Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Tanya :
Ustadz, bolehkah anak-anak bermain sepakbola di dalam masjid?
Jawab :
Tidak boleh anak-anak kecil bermain sepakbola di dalam masjid, meskipun di luar waktu sholat, karena hal ini bertentangan dengan kewajiban menghormati dan menjaga masjid sebagai tempat ibadah dari segala sesuatu yang tidak sepantasnya dilakukan di masjid, misalnya bersuara keras di dalam masjid, mengotori masjid, dsb.
Dalam situs fatwa www.islamqa.info disebutkan :
وَأَمَّا جَعْلُ الْمَسَاجِدِ فِيْ غَيْرِ أَوْقَاتِ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوْبَةِ سَاحَةً يَلْعَبُ فِيْهَا الْأَطْفَالُ بِشَكْلٍ مُنْتَظَمٍ ، وَبِصُوْرَةٍ دَائِمَةٍ فَلاَ يَجُوْزُ
“Adapun menjadikan masjid di luar waktu-waktu sholat wajib sebagai suatu lapangan untuk bermain bagi anak-anak, yang dilakukan secara teratur dan tetap, hukumnya tidak boleh.”
(https://islamqa.info/ar/answers/191668/هل-يجوز-ان-يجعل-من-مسجد-المدرسة-ساحة-يلعب-فيها-الاطفال-في-غير-اوقات-الصلاة).
Dalam situs fatwa www.islamqa.info tersebut dikutip penjelasan Imam Ibnu Taimiyah mengenai kewajiban memuliakan masjid sebagai berikut :
يُصَانُ الْمَسْجِدُ عَمَّا يُؤْذِيهِ وَيُؤْذِي الْمُصَلِّينَ فِيهِ حَتَّى رَفْعُ الصِّبْيَانِ أَصْوَاتَهُمْ فِيهِ وَكَذَلِكَ تَوْسِيخُهُمْ لِحُصْرِهِ وَنَحْوِ ذَلِكَ ، لَا سِيَّمَا إنْ كَانَ وَقْتَ الصَّلَاةِ فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَظِيمِ الْمُنْكَرَاتِ. مجموع الفتاوى ج 22 ص 204
“Masjid [harus dijaga] dari segala hal yang menganggu masjid dan mengganggu orang-orang yang sedang sholat di dalam masjid, termasuk suara keras dari anak-anak, demikian juga harus dijaga masjid dari kotoran dari mereka, dan yang semisalnya, terutama pada waktu-waktu sholat, maka adanya hal-hal yang mengganggu tersebut, termasuk kemungkaran yang besar.” (Ibnu Taimiyah, Majmū’ul Fatāwā, Juz XXII, hlm. 204).
(https://islamqa.info/ar/answers/191668/هل-يجوز-ان-يجعل-من-مسجد-المدرسة-ساحة-يلعب-فيها-الاطفال-في-غير-اوقات-الصلاة).
Dalil wajibnya menjaga kehormatan masjid tersebut didasarkan pada firman Allah SWT :
فِيْ بُيُوْتٍ اَذِنَ اللّٰهُ اَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيْهَا اسْمُهٗۙ يُسَبِّحُ لَهٗ فِيْهَا بِالْغُدُوِّ وَالْاٰصَالِ رِجَالٌ لَّا تُلْهِيْهِمْ تِجَارَةٌ وَّلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَاِقَامِ الصَّلٰوةِ وَاِيْتَاۤءِ الزَّكٰوةِ ۙيَخَافُوْنَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيْهِ الْقُلُوْبُ وَالْاَبْصَارُ ۙ ۙ
“(Cahaya itu) di rumah-rumah yang di sana telah diperintahkan Allah untuk memuliakan dan menyebut nama-Nya (masjid-masjid), di sanalah bertasbih (menyucikan) nama-Nya pada waktu pagi dan petang, orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (Hari Kiamat).” (QS An-Nūr : 36-37).
Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut dengan berkata :
أَيْ : أَمَرَ اللهُ تَعَالىَ بِرَفْعِهَا ، أَيْ : بِتَطْهِيْرِهَا مِنَ الدَّنَسِ وَاللَّغْوِ ، وَاْلأَفْعَالِ وَالْأَقْوَالِ الَّتِيْ لاَ تَلْيْقُ فِيْهَا
“Arti ayat ini, Allah Ta’āla telah memerintahkan untuk memuliakan masjid-masjid, yaitu dengan membersihkan masjid dari segala kotoran dan perbuatan sia-sia (al-laghwu), juga dari segala perbuatan dan perkataan yang tidak pantas terdapat di dalam masjid.”
