Home Fiqih Fiqih ibadah HUKUM NON MUSLIM MASUK MASJID

HUKUM NON MUSLIM MASUK MASJID

127

Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi

Tanya :

Ustadz, bolehkah orang kafir (non muslim) masuk ke dalam masjid? Mohon penjelasannya. (Hamba Allah)

Jawab :

Para ulama berbeda pendapat (ada khilafiyah) dalam masalah ini menjadi 4 (empat) pendapat. Dalam kitab Ahkām al-Masājid fī al-Sharī’ah al-Islāmiyyah karya Syekh Dr. Ibrāhīm bin Ṣaliḥ al-Khudary, dijelaskan 4 (empat) pendapat ulama tersebut sebagai berikut :

Pendapat Pertama, non muslim tidak boleh masuk ke dalam semua masjid, kecuali ada hajat (keperluan), dengan seizin kaum muslimin. Ini pendapat sebagian ulama Malikiyyah, pendapat ulama Syafi’iyyah, dan pendapat ulama Hanabilah. (Ibrāhīm bin Ṣaliḥ al-Khuḍary, Ahkām al-Masājid fī al-Sharī’ah al-Islāmiyyah, hlm. 293).

Dalil pendapat pertama ini beberapa hadits sebagai berikut :

(1).Hadits dari Abu Hurairah RA bahwasanya :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : بَعَثَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهُ وَسَلَّمَ خَيْلًا قِبَلَ نَجْدٍ ، فَجَاءَتْ بِرَجُلٍ مِنْ بَنيْ حَنِيفَةَ يُقالُ لَهُ : ثُمامَةُ بْنُ أَثَالٍ ، سَيِّدُ أَهْلِ اليَمَامَةِ ، فَرَبَطُوْهُ بِسَاريَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ . مُتَّفَقٌ عَلَيْهُ

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, “Rasulullah SAW mengirim pasukan berkuda ke arah Najed. Lalu pasukan ini datang membawa seorang laki-laki dari Bani Hanifah, bernama Thumāmah bin Uthāl, pemimpin penduduk Yamāmah. Mereka mengikatnya di satu tiang dari tiang-tiang masjid.” (Muttafaq ‘alaihi).

(2).Hadits dari ‘Utsman bin Abi Al-’Ash RA :

عَنْ عُثْمانَ بْنِ أَبِي الْعَاصِ ، أَنَّ وَفْدَ ثَقِيْفٍ لَمَّا قَدِمُوْا عَلَى رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهُ وَسَلَّمَ ، أَنْزَلَهُمُ الْمَسْجِدَ لِيَكُونَ أَرَقَّ لِقُلُوْبِهِمْ . رَوَاه أَبُو دَاوُدَ

Dari ‘Uthman bin Abi al-‘Ash RA, bahwa rombongan Bani Tsaqif ketika mereka datang kepada Rasulullah SAW, beliau menempatkan mereka di dalam masjid supaya hal itu lebih melembutkan hati mereka. (HR Abu Dawud).

(3).Hadits dari Anas bin Malik RA :

عن أَنَسِ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ دَخَلَ رَجُلٌ عَلَى جَمَلٍ فَأَنَاخَهُ فِي الْمَسْجِدِ ثُمَّ عَقَلَهُ ثُمَّ قَالَ لَهُمْ أَيُّكُمْ مُحَمَّدٌ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَّكِئٌ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِمْ فَقُلْنَا هَذَا الرَّجُلُ الْأَبْيَضُ الْمُتَّكِئُ… رواه البخاري

Dari Anas bin Malik RA, dia berkata, “Ketika kami sedang duduk-duduk bersama Nabi SAW di dalam masjid, ada seorang yang menunggang unta datang, lalu memberhentikan unta itu di masjid dan menambatkannya, lalu dia berkata kepada mereka (para shahabat),”Siapa diantara kalian yang bernama Muhammad?” Pada saat itu Nabi SAW sedang bersandaran di tengah para shahabat, lalu kami menjawab,”Orang ini, yang berkulit putih yang sedang bersandar…” (HR Bukhari, no. 61).

