalau seseorang mengutus pembantunya atau temannya untuk membeli suatu barang bagi orang itu, kemudian pihak penjual memberikan suatu harta [misalnya hadiah] atau memberikan komisi sebagai imbalan karena ada pembelian darinya, maka tidak boleh bagi pembantu atau temannya itu untuk mengambil harta tersebut…karena harta tersebut menjadi hak pihak yang mengutus (mursil) bukan hak pihak yang diutus (mursal) ” . (Imam Taqiyuddin An Nabhani, Al Nizham Al Iqtishadi fi Al Islam, hlm. 82).
Dalil untuk ketentuan tersebut adalah hadits-hadits Nabi SAW. Di antaranya hadits dari ‘Urwah Al Bariqi RA bahwa Nabi SAW pernah memberikan uang satu dinar kepadanya untuk membeli seekor kambing. Ternyata ‘Urwah Al Bariqi dapat membeli dua ekor kambing dengan uang tersebut, kemudian dia menjual lagi satu ekor kambing dari kedua kambing itu dengan harga satu dinar. ‘Urwah Al Bariqi lalu membawa satu dinar dan seekor kambing [kepada Nabi SAW]. Nabi SAW pun mendoakan keberkahan bagi jual beli ‘Urwah Al Bariqi. (HR Bukhari, Fathul Bari, Juz VI, hlm. 632). Dalam hadits ini ‘Urwah Al Bariqi telah menyerahkan keuntungan yang diperolehnya yang berupa uang satu dinar kepada Nabi SAW. Hal ini menunjukkan bahwa keuntungan dari akad wakalah menjadi hak bagi pihak muwakkil bukan hak bagi pihak wakil.
Maka dari itu, haram hukumnya panitia kurban mengambil uang cash back yang diberikan oleh penyedia hewan, kecuali jika pihak shahibul kurban rela memberikan kepada panitia kurban, boleh hukumnya panitia kurban mengambil uang tersebut. (Imam Taqiyuddin An Nabhani, Al Nizham Al Iqtishadi fi Al Islam, hlm. 82).
Jawaban pertanyaan kedua, panitia kurban tidak bertanggung jawab atas kambing yang mati tersebut dan tidak pula berkewajiban mengganti kambing yang mati itu, sepanjang kematian kambing itu bukan karena kelalaian atau kesengajaan (at tafriith, at ta’addi) dari panitia kurban. Karena dalam hukum wakalah terdapat ketentuan hukum syara’ bahwa,”Wakil adalah pihak yang dipercaya (al amiin) yang tidak berkewajiban menanggung [kerugian/risiko] pada apa-apa yang diserahkan kepadanya, kecuali jika dia sengaja berbuat lalai atau sengaja berbuat kerusakan.” (Arab : al wakill amiin laa dhomaana ‘alaihi fiimaa dufi’a ilaihi illa maa janat yadaahu aw uutiya fiihi min qibali nafsihi bi tadhyii’in aw ta’aamudi fasaadin). (Imam Ibnu ‘Abdil Barr, Al Kafi, Juz III, hlm. 394; Al Mausu’ah Al Fiqhiyah, Juz XIII, hlm. 84). Wallahu a’lam.