Home Fiqih Fiqih ibadah BOLEHKAH NON MUSLIM MEMBANGUN MASJID?

BOLEHKAH NON MUSLIM MEMBANGUN MASJID?

98

 

Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi

 

Tanya :

Bolehkah non muslim (kafir) membangun masjid?

 

Jawab :

 

Ada perbedaan pendapat (khilafiyah) di kalangan ulama mengenai hukum seorang non muslim yang membangun masjid :

 

Pertama, membolehkan non muslim membangun masjid. Ini antara lain pendapat Imam Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnu Muflih (keduanya bermazhab Hambali), juga pendapat Imam Taqiyuddin Al-Hishni Al-Husaini (ulama bermazhab Syafi’i).

 

Kedua, mengharamkan non muslim membangun masjid. Ini antara lain pendapat Imam At-Thabari, Imam Al-Qurthubi (bermazhab Maliki), dan Syekh Ibrahim bin Shalih al-Hudhairi, penulis kitab Ahkâmul Masâjid fî Al-Syariah Al-Islâmiyyah.

 

Berikut ini sebagian kutipan dari ulama yang membolehkan non muslim membangun masjid;

 

Imam Ibnu Taimiyah (mazhab Hanbali) berkata :

 

وَأَمَّا نَفْسُ بِناءِ المَساجِدِ فَيَجُوزُ أَنْ يَبْنِيَهَا اَلْبَرُّ والْفاجِرُ والْمُسْلِمُ والْكافِرُ ، وَذَلِكَ يُسَمَّى بِناءً كَمَا قَالَ النَّبيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهُ وَسَلَّمَ : ( مَنْ بَنَى لِلهِ مَسْجِدًا بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الجَنَّةِ).مجموع الفتاوى 17/268

 

“Adapun membangun masjid itu sendiri, maka boleh yang membangunnya itu adalah orang yang baik, atau orang yang fajir (tidak taat), orang muslim, atau orang kafir. Yang demikian itu karena semuanya disebut “membangun” sebagaimana sabda Nabi SAW,”Barangsiapa membangun masjid karena Allah, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga.” (Imam Ibnu Taimiyah, Majmû’ul Fatâwâ, Juz ke-17, hlm. 268).

 

Imam Ibnu Muflih (mazhab Hanbali) berkata :

 

وَتَجُوزُ عِمَارَةُ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكِسْوَتُهُ وَإِشْعَالُهُ بِمَالِ كُلِّ كَافِرٍ، وَأَنْ يَبْنِيَهُ بِيَدِهِ…

“Boleh memakmurkan setiap masjid, memberikan kiswahnya, atau memberi penerangan padanya, dengan harta setiap orang kafir, boleh juga dia membangun masjid dengan tangannya…” (Imam Ibnu Muflih, Al-Furû’, Juz ke-11, hlm. 478)

 

Imam Taqiyuddin Al-Hishni Al-Husaini (mazhab Syafi’i) berkata :

 

وَيَجُوْزُ لِلْمُسْلِمِ وَالذِّمِّيِّ الْوَصِيَّةُ لِعِمَارَةِ الْمَسْجِدِ اْلأَقْصَى وَغَيْرِهِ مِنَ الْمَسَاجِدِ. كفاية الأخيار (ج2ص30)

 

“Boleh bagi seorang muslim dan kafir dzimmi berwasiat untuk memakmurkan Masjidil Aqsha dan masjid-masjid lainnya.” (Imam Taqiyuddin Al-Hishni Al-Husaini, Kifâyatul Akhyâr, Juz ke-2, hlm. 30).

 

Berikut ini sebagian kutipan dari ulama yang mengharamkan non muslim membangun masjid;

 

Syekh Ibrahim bin Shalih al-Hudhairi berkata :

 

وَلَا يَنْبَغِي أَنْ يَتَوَلَّى عِمارَةَ المَسْجِدِ بِالْبِنَاءِ مِنْ العُمّالِ وَنَحْوَهُمْ إِلَّا المُسْلِمُونَ مَا دَامُوا مَوْجودينَ وَقادِرينَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَلَى ذَلِكَ ، وَهُمْ أَحَقُّ وَأَشْرَفُ وَأَوْلَى مِنْ غَيْرِهِمْ .

