Oleh: K.H. M. Shiddiq al-Jawi
Tanya:
Ustaz, apa hukumnya menimbulkan ketakutan di tengah masyarakat?
Jawab:
Dengan mengkaji fakta dan nas-nas syarak yang terkait, tindakan menimbulkan ketakutan di masyarakat menurut kami hukumnya bisa jadi haram dan bisa jadi boleh.
Menimbulkan ketakutan yang diharamkan adalah jika yang menjadi sasaran adalah masyarakat sipil dan tidak terkait dengan perang antara kaum muslim dan kaum kafir. Ini dapat dilakukan melalui teror mental (nonfisik), misal seseorang menelepon sebuah hotel dan memberitahu dalam hotel itu ada bom yang akan segera meledak. Atau dengan melakukan tindakan kekerasan (fisik), misal mengebom atau membakar aset milik pribadi seperti hotel dan kafe, atau aset milik umum, seperti jembatan, jalan tol, dan sebagainya. Atau dengan melakukan kejahatan seperti pembunuhan, perampokan, penculikan dan sebagainya.
Tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan ketakutan masyarakat seperti ini diharamkan secara syar’i. Dalilnya Al-Qur’an dan Sunah.
Dalil Al-Qur’an adalah ayat-ayat yang melarang membuat kerusakan di muka bumi (ifsad fil ardh). Firman Allah Swt. (artinya), “Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kerusakan (fasad).” (QS Al-Baqarah [2] : 205).
Ayat ini bermakna umum, yang melarang segala tindakan menimbulkan kerusakan di muka bumi (Tafsir Ibnu Katsir, 3/94), maka menimbulkan ketakutan di masyarakat haram hukumnya karena termasuk tindakan menimbulkan kerusakan di muka bumi (ifsad fil ardh). (‘Isham bin Hisyam Al-Jafri, Al-Irhad al-Asbab wa Al-‘Ilaj, hlm. 4).
Adapun dalil Sunah, adalah riwayat Abdurrahman bin Abi Laila ra. bahwa pernah serombongan sahabat pergi bersama Nabi saw.. Lalu ketika seorang dari mereka tidur, ada anggota rombongan lainnya yang mengambil tali milik sahabat yang tidur itu sehingga ia ketakutan. Maka bersabdalah Nabi saw.,”Tidak halal bagi seorang muslim menakuti-nakuti muslim yang lainnya.” (HR Abu Dawud, No. 4351) (Imam Syaukani, Nailul Authar, 9/119).
Imam Syaukani mengatakan bahwa ini adalah dalil tidak bolehnya menakuti-nakuti seorang muslim walaupun hanya pura-pura atau senda gurau (Nailul Authar, 9/121).
Namun, menimbulkan ketakutan di tengah masyarakat hukumnya bisa saja mubah, yaitu jika terkait dengan perang (jihad) antara kaum muslim dan masyarakat musuh yang nonmuslim. Tindakan ini disebut irhabul ‘aduwwi, yaitu menggentarkan atau menakut-nakuti musuh dengan cara mendemonstrasikan persiapan kekuatan militer (i’daad al-quwwah) umat Islam. Misalnya, dengan cara melakukan percobaan senjata nuklir, peluncuran roket, latihan perang yang kolosal, dan masif, dan sebagainya. Tindakan ini hukumnya mubah (boleh) secara syar’i. (Abdullah bin Al-Kailani Al-Awshif, Al-Irhab wa Al-‘Unfu wa at-Tatharruf fi DhauAl-Qur
an wa As-Sunnah, hal. 11).
Dalil kebolehannya firman Allah Swt. (artinya), “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya.” (QS Al-Anfaal [8]: 60).
Bahkan hukumnya tidak sekedar boleh, tetapi wajib. Imam Ibnu Hazm menyimpulkan hukum dari ayat di atas dengan berkata,”Wajib hukumnya atas kita untuk menimbulkan kegentaran kepada mereka.” (Ibnu Hazm, Al-Muhalla, 7/350). Wallahualam. [MNews/Rgl]