Home Afkar HARAMNYA SOLUSI DUA NEGARA

HARAMNYA SOLUSI DUA NEGARA

52

Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi

 

Pengantar

Presiden Prabowo telah menyampaikan pidato yang dinilai “heroik” seputar Palestina dalam Sidang Majelis Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, pada hari Selasa, tanggal 23 September 2025 yang lalu. Selain mendukung kemerdekaan Palestina, dalam pidatonya Presiden Prabowo mendukung solusi dua negara untuk Palestina. [1]

Presiden Prabowo mengatakan,”Kita harus memiliki Palestina yang merdeka, tetapi kita juga harus, kita juga harus mengakui, kita juga harus menghormati, dan kita juga harus menjamin keselamatan dan keamanan Israel. Hanya dengan begitu kita bisa memiliki perdamaian sejati, perdamaian yang nyata, tanpa kebencian dan tanpa kecurigaan. Satu-satunya solusi adalah solusi dua negara.” [2]

 

Definisi Solusi Dua Negara

Solusi dua negara disebut juga dalam Bahasa Inggris dengan istilah Two-State Solution, dan dalam Bahasa Arab disebut Hallu al-Dawlatayni حَلُّ الدَّوْلَتَيْنِ)). Solusi dua negara adalah solusi untuk apa yang disebut konflik Israel-Palestina yang menyerukan adanya dua negara, yaitu negara Israel dan negara Palestina, yang hidup berdampingan secara damai, dalam batas-batas pasca Perang Arab-Israel tahun 1967. Batas-batas tersebut adalah wilayah Palestina (22%) adalah Tepi Barat, Gaza dan Al-Quds, sedang selebihnya (78%) adalah wilayah Israel. (https://en.wikipedia.org/wiki/Two-state_solution).

 

Solusi Dua Negara Dalam Pandangan Syariah Islam

Sesungguhnya solusi dua negara untuk Palestina adalah solusi yang haram menurut syariah Islam, karena solusi tersebut berarti pengakuan terhadap eksistensi “Israel” yang telah menjajah dan merampas tanah Palestina. Menyetujui solusi dua negara, artinya menyetujui bahwa 78% tanah Palestina adalah sah menjadi miliknya “Israel” dan hanya 22% tanah Palestina yang sah menjadi miliknya umat Islam Palestina. Padahal, sepanjang sejarah Islam, sejak Penaklukan Syam pada tahun 15 H (637 M) oleh Khalifah Umar bin Khaththab (w. 23 H/644 M), hingga awal abad ke-20 Masehi, 100% tanah Palestina adalah milik umat Islam. [3]

Secara lebih terperinci, haramnya solusi dua negara tersebut didasarkan pada 3 (tiga) alasan utama sebagai berikut :

 Alasan Pertama, menyetujui solusi dua negara berarti mengakui keabsahan eksistensi negara kafir Yahudi dan sekaligus mengakui keabsahan perampasan tanah milik kaum Muslimin di Palestina sebanyak 78%, dan hanya mengakui 22% dari tanah Palestina itu yang menjadi milik kaum Muslimin.

Padahal perampasan tanah, walaupun sejengkal, adalah suatu kezaliman, yang tidak pantas mendapat legitimasi atau pengakuan. Sabda Rasulullah SAW :

مَنْ أَخَذَ شِبْرًا مِنَ الأَرْضِ ظُلْمًا، فَإِنَّهُ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ

“Siapa saja yang mengambil sejengkal tanah secara zalim, maka Allah akan mengalungkan pada lehernya tujuh bumi pada Hari Kiamat nanti.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Alasan Kedua, menyetujui solusi dua negara berarti menyetujui negara “Palestina” dan negara “Israel” untuk hidup berdampingan secara damai (peaceful coexistence). Artinya, dengan menyetujui solusi dua negara, kaum Muslimin akan meninggalkan kewajiban jihad fī sabīlillāh melawan negara Zionis Yahudi, yang telah memerangi dan menduduki Palestina.

