Home Fiqih Fiqih Muamalah HUKUM BEKERJA SEBAGAI IT (INFORMATION TECHNOLOGY) DI BANK KONVENSIONAL

HUKUM BEKERJA SEBAGAI IT (INFORMATION TECHNOLOGY) DI BANK KONVENSIONAL

202

 

 

Oleh : KH. M. Shiddiq Al Jawi

 

Tanya :

Ustadz Afwan , saya mau bertanya tadz. Saudara saya ada yang tanyakan, bagaimana hukum kerja sebagai IT di bank konvension ? Beliau kerja di IT sebagai pengembangan, pemeliharaan, memastikan kelancaran operasional semua system yng ada di ruang lingkup bank. Mohon pencerahannya tadz. (Hamba Allah).

 

Jawab : 

Hukum seseorang yang bekerja di bank konvensional yang melakukan transaksi ribawi, menurut Imam Taqiyuddin An-Nabhani dapat dirinci menjadi dua hukum sebagai berikut :

Pertama, jika pekerjaannya berkaitan dengan transaksi riba, baik terkait langsung maupun tidak langsung, maka pekerjaan itu hukumnya haram.

Dengan kata lain, jika pekerjaan yang dilakukan merupakan bagian integral dari transaksi riba (juz’un min a’maal ar ribaa), baik pekerjaan itu sendiri dapat menghasilkan riba, maupun pekerjaan itu dapat menghasilkan riba hanya jika digabungkan dengan pekerjaaan lainnya, maka pekerjaan itu hukumnya haram. (Taqiyuddin An-Nabhani, AnNizham AlIqtishadi fi AlIslam, hlm. 92).

Contoh pekerjaan yang terkait langsung dengan transaksi riba adalah :

(1) bagian Teller, yaitu posisi pekerja di bank yang fungsinya adalah melayani nasabah bank dalam bertransaksi di bank, seperti membuka rekening, menerima tabungan (setoran), membayar tarikan tunai, dan sebagainya;

(2) bagian Analis Kredit, yaitu posisi pekerja di bank yang menganalisis penerima pinjaman, apakah penerima pinjaman itu bankabel (layak dipinjami bank) atau tidak.

(3) bagian Account Officer (AO), yaitu posisi pekerja di bank yang melakukan analisis kelayakan pemberian kredit dan pemantauan terhadap kelancaran pembayaran kredit oleh debitur (nasabah).

(4) bagian Collector, yaitu posisi pekerja di bank yang bertugas menagih pinjaman atau kredit dari para nasabah.

Adapun contoh pekerjaan yang tidak terkait langsung dengan transaksi riba, yakni yang akan menghasilkan riba hanya jika digabungkan dengan pekerjaan lain adalah pekerjaan sebagai pimpinan bank, akuntan bank, dan auditor bank. (Taqiyuddin An Nabhani, AnNizham AlIqtishadi fi AlIslam, hlm. 92).

Contoh lainnya untuk pekerjaan yang tidak terkait langsung dengan riba, yang juga haram hukumnya, adalah bagian marketing yang bertugas memasarkan produk perbankan dengan mencari nasabah; bagian back office yang bertugas melakukan pengecekan dan memastikan bahwa transaksi yang dilakukan oleh teller sudah sesuai dan sudah benar; serta bagian admin kredit yang bertugas membuat surat, menginventarisir data nasabah sampai merapikan data jaminan nasabah.

Dalil keharaman pekerjaan yang berkaitan dengan transaksi riba di atas, baik berkaitan langsung maupun tidak langsung, adalah hadits dari Ibnu Mas’ud RA bahwasanya Rasulullah SAW telah melaknat pemakan riba (yang memungut riba), pemberi riba (pembayar riba), pencatat riba, dan dua orang saksinya. (HR Muslim).

Kedua, jika pekerjaannya tidak berkaitan dengan transaksi riba, yakni tidak terkait langsung maupun tidak langsung, seperti satpam bank (security) yang murni menjaga keamanan (tidak ikut melayani nasabah bertransaksi), pegawai cleaning service (tukang sapu dll), dan office boy (pesuruh), hukumnya boleh. Mengapa? Ada dua alasan ;

(1) sebab pekerjaan-pekerjaan itu adalah manfaat (jasa) yang mubah. Sebagai contoh, jasa keamanan adalah jasa yang mubah, yang sebenarnya dapat diberikan secara umum kepada lembaga apapun seperti kampus, sekolah, masjid, dan sebagainya.

(2) sebab pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak dapat dihukumi dengan hadits Ibnu Mas’ud RA, yang mengharamkan pekerjaan yang berkaitan dengan transaksi riba seperti pencatat riba dan dua orang saksi riba. Karena pekerjaan-pekerjaan tersebut bukanlah bagian integral dari transaksi riba (juz’un min a’maal ar ribaa) yang bersifat khas. (Taqiyuddin An Nabhani, AnNizham AlIqtishadi fi AlIslam, hlm. 93).

Berdasarkan  penjelasan di atas, bekerja sebagai bagian IT (information technology)  di bank konvensional adalah haram, karena berkaitan dengan transaksi riba baik langsung maupun tidak langsung.

Contoh aplikasi IT di bidang perbankan yang terkait dengan riba, misalnya  dibangunnya suatu sistem informasi Biro Kredit Nasional oleh Bank Indonesia, yang menyediakan informasi antar bank, yang bertujuan mengantisipasi risiko kredit yang mungkin muncul apabila salah seorang debitur mengajukan pinjaman (kredit ribawi) di salah satu bank, padahal pinjaman di bank lain belum lunas.

Contoh lain aplikasi IT bank yang terkait riba, yakni ketika IT digunakan dalam transaksi kartu kredit, karena penggunaan kartu kredit jelas terkait riba, misalnya berbentuk bunga yang terdapat dalam cicilan debitur kepada bank, atau riba yang berbentuk denda, atau yang berbentuk iuran tahunan (annual fee) yang dibayar debitur kepada bank.

Memang ada aplikasi IT yang sifatnya mubah (dibolehkan syariah), yakni yang tidak terkait riba, misal penggunaan e-Banking untuk transfer uang, pengecekan saldo, pemindahbukuan, atau pembayaran (misal untuk pembayaran listrik, telepon, tiket, dll). Jadi ada aplikasi IT yang haram, dan ada juga yang halal (mubah).

Namun secara gabungan, jika yang haram bercampur dengan yang haram, hukum akhirnya adalah haram. Ini sesuai kaidah fiqih yang berbunyi :

إِذَا اجْتَمَعَ الْحَلاَلُ وَالْحَرَامُ غُلِّبَ الْحَرَامُ

“Jika yang halal bertemu dengan yang haram, maka dimenangkan hukum haramnya.” (Arab : idza [i]jtama’a al-ḥalālu wa al-ḥarāmu ghulliba al-ḥarāmu). (Imam Jalāluddīn al-Suyūṭiy, Al-Ashbāh wa al-Naẓā`ir, hlm. 105; Imam Ibnu Nujaym, Al-Ashbāh wa al-Naẓā`ir, hlm. 109; Muhammad Shidqiy al-Būrnū, Al-Wajīz fī Ῑḍāh Qawā’id al-Fiqh al-Kulliyyah, hlm. 209; ‘Aliy Aḥmad al-Nadwiy, Al-Qawā’id al-Fiqhiyyah, hlm. 309; Muhammad Shidqiy al-Būrnū, Mausū’ah al-Qawā’id al-Fiqhiyyah, 1/421).

Wallahu a’lam.

 

Jogjakarta, 1 Maret 2023

 M. Shiddiq Al-Jawi