(Tafsir Ibnu Katsir, https://quran.ksu.edu.sa/tafseer/katheer/sura24-aya36.html)
Mungkin ada yang bertanya, bukankah ada hadits yang membolehkan permainan (la’ibun) di dalam masjid, yaitu ketika Nabi SAW dan ‘Aisyah RA melihat orang-orang Habasyah bermain tombak pendek (al-hirāb) di dalam masjid Nabawi?
Jawabannya, haditsnya memang benar ada dan shahih, namun yang dimaksud bukanlah sembarang permainan, melainkan permainan yang berkaitan dengan persiapan untuk berperang (jihād) fi sabilillah, sebagaimana penjelasan para ulama.
Hadits-hadits Nabi SAW tersebut antara lain :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قالَتْ : رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَسْتُرُنِيْ برِدَائِهِ، وَأَنَا أنْظُرُ إلى الْحَبَشَةِ يَلْعَبُوْنَ في المَسْجِدِ، حتَّى أكُوْنَ أنا الَّتِيْ أسْأَمُ
Dari Aisyah RA, ia berkata,”Aku melihat Nabi SAW menutupiku dengan pakaiannya, sementara aku melihat ke arah orang-orang Habasyah yang sedang bermain di dalam masjid sampai aku sendiri yang merasa puas…“ (HR Bukhari no. 5236; Muslim no. 892).
Dalam hadits hanya disebutkan orang-orang Habasyah itu sedang bermain (yal’abūn), tapi tidak begitu jelas mereka sedang bermain apa. Dalam riwayat lain, terdapat kejelasan ternyata mereka sedang bermain al-ḥirāb (tombak pendek), yang biasa digunakan dalam perang saat itu, sebagai berikut :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قالَتْ : كانَ الحَبَشُ يَلْعَبُونَ بحِرَابِهِمْ، فَسَتَرَنِي رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ وأَنَا أنْظُرُ، فَما زِلْتُ أنْظُرُ حتَّى كُنْتُ أنَا أنْصَرِفُ
Dari Aisyah RA, ia berkata,“Orang-orang Habasyah sedang bermain dengan tombak pendek mereka, maka Rasulullah SAW menutupi aku [dengan pakaiannya] sedang aku melihat [mereka], maka aku terus melihat hingga aku pergi.“ (HR Bukhari, no. 5190).
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani memberi syarah (penjelasan) hadits tersebut dengan berkata :
اللَّعِبُ بِالْحِرَابِ لَيْسَ لَعِبًا مُجَرَّدًا ، بَلْ فِيْهِ تَدْرِيْبُ الشُّجْعَانِ عَلَى مَوَاقِعِ الْحُرُوْبِ والِاسْتِعْدادِ لِلْعَدُوِّ
“Bermain dengan hirāb (tombak pendek) dalam hadits ini bukanlah semata-mata permainan, melainkan dalam permainan ini terdapat latihan keberanian untuk terjun dalam medan perang dan persiapan menghadapi musuh.” (Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fat-ḥul Bāri bi-Syarḥi aḥīḥ Al-Bukhāriy, Juz I, hlm. 549).
Berdasarkan syarah hadits tersebut, jelaslah bahwa yang dimaksud permainan di dalam masjid yang diperbolehkan, bukanlah sembarang permainan, melainkan permainan yang berkaitan dengan persiapan untuk berperang (jihād) fi sabilillah, sebagaimana yang dimaksudkan oleh firman Alah SWT :
وَاَعِدُّوْا لَهُمْ مَّا اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ وَّمِنْ رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُوْنَ بِهٖ عَدُوَّ اللّٰهِ وَعَدُوَّكُمْ وَاٰخَرِيْنَ مِنْ دُوْنِهِمْۚ لَا تَعْلَمُوْنَهُمْۚ اَللّٰهُ يَعْلَمُهُمْۗ
“Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari kuda-kuda yang ditambat yang dapat menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, tetapi Allah mengetahuinya.” (QS Al-Anfāl : 60). Wallāhu a’lam.
Sleman, 17 April 2023
Muhammad Shiddiq Al-Jawi