Padahal jihad fī sabīlillāh itu fardhu ‘ain hukumnya jika musuh kafir menyerang atau menduduki negeri Islam. Jihad inilah solusi Islam untuk pendudukan Palestina oleh Zionisme Yahudi. Imam Al-Kāsānī (w. 587 H/1191 M), rahimahullāh, berkata :

 إِذَا عَمَّ النَّفِيْرُ،بِأَنْ هَجَمَ الْعَدُوُّ عَلىَ بَلَدٍ فَهُوَ فَرْضُ عَيْنٍ يُفْتَرَضُ عَلىَ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْ آحَادِ الْمُسْلِمْيْنَ بِمَنْ هُوَ قَادِرٌعَلَيْهِ

“Jika terjadi serangan umum, yaitu musuh (yang kafir) telah menyerang suatu negeri (Islam), maka (jihad) hukumnya fardhu ‘ain yang difardhukan kepada setiap-tiap orang dari kaum Muslimin khususnya bagi orang yang mampu (berjihad).” (Imam Al-Kāsānī, Badā`i’u Al-Shanā`i’ fī Tartīb Al-Syarā`i’, Juz VII, hlm. 9).

Dalil wajibnya jihad secara fardhu ’ain ini antara lain firman Allah SWT :

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu.”(QS. Al-Baqarah : 190-191).

Alasan ketiga, menyetujui solusi dua negara berarti memberi jalan kepada kaum kafir, yaitu kafir Yahudi (“Israel”) dan kafir Kristen (Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya) untuk menguasai atau mendominasi kaum muslimin, khususnya kaum muslimin Palestina. Solusi dua negara justru akan semakin mengokohkan eksistensi “Israel” di atas tanah yang sebenarnya bukan miliknya, melainkan tanah milik umat Islam seluruh dunia.

Padahal Islam tidak membolehkan adanya suatu jalan yang dengan jalan itu akan dapat terwujud dominasi kaum kafir atas kaum muslimin. Dalilnya firman Allah SWT :

وَلَنْ يَّجْعَلَ اللّٰهُ لِلْكٰفِرِيْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ سَبِيْلًا

“Allah sekali-kali tidak akan memberi suatu jalan kepada orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisā` : 141).

Ayat ini, sebagaimana ditafsirkan oleh Imam Syathibi (w. 790 H/1338 M), bukanlah suatu ikhbār (pemberitahuan) tentang fakta (al-wāqi’), bahwa kaum muslimin tidak akan dapat dikuasai oleh kafir, karena faktanya seringkali terjadi kaum muslimin itu dikalahkan atau ditawan oleh kaum kafir dalam berbagai peperangan. Jadi ayat ini bukan ayat yang berbicara tentang fakta (al-wāqi’), melainkan ayat yang bicara tentang penetapan suatu hukum syara’ (taqrīr hukmin syar’iyyin), bahwa tidak boleh secara hukum Islam ada suatu “jalan” bagi orang kafir untuk menguasai kaum Muslimin. (Imam Al-Syāthibī, Al-Muwāfaqāt, Juz I, hlm. 156-157).

Jadi, ayat itu tidaklah bicara soal realitas empiris (das sein) pada umat Islam, melainkan bicara aspek normatif (das sollen) atau hukum yang seharusnya. Dengan demikian, berdasarkan ayat itu, tidak boleh atau haram hukumnya ada suatu jalan yang digunakan oleh kaum kafir untuk menguasai kaum muslimin, baik itu jalan bantuan (utang luar negeri), jalan perjanjian ekonomi, jalan perdagangan, jalan militer, jalan budaya, jalan ideologi, dan sebagainya. Termasuk di dalamnya adalah jalan politik dengan mengadopsi kebijakan solusi dua negara, yang sebenarnya merupakan garis politik luar negeri Amerika Serikat untuk menguasai dan mendominasi Timur Tengah. Wallāhu a’lam.

 

Yogyakarta, 26 September 2025

 Muhammad Shiddiq Al-Jawi

 

Catatan Akhir :

[1] https://www.presidenri.go.id/siaran-pers/presiden-prabowo-tegaskan-dukungan-indonesia-pada-solusi-dua-negara-di-sidang-umum-pbb/

[2] ibid.

[3] https://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/pressreleases/markazy/cmo/105084.html