Negara yang jumlah pembayaran bunga utang lebih besar dari alokasi anggaran kesehatan atau pendidikan tergolong negara gagal sistemik. Artinya, negara lebih mementingkan membayar bunga utang daripada memenuhi kebutuhan dasar rakyat. Benarkah Indonesia masuk dalam kriteria tersebut? Bagaimana dalam pandangan Islam? Wartawan media Umat Joko Prasetyo mewawancarai founder Institut Muamalah Indonesia KH. M. Shiddiq Al-Jawi. Berikut petikannya.
Bagaimana pandangan Anda dengan pernyataan Anthony Budiawan bahwa negara ini gagal sistemik?
Tanggapan saya untuk status negara gagal bagi Indonesia itu, ada tiga. Pertama, status itu dapat kita adopsi sebagai bahan kritik atau evaluasi kepada negara yang ada sekarang, sebagai bukti bagi umat bahwa kita memang perlu perubahan, tak hanya perubahan kepemimpinan, melainkan juga perubahan sistem kehidupan.
Kedua, namun demikian, status negara gagal ini tetap perlu kita kritisi juga, karena standar negara gagal menurut PBB itu, salah satunya, jika bunga utang lebih besar daripada anggaran untuk kesehatan dan pendidikan. Implikasi sebaliknya, atau mafhum mukhalafah-nya, kalau anggaran untuk kesehatan dan pendidikan masih lebih besar daripada bunga utang, berarti suatu negara tidak bisa disebut negara gagal. Padahal, dalam Islam, bunga utang itu riba yang statusnya haram dan dosa besar (kaba`ir). Bagaimana mungkin suatu negara yang terlibat riba dan melakukan dosa besar, kita anggap negara tidak gagal? Jelas negara yang bergelimang riba adalah negara gagal secara Syariah Islam.
Ketiga, diskursus negara gagal (failed states) ini muncul di era Presiden George Bush (yunior), dalam konteks perang terhadap apa yang disebut terorisme. Banyak negara dikategorikan negara gagal (failed states), seperti Irak, yang kemudian dikait-kaitkan sebagai negara sponsor terorisme musuh Amerika Serikat. Jadi istilah negara gagal (failed states) ini walaupun ada sekian standar atau index untuk mengukurnya, yang seolah-olah ilmiah, tetapi tetap mempunyai tendensi politik untuk kepentingan politik luar negeri Amerika Serikat.
Terlepas dari itu, adakah kriteria dalam Islam sehingga suatu negara itu dikatakan gagal?
Dalam Islam, yang menjadi ukuran baik buruk negara adalah sejauh mana keterikatan suatu negara dengan Syariah Islam. Dengan standar keterikatan syariah ini, negara gagal adalah negara yang tidak taat pada Syariah Islam, sebaliknya negara yang berhasil, adalah negara yang taat pada Syariah Islam. Standar kepatuhan syariah ini antara lain ditunjukkan oleh ayat (yang artinya) : “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf : 96).
Jadi, jika suatu negara, misalnya terlibat riba, seperi riba dalam bentuk bunga utang, maka sudah pasti, dalam standar Syariah Islam, tidaklah mungkin disebut negara berhasil. Pasti negara gagal.
Kalau negara ribawi itu kelihatannya makmur, itu hanyalah kemakmuran palsu alias fatamorgana belaka, karena hanya makmur secara dunia, sedangkan di akhirat sudah pasti individu-individunya akan mendapat siksaan di akhirat kelak. Nabi SAW di malam Mi’raj pernah melihat orang yang berenang di sungai darah, ketika dia mau menepi, dia dilempari batu hingga dia harus ke tengah sungai lagi. Nabi SAW bertanya,”Siapa itu?” Dijawab,”Pemakan riba.”
Berdasarkan kriteria tersebut, apakah negara Pancasila ini termasuk negara gagal? Indikasinya?
