Home AKHLAQ SABAR DALAM MEMPERJUANGKAN ISLAM

SABAR DALAM MEMPERJUANGKAN ISLAM

28

Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi

 

Pengertian sabar adalah sebagai berikut :

اَلصَّبْرُ هُوَ حَبْسُ النَّفْسِ عَلىَ ماَ تَكْرَهُ ابْتِغاَءَ مَرْضاَةِ اللهِ

“Sabar adalah menahan diri dari apa-apa yang kamu benci untuk mencari ridho Allah.”

(Muhammad Mahmūd Hijāzī, At-Tafsīr Al-Wādhih, 2/228).

Kesabaran bagi seorang mukmin, adalah kesabaran yang berdasarkan motif (niat) karena Allah dan karena mengharap ridho Allah SWT semata, bukan karena yang lainnya. Firman Allah SWT :

وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْۗ

“Dan karena Tuhanmu, bersabarlah!” (QS. Al-Muddatstsir : 6).

Firman Allah SWT :

وَالَّذِيْنَ صَبَرُوا ابْتِغَاۤءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْفَقُوْا مِمَّا رَزَقْنٰهُمْ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً وَّيَدْرَءُوْنَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِۙ ۝٢٢

“Orang-orang yang bersabar demi mencari keridhaan Tuhan mereka, mendirikan salat, menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, dan membalas keburukan dengan kebaikan, orang-orang itulah yang mendapatkan tempat kesudahan (yang baik).” (QS. Al-Ra’du : 22).

Kesabaran tersebut menurut para ulama, seperti Imam Ghazali, Imam Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyyah, dan lain-lain, ada 3 (tiga) macam :

Pertama, sabar ketika musibah (al-shabru ‘inda al-mushībah).

Kedua, sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah (al-shabru ‘alā al-thā’at).

Ketiga, sabar dalam menjauhi maksiat (al-shabru ‘an al-ma’shiyati). (Imam Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyyah, Madārij Al-Sālikīn, Juz II, hlm. 169).

Penjelasan ketiga macam kesabaran tersebut adalah sebagai berikut :

Pertama, sabar ketika musibah (al-shabru ‘inda al-mushībah), atau disebut juga sabar menerima Qadha` (takdir) dari Allah SWT, khususnya taqdir yang menyakitkan, seperti sakitnya atau meninggalnya orang yang kita cintai, wajib hukumnya sesuai firman Allah SWT :

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ ﴿١٥٥﴾ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّـهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ﴿١٥٦﴾

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.” (QS Al-Baqarah [2] : 155-156).

Kedua, sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah (al-shabru ‘alā al-thā’at), misalnya sabar dalam berjihad fi sabilillah, sabar dalam menjalankan sholat lima waktu, sabar dalam menjalankan ibadah haji, sabar dalam mendidik anak, sabar dalam mengemban dakwah Islam, dan sebagainya, juga wajib hukumnya sesuai firman Allah SWT :

يآ أَيَّها الَّذِيْنَ آمَنُوا اصْبِرُوْا وَصاَبِرُوْا وَراَبِطُوْا وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan tingkatkanlah kesabaranmu, dan tetaplah bersiap siaga, dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu beruntung.” (QS. Āli ‘Imrān [3] : 200).

Ketiga, sabar dalam menjauhi maksiat (al-shabru ‘an al-ma’shiyati) juga wajib hukumnya, seperti contohnya kesabaran Nabi Yusuf AS yang lebih senang dipenjara daripada berzina, sebagaimana terdapat dalam firman Allah SWT :

قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِماَّ يَدْعُوْنَنِيْ إِلَيْهِ وَإِلاَّ تَصْرِفْ عَنِّيْ كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِّنَ الْجاَهِلِيْنَ

“Yusuf berkata,’Wahai Tuhanku! Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka. Jika aku tidak Engkau hindarkan dari tipu daya mereka, niscaya aku akan cenderung (memenuhi keinginan mereka) dan tentu aku termasuk orang yang bodoh.” (QS.Yūsuf : 33).

