Home Fiqih Fiqih Munakahat BERDOSAKAH ISTRI MENOLAK AJAKAN SUAMINYA KE TEMPAT TIDUR KARENA TAKUT TERKENA PENYAKIT...

BERDOSAKAH ISTRI MENOLAK AJAKAN SUAMINYA KE TEMPAT TIDUR KARENA TAKUT TERKENA PENYAKIT KELAMIN?

109

Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi | Pakar Fiqih Kontemporer

 

Tanya :

Ustadz, dosakah seorang istri menolak ajakan suami untuk berhubungan badan, dikarenakan istri takut terkena penyakit kelamin. Sang suami bekerja di kapal. Dan beberapa kali jajan dengan PSK. Selama ini istri tidak tahu kalau suaminya tega berbuat sebejat itu. (Hamba Allah).

 

Jawab :

Hukum asalnya adalah wajib hukumnya atas istri untuk memenuhi ajakan suami berhubungan badan. Dengan kata lain, istri berdosa jika menolak ajakan suaminya tersebut, sesuai sabda Nabi SAW :

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إلى فِرَاشِهِ فأبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا المَلَائِكَةُ حتَّى تُصْبِحَ

“Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya (maksudnya untuk berhubungan badan) lalu istri itu menolak, hingga suaminya tidur dalam kondisi marah kepadanya, maka para malaikat akan melaknat perempuan itu hingga shubuh.”(HR. Al-Bukhari, no. 3237; Muslim, no. 1436).

Imam Ash-Shan’ani telah mensyarah hadits di atas dan mengistinbath hukum syara’ dari hadits itu mengenai wajibnya istri untuk memenuhi ajakan suaminya untuk berhubungan badan. Imam Ash-Shan’ani berkata :

اَلْحَدِيثُ إِخْبَارٌ بِأَنَّهُ يَجِبُ عَلَى الْمَرْأَةِ إِجَابَةُ زَوْجِهَا، أَيْ: إِذَا دَعَاهَا لِلْجِمَاعِ؛ لِأَنَّ قَوْلَهُ:« إِلَى فِرَاشِهِ » كِنَايَةٌ عَنْ الْجِمَاعِ

“Hadits ini adalah pemberitahuan (al-ikhbār) bahwa wajib hukumnya atas seorang istri untuk memenuhi ajakan suaminya, yaitu jika suaminya mengajak istrinya untuk melakukan jimā’ (hubungan badan), karena perkataan Nabi SAW “ke tempat tidurnya” (إلى فِرَاشِهِ) adalah suatu kināyah (ungkapan sindiran) untuk hubungan badan (jimā’).” (Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salām, Juz III, hlm.186).

Hanya saja, jika terdapat bahaya (dharar) dari hubungan badan yang dilakukan, misalnya akan berpotensi menimbulkan penyakit kelamin, dan sebagainya, istri tidak berdosa untuk menolak ajakan suaminya untuk berhubungan badan. Imam Al-Bahuti mengatakan :

وَلِلزَّوْجِ الِاسْتِمْتَاعُ بِزَوْجَتِهِ كُلَّ وَقْتٍ عَلَى أَيِّ صِفَةٍ كَانَتْ…. مَا لَمْ يُشْغَِْهَا عَنْ الْفَرَائِضِ أَوْ يَضُرَّهَا، فَلَيْسَ لَهُ الِاسْتِمْتَاعُ بِهَا إِذَنْ لِأَنَّ ذَلِكَ لَيْسَ مِنْ الْمُعَاشَرَةِ بِالْمَعْرُوفِ

“(Hukum asalnya) suami berhak untuk mendapat layanan seksual dari istrinya, kapan pun waktunya, dan dalam posisi (style) bagaimana pun juga…selama hubungan badan itu tidak menyibukkan istri dari kewajiban-kewajibannya, atau selama hubungan badan itu tidak membahayakan istri, karena hubungan badan yang demikian (menyebabkan istri meninggalkan kewajiban atau menyebabkan istri mendapat bahaya) tidak termasuk ke dalam mu’āsyarah bil-ma’rūf (pergaulan yang baik antar suami istri). (Imam Al-Bahuti, Kasysyāful Qinā’, Juz V, hlm. 212).

Kesimpulannya, jika istri khawatir akan mendapatkan bahaya (dharar) berupa penyakit kelamin dari suaminya, maka istri berhak menolak ajakan suaminya untuk berhubungan badan dan istri tersebut tidaklah berdosa di sisi Allah SWT. Wallāhu a’lam.

 

Yogyakarta, 30 September 2025
Muhammad Shiddiq Al-Jawi