(4).Hadits dari Abu Hurairah RA :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ الْيَهُودُ أَتَوْا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ جَالِسٌ فِي الْمَسْجِدِ فِي أَصْحَابِهِ فَقَالُوا يَا أَبَا الْقَاسِمِ فِي رَجُلٍ وَامْرَأَةٍ زَنَيَا مِنْهُمْ

Dari Abu Hurairah RA, dia berkata,”Orang-orang Yahudi mendatangi Rasulullah SAW ketika beliau sedang duduk-duduk di masjid di antara para sahabatnya, mereka berkata,”Wahai Abul Qasim, apakah hukum seorang laki-laki dan seorang wanita yang berzina dari kalangan mereka?” (HR Abu Dawud, no. 412).

Hadits-hadits di atas menunjukkan bolehnya non muslim masuk ke dalam masjid asalkan ada hajat (keperluan), dengan seizin kaum muslimin.

Izin tersebut diberikan kepada non muslim yang masuk masjid dengan syarat-syarat sebagai berikut :

[1] Imam [Khalifah] tidak melarang non muslim masuk masjid dalam perjanjian atau akadnya dengan kafir dzimmi ketika kafir dzimmi menjadi warga negara dari negara Khilafah.

[2] Bahwa muslim yang memberi izin haruslah mukallaf. Sebagian ulama mensyaratkan bahwa yang memberi izin ini hanyalah Imam [Khalifah] saja.

[3] Non muslim yang masuk masjid tidak menimbulkan mudharat bagi orang-orang yang sholat, misalnya membawa najis ke dalam masjid atau mengucapkan kalimat mungkar dalam masjid.

[4] Non muslim masuk ke masjid untuk tujuan yang bermanfaat, misal mendengar Al-Qur`an, mengikuti kajian Islam, melihat muslim melakukan sholat di masjid, dsb. (Ibrāhīm bin Ṣaliḥ al-Khuḍary, Ahkām al-Masājid fī al-Sharī’ah al-Islāmiyyah, hlm. 296).

Pendapat Kedua, non muslim tidak boleh masuk ke dalam masjid secara mutlak. Ini pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad. (Ibrāhīm bin Ṣaliḥ al-Khuḍary, Ahkām al-Masājid fī al-Sharī’ah al-Islāmiyyah, hlm. 293).

Dalil pendapat kedua ini antara lain firman Allah SWT :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْمُشْرِكُوْنَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هٰذَا ۚوَاِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيْكُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖٓ اِنْ شَاۤءَۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (kotor aqidah dan jiwanya), karena itu janganlah mereka mendekati Masjidilharam setelah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin (karena orang kafir tidak datang), maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS At-Taubah : 28)

Imam Qurthubi menjelaskan bahwa orang kafir tidak hanya dilarang memasuki Masjidil Haram, tetapi juga dilarang memasuki seluruh masjid, atas dasar Qiyas, yaitu menyamakan hukumnya memasuki masjid mana pun dengan hukum memasuki Masjidil Haram yang sudah diharamkan berdasarkan ayat tersebut (QS At-Taubah : 28).

Qiyas tersebut menurut Imam Qurthubi dapat diterapkan karena illat (alasan) dilarangnya kafir memasuki Masjidil Haram, yaitu kenajisan, juga terdapat pada diri orang kafir yang masuk ke masjid mana pun. (Tafsir Al-Qurthubi, 2/913).

Namun menurut jumhur ulama, yang dimaksud orang musyrik najis bukanlah najis pada badan (tubuh) mereka, melainkan najis pada aqidah mereka. (Ibrāhīm bin Ṣaliḥ al-Khuḍary, Ahkām al-Masājid fī al-Sharī’ah al-Islāmiyyah, hlm. 296).

Pendapat Ketiga, non muslim boleh masuk ke semua masjid, kecuali Masjidil Haram. Ini pendapat Imam Syafi’i dalam kitabnya Al-Umm, dan juga pendapat Imam Ibnu Hazm. (Ibrāhīm bin Ṣaliḥ al-Khuḍary, Ahkām al-Masājid fī al-Sharī’ah al-Islāmiyyah, hlm. 293).

Dalil pendapat ketiga ini adalah sebagai berikut :

(1) Dalil yang melarang non muslim masuk Masjidil Haram, yang menjadi dalil pendapat yang kedua, yaitu QS At Taubah : 28, yaitu orang musyrik dilarang masuk Masjidil Haram. Dan larangan ini hanya khusus untuk Masjidil Haram saja.

