Oleh : KH. M. Shiddiq Al Jawi
Tanya :
Assalamualaikum, saya Muhammad Ridwan dari Medan mau bertanya. Apa hukumnya berkurban atas nama perusahaan? Contoh, berkurban atas nama Golden Cafe (nama sebuah perusahaan). Itu gimana hukumnya? (Ridwan, Medan).
Jawab :
Tidak sah hukumnya berkurban atas nama perusahaan, karena perusahaan tidak memenuhi syarat-syarat pekurban (al mudhahhi) yang hanya dapat diberlakukan pada seorang mukallaf, yaitu manusia yang sebenarnya (al syakhsh al haqiiqi, natural person). Syarat-syarat pekurban tidak dapat diberlakukan pada sebuah badan hukum (rechts persoon [Bld], legal person [Eng], al syakhshiyyah al ma’nawiyyah / al syakhshiyyah al i’tibariyyah [Arab]), seperti PT, kampus, lembaga, institusi, dsb.
Adapun syarat-syarat pekurban (al mudhahhi) adalah :
Pertama, beragama Islam (muslim). Tidak sah pekurban beragama selain Islam, seperti beragama Kristen, Yahudi, dan sebagainya.
Kedua, berakal sehat (‘aqil). Tidak sah kurban dari pekurban yang gila atau sakit jiwa.
Ketiga, dewasa (baligh). Tidak sah kurban dari anak-anak yang belum baligh (berumur 15 tahun hijriyah).
Keempat, mampu (ghani, al maqdirah al maliyah). Tidak disyariatkan kurban bagi orang yang belum berkemampuan, seperti orang fakir, miskin, dsb.
Kriteria mampu bagi seseorang adalah sudah tercukupinya kebutuhan-kebutuhan dasarnya (al hajat al asasiyyah), yaitu sandang, pangan, dan papan, secara sempurna, dan sudah tercukupinya pula kebutuhan-kebutuhan sekunder (penyempurna) yang merupakan keharusan baginya, seperti tersedianya alat transportasi dan alat komunikasi. (Lihat Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz IV, hlm. 252-254; Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, Juz V, hlm. 79-81; Abdurrahman Al Maliki, As Siyasah Al Iqtishadiyyah Al Mutsla, hlm. 172; Hisamuddin ‘Ifanah, Al Mufashshal fi Ahkam Al Udh-hiyyah, hlm. 46).
Berdasarkan syarat-syarat pekurban (al mudhahhi) tersebut, jelaslah syarat-syarat tersebut hanya dapat diberlakukan pada seorang mukallaf, yaitu seorang manusia yang sebenarnya (al syakhsh al haqiiqi, natural person), tidak dapat diberlakukan pada suatu badan hukum (al syakhshiyyah al ma’nawiyyah, legal person).
Karena itu, tidak sah hukumnya berkurban atas nama perusahaan, karena perusahaan tidak memenuhi syarat-syarat pekurban (al mudhahhi) yang ditetapkan syara’.
Namun sembelihannya tetap halal dimakan sebagai sembelihan biasa, selama memenuhi syarat-syarat penyembelihan syar’i.
Solusinya adalah kurban diatasnamakan salah seorang karyawan muslim dari perusahaan, setelah dilakukan akad hibah dari perusahaan kepada salah satu karyawannya. Wallahu a’lam.
Yogyakarta, 16 Juli 2021
M. Shiddiq Al Jawi