Bisa disebut negara gagal. Karena di negara Pancasila saat ini, ada tiga sistem hukum, yaitu; pertama, sistem hukum Islam, atau Syariah Islam, kedua, sistem hukum Barat, khususnya hukum Eropa Kontinental, seperti KUHP atau KUH Perdata, dan ketiga sistem hukum adat. Adanya tiga sistem hukum ini adalah indikasi negara Pancasila sebagai negara gagal.
Mengapa demikian, karena seharusnya, sistem hukum Islam bagi umat Islam, itu sistem hukum Islam saja, tidak boleh ada sistem hukum yang lain. Sistem hukum selain Islam, dalam Al-Qur`an, disebut sistem hukum Jahiliyah (QS Al-Maidah : 50), atau disebut juga sistem hukum Thaghut (QS An-Nisa` : 60).
Selain gagal, apakah dapat dikatakan Republik Indonesia itu sebagai negara sesat? Indikasinya?
Sesat itu artinya tidak mendapat petunjuk Allah (hidayah Allah). Salah satu indikatior kesesatan adalah tidak mau berhukum pada Syariah Islam, yang ada dalam Al-Qur`an dan Al-Hadits Di dalam Al-Qur`an, orang yang tidak mau berhukum pada Syariah Islam, yang malah berhukum dengan hukum Thaghut, disebut telah sesat dengan kesesatan yang jauh (dholaalan ba’iida). (QS An-Nisa : 60).
Apa yang membuat negara Pancasila ini gagal dalam mengelola SDA dan SDM yang berlimpah ini? Mohon jelaskan.
Banyak faktor penyebabnya. Faktor utamanya ada dua; faktor pertama, pengelolaan SDA dan SDM menggunakan sistem kapitalisme liberal, jadi tidak menggunakan Syariah Islam. Pengelolaan SDA, contohnya, telah menggunakan aturan kapitalis yang memposisikan tambang-tambang sebagai milik pribadi, yang konsekuensinya, dapat diserahkan eksplorasi dan eksploitasinya kepada swasta, baik swasta nasional maupun swasta asing. Ini melanggar syariah. Karena tambang, khususnya yang besar depositnya, adalah milik umum, yang dikelola oleh negara, tidak boleh diserahkan kepada swasta.
Faktor kedua, para penyelenggara negara dan juga swasta penambang, tidak amanah dan cenderung korup, untuk mencari keuntungan bagi pribadi. Banyak kasus soal itu.
Apa pula yang membuat negara yang berpenduduk mayoritas Muslim ini sesat? Mohon jelaskan.
Ada dua; pertama, tidak tahu atau tidak mau berhukum kepada Syariah Islam. Al-Qur`an menegaskan, siapapun yang tidak mau taat kepada Allah dan Rasul-Nya (yaitu tidak mau bersyariah Islam), maka dia telah sesat dengan sesat yang nyata, sebagaimana Allah firmankan dalam QS Al-Ahzab : 36.
Kedua, justru berhukum dengan hukum-hukum di luar Syariah Islam, yang sudah pasti tidak menimbulkan keberkahan, tetapi justru menimbulkan kerusakan (fasad). Ini ada di firman Allah QS Ar-Ruum : 41.
Apa bahayanya kalau negara ini terus menerus gagal dan terus menerus dalam kesesatan?
Bahayanya, akan mengalami penghidupan yang sempit di dunia, dan akan mendapat kehinaan dan siksa di akhirat. Firman Allah (artinya) : “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thaha : 124).
Bagaimana agar ke depannya negara ini berubah menjadi negara non-gagal dan non-sesat?
Wajib penduduknya beriman dan bertaqwa secara kaffah, dalam wadah negara Khilafah. Dalam Khilafah itulah, insyaAllah umat Islam akan mendapat kebaikan dan keberkahan di dunia dan akhirat. Firman Allah SWT (artinya) : “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-A’raf : 96).
Sumber : INDONESIA NEGARA GAGAL DAN SESAT – Wawancara di Tabloid Media Umat (edisi cetak), Edisi nomor 340, tanggal 4-17 Agustus 2023, hlm 9.