 

“Tidak sepantasnya yang memegang urusan memakmurkan masjid, dengan membangunnya, melalui para tukang, dan urusan yang semisalnya, kecuali kaum muslimin, selama mereka itu ada dan mampu untuk memakmurkan masjid dengan seizin Allah. Merekalah yang lebih berhak, lebih mulia, dan lebih utama daripada kaum non muslim.” (Ibrahim bin Shalih al-Hudhairi, Ahkâmul Masâjid fî Al-Syariah Al-Islâmiyyah, hlm. 25).

 

Syekh ‘Atha bin Khalil menyatakan :

 

… أَنَّ اَلَّذِي تُقْبَلُ عِمارَتُهُ لِلْمَسْجِدِ الحَرامِ ” وَأَيُّ مَسْجِدٍ ” هوَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ والْيَوْمِ الآخِرِ ، أَيْ المُسْلِمُ…

 

“…bahwa orang yang diterima untuk melakukan pemakmuran Masjidil Haram (dan juga masjid mana pun) [termasuk membangun masjid] adalah orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, yaitu seorang muslim…”

 

(Sumber : https://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/55407.html)

 

Adapun dalil-dalil pendapat yang membolehkan kafir membangun masjid, antara lain sebagai berikut :

Pertama, karena terdapat beberapa hadits Nabi SAW bahwa beliau menerima hadiah dari orang kafir, yang ini berarti bahwa kita boleh menerima hadiah (donasi) dari kafir untuk membangun masjid. Imam Bukhari menyampaikan beberapa hadits tentang bolehnya menerima hadiah dari non muslim, di antaranya adalah sebagai berikut:

 

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ أَكِيدِرَ دَوْمَةً أَهْدَى لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهُ وَسَلَّمَ جُبَّةَ سُنْدُسٍ

 

Dari Anas RA, sesungguhnya Ukaidir Dumah pernah memberikan hadiah kepada Rasulullah SAW berupa jubah dari sutera [sebelum diharamkannya sutera untuk laki-laki muslim]. (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Hadits lainnya sebagai dasar hukum kebolehan menerima hadiah dari non muslim adalah hadits panjang yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitabnya Al-Musnad, bahwa Nabi SAW pernah menerima hadiah dari Salman al-Farisi, padahal dia belum masuk Islam ketika memberikan hadiah tersebut kepada Nabi SAW. (HR Ahmad, Al-Musnad, Juz V, hlm. 441, hadits hasan).

 

Kedua, karena terdapat hadits Nabi SAW bahwa barangsiapa yang membangun masjid maka Allah akan membangun rumah baginya di surga. Hadits ini mengandung kata umum, yaitu “barangsiapa” (Arab : man) yang mencakup muslim dan kafir. Sabda Nabi SAW :

 

مَنْ بَنَى لِلهِ مَسْجِدًا بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الجَنَّةِ

 

”Barangsiapa membangun masjid karena Allah, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga.” (Muttafaq ‘alaihi)

 

Adapun dalil-dalil pendapat yang mengharamkan orang kafir membangun masjid, antara lain :

 

Pertama, karena terdapat ayat yang melarang kaum musyrik untuk memakmurkan masjid (QS At Taubah : 17), baik memakmurkan masjid secara hissi (bersifat fisik), seperti membangun masjid, atau memperbaiki sarana masjid yang rusak, maupun secara ma’nawi (bersifat non fisik), seperti mengadakan kajian-kajian keislaman di dalam masjid. Firman Allah SWT :

 

مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِيْنَ اَنْ يَّعْمُرُوْا مَسٰجِدَ اللّٰهِ شٰهِدِيْنَ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِۗ اُولٰۤىِٕكَ حَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْۚ وَ فِى النَّارِ هُمْ خٰلِدُوْنَ

 

“Tidaklah pantas orang-orang musyrik memakmurkan masjid Allah, padahal mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Mereka itu sia-sia amalnya, dan mereka kekal di dalam neraka.” (QS At-Taubah : 17).

