Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Tanya :
Bismillah, afwan izin bertanya kepada Ahli Ilmu, berhubung sedang masanya ini. Apakah diperbolehkan mengantarkan orderan antar barang yang dimana kita ketahui bahwa barang itu adalah paket yang berisi hadiah untuk merayakan Natal di antara sesama Nasrani, apakah diperbolehkan? Bagaimana hukum dari pendapatan itu jika memang sudah terlanjur menerima orderannya, karena tidak bisa ditolak oleh sistem (System Ojol). Syukron. (Moch Asep Nugraha, Bandung).
Jawab :
Haram hukumnya bagi driver ojek online (ojol) muslim –sekali lagi drivernya muslim– untuk mengantarkan makanan dan minuman haram ke pelanggan, misalnya khamr (minuman keras), babi, darah, bangkai, dan sebagainya. Termasuk juga dalam hal ini adalah pekerjaan driver ojol muslim itu mengantar paket hadiah Natal antar sesama pelanggan Nasrani.
Ada 3 (tiga) alasan/sebab keharaman bagi muslim yang menjadi driver ojol untuk melakukan penghantaran tersebut, yaitu sebagai berikut :
Pertama, karena pekerjaan driver ojol muslim mengantarkan makanan dan minuman yang haram kepada pelanggan tersebut, merupakan pertolongan (bantuan) dari seorang muslim kepada pelanggan itu untuk melakukan perbuatan yang haram. Padahal Allah SWT sudah melarang seorang muslim untuk memberi pertolongan kepada orang lain untuk berbuat dosa atau atau melakukan permusuhan, sesuai firman Allah SWT :
وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS Al-Mā`idah: 2).
Kaidah fiqih –yang di-istinbāth (digali) dari ayat tersebut oleh Imam Ibnu Taimiyah (w. 728/1328)– menyebutkan :
اَلْإِعَانَةُ عَلىَ الْحَرَامِ حَرَامٌ
Al-I’ānatu ‘alā al-harāmi harām[un]. Artinya : “Memberi pertolongan untuk melakukan perbuatan yang haram, hukumnya haram.” (Ibnu Taimiyah, Al-Fatāwā Al-Kubrā, Juz VI, hlm. 313).
Kedua, karena pekerjaan driver muslim itu sendiri, yaitu mengantarkan makanan dan minuman haram ke pelanggan, merupakan pekerjaan yang haram ditinjau dari segi objek akad (al-ma’qūd ‘alayhi) dalam akad ijarah (bekerja dengan upah) itu sendiri, terlepas dari pelanggannya, apakah pelanggan itu muslim maupun non-muslim. Menurut Imam Taqiyuddin An-Nabhani, seorang muslim, sekali seorang muslim, yang bekerja mengantarkan babi sebagai makanan yang haram dimakan, atau mengantarkan khamr sebagai minuman yang haram diminum, berarti sudah melakukan pekerjaan yang haram bagi seorang muslim. (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Nizhām Al-Iqtishādi fī Al-Islām, hlm. 93).
Imam Taqiyuddin An-Nabhani (w. 1398/1977) menyebutkan kaidah fiqih:
لاَ تَجُوْزُ إِجَارَةُ اْلأَجِيْرِ فِيْماَ مَنْفَعَتُهُ مُحَرَّمَةٌ
Lā tajūzū ijārat al-ajīr fīmā manfa’atuhu muharramah. Artinya : “Tidak boleh melakukan akad ijarah [bekerja dengan upah] dengan seorang pekerja pada segala manfaat/jasa yang telah diharamkan.” (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Nizhām Al-Iqtishādi fī Al-Islām, hlm. 93).
Kaidah fiqih dengan makna yang sama, sudah pernah juga dikemukan sebelumnya oleh Imam Al-Sarakhsī (w. 483/1090) penulis kitab fiqih Al-Mabsūth dengan redaksi :
اَلْإِسْتِئْجاَرُ عَلىَ الْمَعْصِيَةِ لاَ تَجُوْزُ
Al-isti`jār alā’ al-ma’shiyati lā tajūzu. Artinya : “Mempekerjakan pekerja untuk melakukan perbuatan maksiat, tidak boleh.” (Imam Al-Sarakhsī, Al-Mabsūth, Juz XV, hlm. 43).
Imam Nawawi (w. 676/1277) dalam kitabnya Al-Muhadzdzab, juga pernah mengemukakan kaidah fiqih yang semakna dengan redaksi :
لاَ تَجْوْزُ اْلإِجَارَةُ عَلىَ الْمَنَافِعِ الْمُحَرَّمَةِ
Lā tajūzu al-ijāratu ‘alā al-manāfi’ al-muharramah. Artinya : “Tidak boleh akad ijarah pada segala bentuk manfaat [jasa] yang diharamkan syariah.” (Imam Nawawi, Al-Majmū’ Syarah Al-Muhadzdzab, Juz XV, hlm. 251).
Ketiga, karena pekerjaan driver ojol tersebut adalah perantaraan (al-wasīlah) yang akan membawa kepada yang haram, yaitu perbuatan pelanggan untuk memakan makanan atau minuman yang haram. Padahal segala sesuatu yang menjadi perantaraan (al-wasīlah) kepada yang haram, hukumnya juga haram, sesuai kaidah fiqih :
اَلْوَسِيْلَةُ إِلىَ الْحَرَامِ حَرَامٌ
Al-wasīlatu ilā al-harāmi harām[un], yang artinya : “Segala perantaraan (al-wasīlah) kepada yang haram, hukumnya haram juga.” (Muhammad Shidqi Al-Burnu, Mausū’ah Al-Qawā’id Al-Fiqhiyyah, Juz VIII, hlm. 775).
Kesimpulannya, berdasarkan 3 (tiga) alasan di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi driver ojol muslim (sekali lagi drivernya muslim) untuk mengantarkan makanan dan minuman haram ke pelanggan, seperti khamr (minuman keras), babi, bangkai, darah, dan sebagainya, baik pelanggannya muslim maupun non-muslim (kafir), seperti orang Nashrani, Yahudi, dan sebagainya. Termasuk dalam hal ini haram juga pekerjaan driver ojol muslim tersebut mengantar paket Natal antar sesama pelanggan yang beragama Kristen (Nasrani).
Adapun pertanyaan kedua, bagaimana hukumnya pendapatan driver ojol itu jika memang sudah terlanjur menerima orderannya, karena tidak bisa ditolak oleh sistem (System Ojol), maka jawabannya adalah : pendapatan dari orderan tersebut hukumnya tetap haram. Jika sudah terlanjur masuk ke rekening, maka kira-kirakan saja berapa rupiah pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan orderan itu, lalu infakkan uang itu kepada orang lain, misalnya kepada kaum fakir dan miskin. Namun jangan diberikan secara terbuka dengan niat sedekah, karena Allah SWT tidak menerima sedekah dari harta yang haram. Jadi niatnya bukan niat bersedekah, melainkan niat membersihkan diri dari harta haram. Dan berikanlah secara diam-diam, karena uang haram itu aib. Misalnya masukkan uangnya ke dalam amplop dan masukkan amplop itu ke celah pintu rumah bagian bawah, tanpa diketahui si pemilik rumah. Wallahu a’lam.
Wallāhu a’lam.
Yogyakarta, 24 Desember 2024
Muhammad Shiddiq Al-Jawi