(2) Dalil-dalil yang digunakan oleh pendapat pertama, yaitu dalil-dalil hadits yang membolehkan non muslim masuk masjid-masjid selain Masjidil Haram.

(3) Dalil yang dikemukakan oleh Imam Syafi’i dalam kitabnya Al-Umm (Juz 1, hlm. 54), yaitu ketika orang musyrik menjadi tawanan dan datang ke Madinah, mereka ditawan di Masjid Nabawi, di antaranya Jubair bin Muth’im. (Ibrāhīm bin Ṣaliḥ al-Khuḍary, Ahkām al-Masājid fī al-Sharī’ah al-Islāmiyyah, hlm. 298).

Pendapat Keempat, non muslim boleh masuk ke dalam semua masjid secara mutlak. Ini pendapat Mazhab Hanafi, juga pendapat sebagian ulama Syafi’iyah dan sebagian ulama Hanabilah. (Ibrāhīm bin Ṣaliḥ al-Khuḍary, Ahkām al-Masājid fī al-Sharī’ah al-Islāmiyyah, hlm. 293).

Dalil pendapat keempat ini adalah penafsiran Jabir bin Abdillah RA (seorang shahabat Nabi) terhadap firman Allah dalam QS At Taubah : 28 tersebut, bahwa benar orang musyrik dilarang masuk Masjidil Haram, kecuali jika mereka itu statusnya adalah budak atau ahludz dzimmah (kafir dzimmi). (HR Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah, 2/286). (Ibrāhīm bin Ṣaliḥ al-Khuḍary, Ahkām al-Masājid fī al-Sharī’ah al-Islāmiyyah, hlm. 298).

Setelah mengkaji dalil-dalil yang ada dalam masalah ini, pendapat yang kuat (rājih) menurut kami adalah pendapat ketiga, yang menegaskan beberapa hukum syara’ sebagai berikut :

Pertama, non muslim diharamkan masuk ke Masjidil Haram, dengan dalil larangan dalam QS At Taubah : 28 :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْمُشْرِكُوْنَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هٰذَا ۚوَاِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيْكُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖٓ اِنْ شَاۤءَۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (kotor aqidah dan jiwanya), karena itu janganlah mereka mendekati Masjidilharam setelah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin (karena orang kafir tidak datang), maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS At-Taubah : 28)

Kedua, non muslim dibolehkan masuk ke masjid-masjid lainnya selain Masjidil Haram, dengan dalil beberapa hadits yang membolehkan hal tersebut, misalnya hadits dari Anas bin Malik RA :

عن أَنَسِ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ دَخَلَ رَجُلٌ عَلَى جَمَلٍ فَأَنَاخَهُ فِي الْمَسْجِدِ ثُمَّ عَقَلَهُ ثُمَّ قَالَ لَهُمْ أَيُّكُمْ مُحَمَّدٌ. رواه البخاري

Dari Anas bin Malik RA, dia berkata, “Ketika kami sedang duduk-duduk bersama Nabi SAW di dalam masjid, ada seorang yang menunggang unta datang, lalu memberhentikan unta itu di masjid dan menambatkannya, lalu dia berkata kepada mereka (para shahabat),”Siapa diantara kalian yang bernama Muhammad?” (HR Bukhari, no. 61).

Ketiga, non muslim dibolehkan masuk ke masjid-masjid selain Masjidil Haram, asalkan ada izin kaum muslimin, berdasarkan hadits-hadits bahwa ketika non muslim masuk masjid, tiada lain berdasarkan izin dari Rasulullah SAW, seperti pengikatan Thumamah bin Uthal di salah satu tiang masjid Nabawi, atau ketika Rasulullah SAW menempatkan delegasi Tsaqif yang datang di masjid Nabawi. Semua itu tidak lain adalah atas seizin Rasulullah SAW sebagai pemimpin kaum muslimin. (Ibrāhīm bin Ṣaliḥ al-Khuḍary, Ahkām al-Masājid fī al-Sharī’ah al-Islāmiyyah, hlm. 300). Wallāhu a’lam.

 

Yogyakarta, 10 Januari 2023

Muhammad Shiddiq Al-Jawi