 

Termasuk dalam kegiatan memakmurkan masjid itu, adalah membangun masjid. Maka orang kafir dilarang untuk ikut membangun masjid.

 

Kedua, karena terdapat ayat yang membatasi kegiatan memakmurkan masjid, hanya boleh dilakukan oleh yang mempunyai sifat-sifat : beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, melaksanakan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Firman Allah SWT :

 

اِنَّمَا يَعْمُرُ مَسٰجِدَ اللّٰهِ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ وَلَمْ يَخْشَ اِلَّا اللّٰهَ ۗفَعَسٰٓى اُولٰۤىِٕكَ اَنْ يَّكُوْنُوْا مِنَ الْمُهْتَدِيْنَ

 

“Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS At Taubah : 18).

 

Sifat-sifat pada para pemakmur masjid itu tiada lain adalah sifat-sifat orang-orang muslim. Maka dari itu, orang kafir, yang tidak memenuhi sifat-sifat seperti itu, tidak dibolehkan ikut memakmurkan masjid, termasuk membangun masjid.

 

Pendapat yang râjih (lebih kuat) adalah pendapat yang tidak membolehkan orang kafir (non muslim) untuk membangun masjid. Dalilnya firman Allah SWT :

 

مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِيْنَ اَنْ يَّعْمُرُوْا مَسٰجِدَ اللّٰهِ شٰهِدِيْنَ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِۗ اُولٰۤىِٕكَ حَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْۚ وَ فِى النَّارِ هُمْ خٰلِدُوْنَ

 

”Tidak pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Mereka itu sia-sia amalnya, dan mereka kekal di dalam neraka.” (QS At-Taubah [9] : 17).

 

Yang dimaksud ”masjid-masjid Allah” (masâjidallah) dalam ayat ini adalah masjid secara umum, bukan hanya Masjidil Haram di Makkah. (Tafsir Al-Qurthubi, 8/89; Tafsir Ibnu Katsir, 4/119).

 

Ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang kafir tidak berhak memakmurkan masjid, sebagaimana pendapat yang dikutip Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari dari Syekh Abu Ja’far yang berkata : ”Sesungguhnya masjid-masjid dibangun untuk beribadah kepada Allah, bukan untuk kufur kepada Allah. Maka barangsiapa kafir kepada Allah, tidak berhak dia memakmurkan masjid-masjid Allah.” (Imam Thabari, Tafsir Ath-Thabari, 14/165).

 

Dalil di atas diperjelas dengan ayat selanjutnya yang berbunyi :

 

اِنَّمَا يَعْمُرُ مَسٰجِدَ اللّٰهِ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ وَلَمْ يَخْشَ اِلَّا اللّٰهَ فَعَسٰٓى اُولٰۤىِٕكَ اَنْ يَّكُوْنُوْا مِنَ الْمُهْتَدِيْنَ

 

”Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, serta tetap mendirikan mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain Allah.” (QS At-Taubah [9] : 18).

 

Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa ayat ini menunjukkan yang berhak memakmurkan masjid hanyalah orang muslim saja, bukan yang lain. Hal ini disebabkan sifat-sifat yang dilekatkan Allah kepada orang yang memakmurkan masjid, hanyalah sifat-sifat khusus muslim, yaitu beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, menegakkan shalat lima waktu, dan membayar zakat. (Tafsir Al-Qurthubi, 8/90-91).

 

Berdasarkan penjelasan ini, jelaslah bahwa pendapat yang lebih kuat (râjih) adalah pendapat yang mengharamkan orang kafir untuk membangun masjid, karena kegiatan membangun masjid termasuk bagian dari kegiatan memakmurkan masjid.