Dalam memperjuangkan Islam, terutama Islam kāffah, yakni melanjutkan kembali kehidupan Islami dalam seluruh aspek kehidupan dalam kerangka negara Khilafah, ketiga macam kesabaran tersebut wajib kita miliki :

Pertama, sabar ketika musibah (al-shabru ‘inda al-mushībah), yakni kesabaran di jalan dakwah dalam rangka menegakkan Khilafah tersebut. Kita harus sabar menghadapi musibah di jalan dakwah ini, misalnya : pemecatan ASN yang menjadi pengemban dakwah Islam kāffah, persekusi kepada kelompok pejuang Islam kāffah, penghapusan akun Twitter mereka, penghapusan akun Youtube mereka, dsb.

Kedua, sabar dalam menjalankan ketaatan (al-shabru ‘alā al-thā’at), khususnya dalam hal ini sabar dalam terus menetapi perjuangan menegakkan Islam, bukan meninggalkan jalan ini ketika menghadapi kesulitan atau hambatan dari thāghūt dari kaum kafirin dan kaum fasiqin.  Kita harus sabar terus menjalankan berbagai ketaatan di jalan ini, misalnya terus mengikuti halaqah, terus mengontak para tokoh, terus melakukan muhāsabah lil hukkām (kritik kepada penguasa), terus melakukan perang pemikiran (al-shirā’ al-fikrī), dsb, walau pun kita harus menerima berbagai stigma buruk, misalnya diberi cap radikalisme, atau intoleran, atau radikalisme intoleran, dan sebagainya.

Ketiga, sabar dalam menjauhi maksiat (al-shabru ‘an al-ma’shiyat) di jalan dakwah ini, karena boleh jadi ada iming-iming atau godaan yang sangat menggiurkan yang dapat memalingkan kita dari kewajiban berdakwah menuju Islam kāffah. Misalnya, ada di antara manusia-manusia yang kerdil imannya dan miskin ilmunya, yang mau saja tunduk kepada thāghūt ketika mereka dijanjikan dana untuk hidup sehari-hari yang sangat lumayan, atau dijanjikan akan disekolahkan S2 dan S3 secara gratis, atau dijanjikan diberi dana yang besar, kalau mereka berani menjelek-jelekkan Khilafah, atau kalau mereka bisa membuat karya ilmiah atau jurnal ilmiah yang mendiskreditkan kelompok pejuang Islam kāffah, mendiskreditkan Syariah Islam, mendiskreditkan Khilafah, dsb.

Menghadapi berbagai godaan dan iming-iming duniawi tersebut, para pengemban dakwah wajib bersabar, yakni jenis kesabaran yang ketiga, berupa sikap sabar dalam menjauhi maksiat (al-shabru ‘an al-ma’shiyat). Rasulullah SAW sungguh telah menjanjikan pahala yang teramat agung, yang mengalahkan semua iming-iming duniawi yang hina, rendahan, dan recehan semacam itu, bagi mereka yang sabar dalam menghadapi situasi yang teramat sulit seperti saat ini. Rasulullah SAW telah bersabda :

إِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَياَّمَ الصَّبْرِ اَلصَّبْرُ فِيْهِنَّ مِثْلُ الْقَبْضِ عَلىَ الْجَمْرِ لِلْعاَمِلِ فِيْهِنَّ أَجْرُ خَمْسِيْنَ رَجُلاً يَعْمَلُوْنَ مِثْلَ عَمَلِهِ، قِيْلَ : أَجْرُ خَمْسِيْنَ رَجُلاً مِنْهُمْ؟ قاَلَ : بَلْ أَجْرُ خَمْسِيْنَ رَجُلاً مِنْكُمْ. رواه أبو داود بسند حسن

“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari yang memerlukan kesabaran, kesabaran pada hari-hari itu, bagaikan menggenggam bara api, namun bagi orang yang teguh mengamalkan (Islam) pada hari-hari itu, akan mendapat pahala lima puluh orang yang mengamalkan amal seperti itu.” Ada yang bertanya,”Apakah maksudnya pahala lima puluh orang dari kalangan mereka?” Rasulullah SAW bersabda,”Bahkan pahala lima puluh orang dari kalangan kalian (kalangan shahabat Nabi Muhammad SAW).” (HR. Abu Dawud, dengan sanad hasan). Wallāhu a’lam.

 

Jakarta, 4 Oktober 2024

Muhammad Shiddiq Al-Jawi