 

Pendapat inilah yang dipilih dan dirajihkan oleh Syekh Ibrahim bin Shalih al-Hudhairi, penulis kitab Ahkâmul Masâjid fî Al-Syariah Al-Islâmiyyah :

 

وَلَا يَنْبَغِي أَنْ يَتَوَلَّى عِمارَةَ المَسْجِدِ بِالْبِنَاءِ مِنْ العُمّالِ وَنَحْوَهُمْ إِلَّا المُسْلِمُونَ مَا دَامُوا مَوْجودينَ وَقادِرينَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَلَى ذَلِكَ ، وَهُمْ أَحَقُّ وَأَشْرَفُ وَأَوْلَى مِنْ غَيْرِهِمْ . وَهَكَذَا تَخْطيطُ عِمارَةِ المَسْجِدِ يَجِبُ أَنْ يَكونَ بِأَيْدٍ مُسْلِمَةٍ مُؤْمِنَةٍ ، وَلَا يَعْتَمِدُ عَلَى أَحَدٍ مِنْ الكُفّارِ فِي شَيْءٍ مِنْ هَذَا

 

“Tidak sepantasnya yang memegang urusan memakmurkan masjid, dengan membangunnya, melalui para tukang, dan yang semisalnya, kecuali kaum muslimin, selama mereka itu ada dan mampu untuk memakmurkan masjid dengan seizin Allah. Merekalah yang lebih berhak, lebih mulia, dan lebih utama daripada kaum non muslim. Demikian juga masalah perencanaan pemakmuran masjid, wajib berada di tangan umat muslim yang beriman saja, dan tidak boleh mengandalkan seseorang dari kaum kafir sedikit pun dalam urusan itu.” (Ibrahim bin Shalih al-Hudhairi, Ahkâmul Masâjid fî Al-Syariah Al-Islâmiyyah, hlm. 25).

 

Adapun hadits Nabi SAW bahwa beliau pernah menerima hadiah dari orang kafir, memang itu benar adanya, tetapi tidak berarti kemudian kita boleh menerima hadiah (donasi) dari kafir untuk membangun masjid, karena harta kafir itu bukan harta yang baik.

 

Syekh ‘Atha bin Khalil menjelaskan :

 

إِنَّ المَسْجِدَ هوَ مَوْضِعُ عِبادَةٍ لِلهِ سُبْحَانَهُ ، وَمِن ثَمَّ فَإِنَّ التَّبَرُّعَ لِلْمَسْجِدِ يَصْدُقُ عَلَيْهُ بِأَنَّهُ لِلهِ سُبْحَانَهُ ، وَفِي الحَديثِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسولُ اللَّهِ : « أَيُّهَا النّاسُ ، إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا . . . » ( مُسْلِمٌ ) . وَعَلَيْهِ فَلَا يَجُوزُ قَبولُ اَلتَّبَرُّعِ مِنْ كافِرٍ لِلْمَسْجِدِ لِأَنَّ مَالَ الكافِرِ لَيْسَ طَيِّبًا

 

Syekh ‘Atha bin Khalil menjelaskan :

 

“Sesungguhnya masjid adalah tempat ibadah kepada Allah SWT. Maka dari itu, donasi untuk masjid, haruslah berlaku padanya donasi lillaahi ta’aala (karena Allah), sedangkan dalam hadits Abu Hurairah,  Rasulullah SAW bersabda : “Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik.” (HR Muslim). Maka dari itu, tidak boleh menerima donasi dari orang kafir untuk masjid, karena harta orang kafir itu tidak baik.”

 

(Sumber : https://www.hizb-ut-

tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/55407.html)

 

Adapun terkait hadits Nabi SAW bahwa barangsiapa yang membangun masjid maka Allah akan membangun rumah baginya di surga, maka hadits ini memang benar adanya dan merupakan hadits yang shahih. Sabda Rasulullah SAW :

 

مَنْ بَنَى لِلَّهِ مَسْجِدًا يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللَّهُ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الجَنَّةِ  . وَفِي رِوايَةٍ : بَنَى اللَّهُ لَهُ فِي الجَنَّةِ مِثْلَهُ. مُتَّفَقٌ عَلَيْه

 

“Barangsiapa yang membangun sebuah masjid karena Allah yang hanya mengharap ridha Allah semata, maka Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di surga.” Dalam satu versi riwayat,”maka Allah akan membangunkan sebuah rumah yang semisalnya di surga.” (Muttafaq ‘alaihi)

 

Akan tetapi hadits ini tidak dapat menjadi dalil bahwa orang kafir boleh membangun masjid. Mengapa? Karena yang dimaksud dengan kata “man” (مَنْ) atau “barangsiapa” dalam hadits ini adalah khusus muslim saja, bukan yang lain, karena orang kafir itu tidak berhak masuk surga, berdasarkan banyak dalil yang qath’î (tegas), seperti surah Al Bayyinah : 6, sebagaimana firman Allah SWT :

 

اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ وَالْمُشْرِكِيْنَ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِۗ

 

 

“Sungguh, orang-orang yang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah sejahat-jahat makhluk.” (QS Al-Bayyinah : 6)

 

Bahwa orang kafir itu tidak berhak masuk surga juga berdasarkan firman Allah SWT :

 

اِنَّ الَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَا وَاسْتَكْبَرُوْا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ اَبْوَابُ السَّمَاۤءِ وَلَا يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ حَتّٰى يَلِجَ الْجَمَلُ فِيْ سَمِّ الْخِيَاطِ ۗ وَكَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُجْرِمِيْنَ

 

“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, tidak akan dibukakan pintu-pintu langit bagi mereka, dan mereka tidak akan masuk surga, hingga unta masuk ke dalam lubang jarum. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat.” (QS Al-A’raf : 40).

 

Jadi, banyak sekali dalil-dalil yang menegaskan bahwa orang-orang kafir itu tidak akan pernah masuk surga. Lalu bagaimana mungkin akan dibangunkan sebuah rumah di surga bagi orang kafir yang membangun masjid, padahal dia tidak akan pernah masuk surga?

 

Syekh ‘Atha bin Khalil menjelaskan :

 

وَحَيْثُ إِنَّ الحَديثَ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ مَنْ بَنَى لِلهِ مَسْجِدًا بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الجَنَّةِ ، وَلَا يَتَأَتَّى ذَلِكَ إِلَّا لِلْمُسْلِمِ ، فَإِذَنْ المَقْصودُ بِ( مَنْ بَنَى لِلهِ بَيْتًا ) هوَ المُسْلِمُ ، لِأَنَّ الكافِرَ لَوْ بَنَى بَيْتًا فَلَا يَكونُ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ

 

“Hadits yang ada telah menunjukkan “Barangsiapa yang membangun sebuah masjid karena Allah, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga.” Padahal tidak akan ada yang masuk surga, kecuali muslim. Nah, jadi yang dimaksud dengan kalimat “Barangsiapa yang membangun sebuah masjid karena Allah…” مَنْ بَنَى لِلهِ بَيْتًا tiada lain adalah muslim saja, karena orang kafir andaikata dia membangun sebuah masjid, maka dia tidak akan termasuk ke dalam golongan penghuni surga.”

 

(Sumber : https://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/55407.html)

 

Kesimpulannya, pendapat yang râjih (lebih kuat) adalah pendapat yang mengharamkan orang kafir untuk membangun masjid, karena kegiatan membangun masjid termasuk bagian dari kegiatan memakmurkan masjid yang dikhususkan hanya untuk muslim saja, bukan yang lain. Wallahu a’lam.

 

Yogyakarta, 4 Nopember 2022

M.Shiddiq Al-Jawi